Rakor Kominfo NTT
NTT Diharapkan Melakukan Pengelolaan Risiko Terkait Keamanan Siber
tujuan untuk menghindari risiko mungkin akan diterima oleh sektor Pemda dan bisa dianstisipasi sebelumnya
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih harus melakukan pengelolaan risiko keamanan informasi terkait keamanan siber.
Demikian dikatakan Direktur Keamanan Siber dan Sandi Pemerintah Daerah, Hasto Prastowo, S.Kom M.M dalam Rapat Koordinasi Dinas Kominfo NTT, Kamis, 23 Februari 2023.
Berdasarkan hasil pengukuran indeks keamanan Informasi tahun 2022, Kebijakan Manajemen Risiko dengan status diterapkan sebagian, Tim Manajemen Risiko, diterapkan sebagian, Penyusunan Risk Register, diterapkan sebagian, Proses Analisis Risiko sedang dalam perencanaan, Proses Evaluasi Risiko sedang dalam perencanaan dan Alokasi Sumber daya dalam perencanaan.
Baca juga: Rakor Kominfo NTT Hari Kedua, Pemateri Sebut Nilai Pengawasan Kearsipan di NTT Masih Kurang
"Jadi diharapkan nantinya provinsi NTT dapat melakukan pengelolaan risiko terkait keamanan siber secara bertahap di setiap bidang pemerintahannya," kata Hasto.
Beberapa indeks yang dinilai salah satunya adalah Indeks Keamanan Informasi (KAMI) dengan nilai 367 dari maksimal 645, kemudian Cyber Security Maturity dengan nilai 3.11 dari maksimal 5 dan evaluasi persandian dengan nilai 77.48 dari 100.
"Harapannya nanti dapat ditingkatkan dengan kita selalu berkolaborasi dan berkoordinasi bagaimana cara peningkatannya dan melengkapi item - item kontrol yang ada dalam penilaian tersebut," ujar Hasto.
Lanjut dia, berdasarkan hasil laporan Hootsuite dan Wearesocial pengguna internet di Indonesia tahun 2022 mencapai 73.7 persen warga Indonesia.
Namun catatan terkini jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 77 persen.
Baca juga: NTT Memilih, KPU Lembata Sebut Pemilih di Lembata Masih Didominasi Perempuan
"Internet itu penggunaannya meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2023 ini dibandingkan dengan tahun 2022 kemarin itu sekitar 3.85 persen. Kedepan akan lebih tinggi lagi dan itu akan berdampak pada permasalahan - permasalahan yang mungkin akan terjadi di internet," jelasnya.
Dikatakan, tuntutan digitalisasi yang semakin hari semakin tinggi. Sektor pemerintah sesuai amanat dari Presiden Jokowi dituntut untuk menerapkan sistem SPBE dimana layanan pemerintah diperluas dengan memanfaatkan layanan digital.
"Sesuai prinsip regresi linear, semakin besar ketergantungan kita terhadap teknologi, akan menyebabkan semakin besar ancaman keamanan yang kita terima. Jadi otomatis apa yang kita gunakan pasti ada faktor dampak dari pemanfaatan tersebut. Ancaman itu dilihat sebagai potensi risiko," ujarnya.
Masalah kebutuhan digitalisasi dan ancaman keamanan siber diprediksi akan semakin tinggi. Hasto menerangkan, sebanyak 25.7 persen komputer di Indonesia hampir terkena serangan berbasis web sementara sepertiganya menjadi target ancaman lokal.
"Yang terdeteksi dan diblokir sebanyak 9 juta lebih ancaman siber yang dilakukan melalui internet kepada pengguna komputer. Jadi secara keseluruhan pengguna menjadi sasaran ancaman yang ditransmisikan lewat web selama periode tersebut dan ini membuat Indonesia berada di posisi 56 dunia dalam resiko di ruang siber," ungkapnya.
"Sektor pemerintahan daerah menjadi target para penjahat yang melakukan kejahatan siber sehingga tugas kita untuk meningkatkan keamanan siber di sektor pemerintahan daerah ini perlu dianstisipasi sedini mungkin sehingga tujuan untuk menghindari risiko mungkin akan diterima oleh sektor Pemda dan bisa dianstisipasi sebelumnya," lanjutnya.
Baca juga: NTT Memilih, DPC PKB Belu Gelar Uji Kelayakan dan Kepatuhan Bagi Bacaleg
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.