Opini

Opini Albertus Muda, S.Ag: Revolusi Diri Wakil Rakyat

muncul banyak sorotan dan keluhan terhadap kinerja wakil rakyat kita, baik kabupaten/kota maupun provinsi bahkan pusat kian menajam.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO-ALBERTUS MUDA
Albertus Muda. Mantan Sosialisator Program Literasi Nasional Wilayah Lembata ini menulis opini: Revolusi Diri Wakil Rakyat. 

Pada titik ini, dibutuhkan keterbukaan para legislatif untuk menerima masukan dari segenap elemen masyarakat dan mengakomodirnya.

Salah satu indikator adalah polemik tentang RKUHP yang mendapat masukan dari sejumlah pakar. Misalnya, Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat, Susi Dwi Harijanti (Kompas, 15/8/2022). Menurutnya, esensinya adalah KUHP harus dibuat secara demokratis.

MK tidak boleh dijadikan keranjang sampah untuk menyelesaikan permasalahan perundang-undangan. Oleh karenanya, undang-undang yang dihasilkan mestinya berkualitas.

Agustinus Pohan, Pakar Hukum Pidana Unpar Bandung pun mendorong agar pemerintah bersama DPR hendaknya membahas ulang pasal-pasal yang masih dinilai bermasalah.

Sebab mengubah undang-undang tidak sederhana, maka pemerintah dan DPR tidak perlu bertahan pada posisinya masing-masing.

Selain itu, tim perumus tidak boleh dikuasi oleh orang-orang hukum sebab RKUHP bukan semata persoalan hukum, maka perlu melibatkan juga antropolog, sosiolog, budayawan, dan pihak lainnya.

Kemandegan membentuk produk hukum di atas, di mata Gun Gun Heryanto (Andi Faisal Bakti, 2012) disebut sebagai sumbatan di bidang legislasi. Menurutnya, banyak wakil rakyat lebih memilih diam dan tidak sungguh menjadi corong dan juru bicara rakyat.

Baca juga: Opini Prof Feliks Tans: Surat Terbuka Kepada Gubernur NTT, Menciptakan Sekolah Unggul

Pembuatan legislasi cenderung dipraktikkan dengan target utama yakni pemenuhan kepentingan diri dan kelompok, sistem transaksional dan manajemen konflik.

Menurut Heryanto, sebagian besar wakil rakyat belum melaksanakan tugas secara bertanggung jawab. Kerja sama tidak boleh hanya dibangun untuk tujuan konspirasi.

Sebaliknya, fungsi dan peran sebagai legislator semakin melemah. Apalagi bila praktik mafia anggaran didesain rapi untuk memenuhi kepentingan mereka. Kalaupun mereka tampak getol berjuang, itu semua karena ada kepentingan oligarki di dalamnya.

Wakil rakyat layaknya berperan sebagai lokomotif demokrasi, bukan hanya membonceng kereta demokrasi demi mengejar kepentingan diri dan kelompok.

Memang sebagian kecil wakil rakyat bekerja sungguh-sungguh menjadi corong hati nurani rakyat. Mereka kadang dibenci oleh para koleganya. Mereka sering tidak disukai sesama legislator karena lantang menyuarakan kebenaran dan berani membuka borok kelaliman.

Butuh Revolusi Diri

Menurut Bambang Purwoko (2006) kinerja dan citra wakil rakyat, perlu dibangun kembali melalui proses pendidikan yang sistematis.

Pendidikan khusus bagi politisi dan calon politisi tetap diperlukan untuk mendapatkan wakil rakyat dan calon wakil rakyat yang paham agar berpolitik secara etis, pandai bicara juga pintar bekerja, mampu menangkap aspirasi rakyat, mampu merancang dan merumuskan kebijakan serta mengevaluasinya, bersikap jujur, bermoral, dan mengemban tugasnya secara bertanggung jawab.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved