Berita Nasional

Soal Transaksi Rp 349 Triliun, Mahfud MD Beberkan 7 Modus TPPU

Ketua Komite TPPU Mahfud MD membeberkan tujuh modus TPPU yang kerap dilakukan oknum dalam menggepalkan uang.

Editor: Alfons Nedabang
YOUTUBE POS-KUPANG.COM
Mahfud MD membeberkan transaksi Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. 

Atas hal itu, mantan Ketua MK tersebut mendesak agar DPR mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai.

Hal itu diyakini, kata Mahfud, dapat mengembalikan keuangan negara atas hasil rasuah yang dilakukan melalui TPPU.

"Nah, saudara, saya ingin mengusulkan begini, sulit memberantas korupsi itu. Tolong melalui pak bambang pacul, pak. Tolong UU Perampasan Aset tolong didukung, Pak. Biar kami bisa mengambil begini-begini ini, Pak. Tolong juga pembatasan belanja uang kartal didukung, pak," tukas dia.

Kesal Ke Anggota DPR

Menkopolhukam RI Mahfud MD mengaku geram dicecar oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

Penegasan itu disampaikan oleh Mahfud saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI.

Awalnya, Mahfud menyampaikan temuan dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kemenkeu RI yang diungkap dirinya merupakan bagian dari informasi intelejen. Baginya, hal itu biasa saja didapatkan oleh penegak hukum.

Dia pun sering menerima informasi intelejen dari berbagai pihak terkait. Misalnya, saat penangkapan Eks Gubernur Papua Lucas Enembe dalam dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK.

"Lucas Enembe ketika jadi tersangka, ngamuk-ngamuk rakyatnya turun, saya panggil PPATK, "Umumkan." Uangnya difreeze. Kalau enggak gitu gak bisa ditangkap dia," kata Mahfud.

Baca juga: Mahfud Soal Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu, 570 Orang Terlibat

Lalu, Mahfud juga pernah menerima informasi intelejen dari Baintelkam Polri soal adanya gerakan massa di Papua buntut penangkapan Lucas Enembe. Lalu, dia pun langsung menindaklanjuti informasi tersebut.

"Kita tahu dari Baintelkam Polri, "Itu gimana di Papua?" 'Pak nasinya cateringnya setiap hari turun. Itu sudah ndak ada kekuatannya.' Itu kan intel, masa enggak boleh," jelas Mahfud.

Karena itu, Mahfud menyatakan informasi intelejen merupakan hal yang biasa diterima oleh penegak hukum.

Sebaliknya, Mahfud meminta para anggota DPR RI untuk tidak menggeretak dirinya lantaran bisa masuk ke dalam perintangan proses hukum.

"Jangan gertak-gertak. Saya juga bisa gertak juga, bisa dihukum halang-galangi penyidikan hukum. Dan ini sudah ada yang dihukum 7,5 tahun, Fredrich Yunadi, ya kerja kayak saudara itu, orang mau mengungkap, dihantam," tegas dia.

"Saya bisa. Masih ada itu. Sama saudara kan dengan Fredrich, melindungi SN (Setya Novanto, Red) kan. Ndak boleh di ini. Lalu laporkan orang sembarang semua orang dilaporin sama dia. Kita bilang ke KPK itu menghalang-halangi penyidikan, tangkap. Jadi jangan main ancam-ancam, kita ini sama," sambung Mahfud.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved