Berita Lembata

Tidak Perlu Pakai Pestisida Kimia, Daun Mimba danTanaman Serai Bisa Kendalikan Hama di Lembata

Menurut Nikodemus, ada kearifan lokal yang diwariskan nenek moyang guna mengendalikan hama tanaman

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
HAMA - Sosialisasi Pengendalian Hama Tanaman (PHT) yang diselenggarakan di tengah kebun di Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata, Kamis, 16 Maret 2023. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA -  Nikodemus Ola, seorang petani di Kecamatan Nagawutung menemukan jenis cacing cincin di kebun pertaniannya. Cacing jenis itu menurut dia merupakan hama bagi tanaman sorgum dan tanaman umur pendek lainnya.

Bagaimana mencegah supaya kumpulan cacing tersebut tidak menjadi hama bagi seluruh tanaman sorgum? Dia bisa menggunakan pestisida kimia untuk memusnahkannya dengan cepat, tapi itu bukan pilihan bijaksana. 

Menurut Nikodemus, ada kearifan lokal yang diwariskan nenek moyang guna mengendalikan hama tanaman.

Kearifan lokal untuk kendalikan hama ini kemudian bisa disebut sebagai pestisida nabati. Hama cacing itu bisa dikendalikan dengan campuran daun mimba dan tanaman serai wangi.

Baca juga: Satu Keluarga Tewas di Bekasi Korban Pembunuhan, Racun Pestisida Dimasukkan ke Dalam Kopi

Pengakuan Nikodemus ini disampaikan dalam diskusi sosialisasi Pengendalian Hama Tanaman (PHT) yang diselenggarakan di tengah kebun di Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata, Kamis, 16 Maret 2023. 

Sosialisasi yang dihadiri puluhan petani dan penyuluh ini diselenggarakan oleh Catholic Relief Services (CRS) melalui program INCIDENT bersama LSM Barakat yang melibatkan para petani di lima desa dampingan di Kecamatan Nagawutung dan para penyuluh pertanian. Lima desa dampingan program INCIDENT CRS dan LSM Barakat itu adalah Desa Bour di Kecamatan Nubatukan, Desa Riabao, Waukero, Pasir Putih Lolong di Kecamatan Nagawutung

Dalam sosialisasi itu, para fasilitator meminta para petani mengidentifikasi 3 golongan binatang atau serangga yang termasuk dalam kategori hama, musuh alami, dan penyerbuk. Setelah itu, dengan antusias, para petani langsung mengisahkan pengalaman mereka memusnahkan binatang-binatang tersebut dengan pelbagai cara. 

Baca juga: Pemda Lembata Perlu Rancang Pertanian Organik Bebas Residu Pestisida

Mereka kemudian menemukan bahwa ada sejumlah pengetahuan lokal yang lebih ramah lingkungan seperti yang diutarakan Nikodemus Ola, daripada harus dengan cara instan memakai pestisida kimia yang residunya bisa mencemari tanah selama 25 tahun.

“Musuh alami itu sahabat petani. Dia membantu memangsa serangga hama. Kalau kita memakai racun pestisida maka musuh alami itu juga ikut terbunuh. Jadi disarankan, kalau ada musuh alami kita tidak membunuhnya dengan racun,” Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Dinas Pertanian, Philipus Kewihal menjelaskan kepada Tribun Flores.

Musuh alami yang adalah sahabat petani itu di antaranya; belalang sembah, laba-laba, tawon, dan semut kerengga. Sedangkan, binatang hama seperti ulat, belalang pemangsa daun, atau penggerek tongkol (helicoverpa armigera) pada tanaman jagung.

Philipus bilang, banyak petani tidak menyadari akan pentingnya binatang yang termasuk musuh alami sehingga mereka biasa memusnahkannya secara instan dengan racun pestisida kimia.

Baca juga: Balitbangda Sumba Timur Sarankan Pengendalian Belalang Kembara Gunakan Pestisida Nabati

Dalam sistem rantai makanan, kehadiran musuh alami sangat penting untuk mengurangi populasi hama tanaman. Maka, dianjurkan kepada para petani supaya menggunakan pestisida nabati semacam daun mimba, serai wangi, lengkuas, lombok, dan daun pepaya.

“Kita bisa racik semua bahan alami itu, rendam selama semalam dan kita saring dan kita pakai untuk kendalikan hama,” urainya.

Sosialisasi ini juga membuka wawasan pengetahuan petani tentang sistem rantai makanan antara binatang musuh alami, hama dan penyerbuk.

Bapak Andreas, salah satu petani, memaparkan sistem rantai makanan berdasarkan pengalamannya yakni ulat dimakan oleh burung pipit, burung pipit dimakan ular, dan ular dimakan burung elang.

“Itu mata rantai yang kita tidak boleh putuskan. Kalau ada salah satu yang dimusnahkan maka ekosistem jadi tidak seimbang atau punah,” ujarnya.

Andreas menyadari, sebagai petani, rumput yang tumbuh di kebun tidak boleh dimusnahkan dengan racun. Rumput itu merupakan makanan untuk belalang dan ulat.

Baca juga: Pemuda di Lembata Gotong Royong Perbaiki Jalan Rusak

“Tapi kalau kita kasi mati semua rumput pakai racun maka belalang datang serang kita punya jagung semua. Binatang hama itu salah satu cara untuk menguranginya dengan cara kearifan lokal, kita bikin seremonial secara adat,” ujar dia.

Cara mengendalikan hama lainnya adalah dengan menanam tanaman-tanaman yang bisa mengusir hama seperti bungan tai ayam, serai dan kemangi.

Magdalena Peni Ladjar, Project Manager Program Incident CRS, menyebutkan sosialisasi itu penting karena para petani dan penyuluh pertanian saling sharing pembelajaran tentang pengendalian hama tanaman yang lebih ramah lingkungan dan tentu saja efektif.

 “Bibit yang selama ini sudah hilang seperti jagung putih, jagung pulut sudah diganti hibrida. CRS mau kembalikan bibit-bibit lokal supaya petani tanam kembali. Tujuannya, pangan dari bibit lokal kembali ada dalam lumbung, jangan pakai pestisida yang bisa sampai mencemari laut, dan kearifan lokal tetap lestari,” pungkasnya. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved