Opini

Opini Paul Ama Tukan: Jeritan Bumi dan Pertobatan Ekologis

Perubahan iklim disebut telah mengakibatkan korban jiwa, merobohkan ketahanan pangan masyarakat dan merusakkan alam.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO-HUMAS KBL
Foto Ilustrasi. Memperingati Hari Bumi pada 22 April 2022, Komunitas Bonsai Lembata (KBL) melakukan penghijauan di kawasan mata air Erewuju di Desa Lite Ulumado, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, dengan menanam 300 anakan pinang lokal. Sementara Paul Ama Tukan menulis opini: Jeritan Bumi dan Pertobatan Ekologis. 

POS-KUPANG.COM - Di bawah tema “Merawat Bumi”, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Filsafat dan Teknologi (IFTK) Ledalero melakukan aksi road show (aksi jalanan seperti orasi, teatrikal, monolog, live band ) dan malam Pentar Seni di kota Maumere, Sabtu (25/2/23).

Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap bumi yang sedang “sakit” karena ulah manusia dalam berbagai skala dan konteks.

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 22 Februari 2022 menunjukkan kondisi kritis bumi yaitu terjadi anomali iklim dan peningkatan panas bumi secara masif (Firda: 2022). Gejala ini merupakan indikasi konkret atas jeritan bumi yang sakit hari-hari ini.

Perubahan iklim disebut telah mengakibatkan korban jiwa, merobohkan ketahanan pangan masyarakat dan merusakkan alam serta tempat tinggal manusia, dll.

Dalam skala global dan nasional, dampak Perubahan Iklim bisa menghambat pertumbuhan ekonomi bangsa, berikut menggusur perkembangan kemanusiaan universal karena memperparah sektor pendidikan, kesehatan, dan bahkan stabilitas politik (Firda: 2022).

Baca juga: Peringati Hari Bumi, PLN Bersama  Dinas Lingkungan Hidup Sikka dan Warga Koting C Tanam Pohon

Aksi mahasiswa IFTK Ledalero merupakan bentuk edukasi terhadap masyarakat luas sekaligus ajakan untuk menjalankan pertobatan ekologis dengan cara menjaga lingkungan dari sampah, polusi, penggundulan hutan, serta mengontrol kebijakan-kebijakan publik yang mengabaikan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Kegiatan yang dilakukan mahasiswa IFTK Ledalero ini merupakan aksi lanjutan dari sejumlah aksi konkret sebelumnya seperti pembersihan pasar di Kota Maumere dan reboisasi di pesisir pantai Magepanda-Kab. Sikka.

Respons kolektif untuk mengambil langkah-langkah konkret sangat diperlukan untuk menyelamatkan bumi, rumah bersama (common home) dari eksploitasi besar-besaran.

Ajakan Laudato Si Action Platform (LSAP)

Paus Fransiskus melalui ensiklik Laudato Si, sebuah ajaran sosial Agama Katolik, menyapa tidak hanya umat Katolik tetapi semua warga dunia untuk menjawab persoalan global yaitu kerusakan bumi.

Ensiklik yang diterbitkan pada 18 Juni 2015 ini menjadi sebuah gebrakan dalam ajaran sosial Katolik dan telah mendapat tanggapan luas.

Secara global, respons atas ensiklik tersebut terejawantah dalam Laudato Si Action Platform (LSAP) yang dimulai sejak April 2021. Gerakan ini bertujuan mendorong masyarakat dunia untuk secara sinergis menyelamatkan masa depan bumi.

Konsep di balik LSAP ialah pembangunan manusia yang integral yakni manusia yang memiliki relasi harmonis dengan sesama, Tuhan dan lingkungan tempat ia tinggal.

Bumi dilihat secara lebih integral yakni bukan saja persoalan geografis melainkan juga terkait semua problematik yang menimpa manusia yang menghuni termasuk kebijakan-kebijakan birokratis yang menindas kaum lemah dan terpinggirkan.

Baca juga: Phaethon, Alma Tellus dan Bencana (Refleksi Hari Bumi 22 April)

Dalam komitmen global, LSAP berlangsung selama tujuh tahun sejak 2021 dengan tujuh bidang fokus yang berbeda, di antaranya: tanggapan terhadap jeritan bumi, tanggapan terhadap jeritan orang miskin, ekonomi ekologis, penerapan gaya hidup berkelanjutan, pendidikan ekologis, spiritualitas ekologis, komunitas keterlibatan, dan tindakan partisipatif (Budi Kleden: 2022). Komitmen ini sedang dikampanyekan di seluruh dunia.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved