Berita Manggarai Timur

Warga Kampung Sambikoe Manggarai Timur Hidup Dalam Kegelapan, Puluhan Tahun Rindu Penerangan Listrik

program Indonesia Terang yang dicanangkan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi nampaknya tinggal sebuah kenangan bagi warga Kampung Sambikoe.

Penulis: Robert Ropo | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO ISTIMEWA
GUNAKAN LILIN - Warga Sambikoe hanya memanfaatkan lilin dan pelita untuk penerangan malam. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo

POS-KUPANG.COM, BORONG - Warga Kampung Sambikoe, Kelurahan Watu Nggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merindukan penerangan dari listrik PLN

Hal ini disampaikan oleh Pater Yoseph Ferdinandus Melo, CMF mewakili warga Kampung Sambikoe kepada POS-KUPANG.COM, Senin 23 Januari 2023.

Pater Yoseph mengatakan, program Indonesia Terang yang dicanangkan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Ir H Joko Widodo atau Jokowi nampaknya tinggal sebuah kenangan bagi warga Kampung Sambikoe

Betapa tidak, saat ini sebagian besar wilayah NKRI sudah menikmati penerangan listrik siang dan malam dengan beberapa kegunaan lain dari energi listrik yang membangkitkan sekaligus memberdayakan hidup masyarakat. Namun, Kampung Sambikoe, kampung kecil di ujung timur, Manggarai Timur, saat malam tiba, tetap tinggal dan hidup dalam gelap-gulita.

Pater Yoseph, mengatakan, mirisnya, keadaan tersebut telah berlangsung puluhan tahun sejak kampung ini dibentuk pada tahun 1958 hingga Indonesia merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-77 tahun. Untuk menerangi malam hari, warga hanya bermodalkan lampu pelita dari kaleng-kaleng alumunium bekas dan sumbuh kapas serta minyak tanah.

Dikatakan Pater Yoseph, berbagai upaya telah dilakukan oleh warga kampung untuk menyalurkan dan menyampaikan aspirasi serta kerinduan mereka kepada pemerintah untuk pengadaan listrik ke kampung yang hanya berjarak empat kilometer dari pusat kecamatan dan kelurahan atau yang hanya ditempuh selama tujuh sampai sepuluh menit dengan menggunakan jasa ojek sepeda motor, meskipun dengan kondisi jalan yang juga memprihatinkan. 

Baca juga: Menikmati Indahnya Pantai Berbatu Liang Bala Manggarai Timur

"Namun usaha-usaha tersebut tak pernah membuahkan hasil. Kerinduan akhirnya berujung kerinduan, warga Sambikoe tetap tinggal dalam gulita, bertemankan pelita.
Tentu tak seorangpun menginginkan keadaan kelam ini berlangsung terus," ungkap Pater Yoseph. 

Pater Yoseph, mengatakan, seluruh warga kampung meyakini masih ada asa, untuk sekadar mencari arah dan corong untuk bersuara, sebelum kegelapan yang sesungguhnya memanggil kita semua untuk pulang. Karena itu, permohonan pengadaan listrik (penerangan) di Kampung Sambikoe ini, sesungguhnya lahir dari, sekaligus membahasakan kerinduan terdalam dari hati seluruh warga kampung Sambikoe setelah sekian puluhan tahun belum pernah menikmati indahnya penerangan listrik PLN dan indahnya melihat geliat hidup warga kampung memanfaatkan energi listrik yang bisa ikut menopang kehidupan ekonomi mereka. 

"Sebegitu dilupakan dan ditinggalkankah Sambikoe dari program 'Indonesia Terang?'. Mari kita sejenak menengok kampung Sambikoe lebih dekat," Ungkap Pater Yoseph. 

Pater Yoseph juga menuturkan, Selayang Pandang Kampung Sambikoe dimana secara etimologis 'Sambikoe' terdiri atas dua suku kata. Dari kata 'kesambi' atau 'kosambi' (Schleichera oleosa), sejenis pohon yang tingginya hingga 40 m, biasanya berbatang bengkok dan bermata kayu, kayunya padat, keras dan bermutu tinggi, digunakan untuk membuat perabot rumah, gerobak, dan sebagainya serta digunakan sebagai bahan bakar yang baik (KBBI – Pusat Bahasa, 2011). 

Baca juga: Pemilu 2024, Animo Pendaftaran Caleg di PKB Manggarai Timur Hingga Overload

Dan suku kata kedua 'koe' (dalam Bahasa Mbaen-Kolor), merupakan bentuk adjektiva, yang berarti 'kecil' dengan demikian, 'Sambikoe' berarti pohon kesambi atau kosambi yang kecil. 

Menurut Pater Yoseph, mungkin karena karakter bawaan dari namanya yang kecil tersebut sehingga tidak pernah menjadi bahan perhatian dan pertimbangan banyak orang atau malah dilupakan sama sekali. Tetapi sesungguh dari kampung Sambikoe yang kecil itu, telah lahir banyak orang cerdas dan bermutu tinggi, seperti kualitas pohon kosambi yang diuraikan di atas.

Kampung Sambikoe, secara teritorial-administratif berada di ujung timur Kabupaten Manggarai Timur. Sejak kurang lebih Desember 2012, saat Desa Watu Nggene diangkat status administratifnya menjadi Kelurahan Watu Nggene, kampung Sambikoe ikut masuk dalam peta wilayah kelurahan. 

"Berharap, ikut dihitungnya kampung ini dalam peta wilayah kelurahan, akan mengubah getir dan kalutnya narasi hidup orang-orang Sambikoe, tetapi toh hingga kini warga hanya ikut 'bangga' menetap di wilayah kelurahan, tapi ironisnya, tanpa penerangan, dengan kondisi jalan yang juga parah,"ungkapnya.

Pater Yoseph juga menerangkan, menurut data terakhir, 6 Januari 2023, ada 85 Kepala Keluarga yang mendiami kampung Sambikoe. Sebagian besar warga kampung ini berprofesi sebagai petani, yang menggantungkan seluruh harapan hidup mereka pada pengolahan ladang dan sawah.

Meskipun hampir sebagian besar warga adalah para petani sederhana yang sehari-hari hanya mengurus kebun dan sawah, tetapi toh orangtua di kampung ini mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi, bahkan hingga jenjang strata-3 dan beberapa menjadi imam-misionaris yang berkarya di Asia, Eropa dan Amerika Latin.

Selain itu ada yang berprofesi sebagai guru dan pegawai serta mengabdi sebagai guru-pegawai teladan. Tidaklah berlebihan kalau anak-anak dari kampung Sambikoe ini adalah anak-anak yang cerdas dan bermutu tinggi seperti karakter pohon kosambi.

Baca juga: Kunjungi SMAN 8 Poco Ranaka Manggarai Timur, Kadis P dan K NTT Janjikan Penuhi Sarpras Hingga PIP

Secara sosio-religius orang-orang Sambikoe memiliki hospitalitas yang tinggi dan perasaan religiositas yang dalam serta dedikasi yang murah hati. Hal itu terbukti dengan beberapa peran sosio-religius dalam tata hidup bersama banyak dipercayakan kepada orang-orang dari kampung Sambikoe. Selain itu, benih-benih panggilan dan buah dari anugerah panggilan khusus tersebut juga muncul dari kampung, yang sudah sekian puluhan tahun hidup-mati hanya dengan lampu pelita. 

Akan tetapi apakah narasi kelam tersebut ingin diteruskan di era yang semakin modern ini dengan sistem belajar daring, merdeka belajar, dan pelbagai tampilan geliat dunia modern, sementara warga kampung ini belum merdeka dari dan keluar dari tubir kegelapan? Tentu tidak. Semua warga kampung Sambikoe sepakat dan merindukan kehadiran penerangan.

Sambikoe Terang, kerinduan dan doa yang tak berujung. Satu kerinduan terdalam yang ada di lubuk hati warga Sambikoe saat ini adalah adanya jaringan PLN yang menerangi rumah-rumah warga. 

Tentu jika pertanyaan dilontarkan kepada warga Sambikoe, apa yang paling mereka butuhkan saat ini, semua pasti akan sepakat menjawab, 'kami membutuhkan penerangan' seperti layaknya tempat atau kampung-kampung lain, apalagi dalam status administratifnya sebagai bagian dari wilayah kelurahan. Sambikoe terang, itulah harapan dan impian seluruh warga kampung Sambikoe. 

Warga kampung rindu melihat tiang-tiang dan aliran listrik mulai menerangi rumah-rumah mereka. Anak-anak usia sekolah rindu belajar membidik dan menyiapkan masa depan mereka, di bawah penerangan listrik yang baik. Keluarga-keluarga rindu membangun kebersamaan sambil mengikuti gerak dan perkembangan dunia luar melalui layar kaca, yang hanya bisa dimiliki serta difungsikan jika memiliki aliran listrik. 

Tentu mereka masih bisa melitanikan kegunaan dan bahagianya memiliki jaringan penerangan listrik di kampung ini.

Baca juga: Edigy Djaya Global dan Global With Us Jepang MoU dengan Pemkab Manggarai Timur 

Kerinduan tersebut akhirnya menjadi doa yang tak kunjung putus. Doa yang lahir dari dan didaraskan dalam kegetiran bathin, menyatu dalam jerih-lelah sebagai orang-orang kecil dari pagi hingga petang dari bulan yang satu ke bulan berikutnya, dari tahun yang satu ke tahun yang lain. 

"Ada satu yang istimewa dalam larik-larik doa tersebut, yakni kekuatan doa dan harapan bersama dengan ujud tunggal, semoga Sambikoe segera terang. Itulah doa dan harapan kami," Ujar Pater Yoseph. 

Dikatakan Pater Yoseph, menuju kampung, meretas impian bersama di ujung doa dan kerinduan masyarakat Sambikoe, mereka menitipkan salam semoga program Indonesia Terang, Desa Terang atau frasa apapun pemerintah menyebutnya ikut dinikmati juga oleh warga kampung Sambikoe. Agar cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, paling kurang gemanya terdengar hingga di ujung kampung Sambikoe.

"Di akhir narasi ini, bersama seluruh warga Sambikoe kami memberi apresiasi yang setinggi-tingginya, jika pemerintah dan pihak-pihak yang terkait serta berwewenang berkenan mendengarkan keluh-kesah, doa dan permohonan kami ini. Semoga di tahun 2023 ini Sambikoe menjadi kampung terang. Tentu Sambikoe dan orang-orang Sambikoe akan menjadi lebih berkualitas, sebagaimana kualitas pohon kosambi, karena dipacu dengan jaringan penerangan listrik yang memadai dan ikut memberdayakan kehidupan warga kampung,"tutupnya.

Sementara itu, Marselus Marring, Penanggungjawab Kantor Jaga Aimere, Inerie dan Kotakomba, ketika dikonfirmasi POS-KUPANG.COM, mengatakan, petugas PLN sudah melakukan survey di Kampung Sambikoe untuk pemasangan jaringan. 

"Dari pihak PLN ULP Bajawa sudah melakukan survey. Tinggal menunggu,"ujar Marselus singkat. (rob) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved