Berita Nasional
Keluar dari Penjara, Romy Jadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Romy kembali bergabung ke PPP.
Nama Romy kemudian juga sempat menuai kontroversi lantaran terseret kasus korupsi pada tahun 2019 lalu. Ia terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi karena terlibat kasus suap jual beli jabatan di Kemenag. Romy diduga menerima Rp 250 juta yang kemudian dikembalikan.
Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Romy. Ia dinilai terbukti menerima suap bersama eks Menag Lukman Hakim terkait pengisian dua jabatan di Kemenag. Namun, banding yang diajukannya dikabulkan hakim.
Ia bebas dari bui pada Rabu (29/4/2020) setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong masa hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara dalam kasus tersebut. KPK mengajukan kasasi tapi ditolak, sehingga Romy tetap bebas dari penjara karena masa tahanannya sudah habis.
Setelah bebas, Romy dapat kembali berpolitik karena majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta saat itu menolak tuntutan JPU KPK untuk mencabut hak Romy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun usai menjalani pidana.
Baca juga: Mardiono Jadi Plt Ketua Umum PPP, Siap Mundur dari Watimpres
Soal kembali aktifnya Romy ke partai, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyebut masalah hukum Romy sudah selesai.
“Saya melihatnya [Romy aktif kembali di PPP] hal yang wajar saja karena secara hukum tidak ada halangannya. Beliau sudah menjalani vonis hakim dengan baik, bagi kami masalah itu sudah tutup buku,” kata Arsul saat dimintai tanggapan, Rabu (2/2).
Terkait kembalinya Romy ke dunia politik dan menjadi pengurus PPP, mantan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberikan tanggapan singkat.
"Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah," seloroh Laode yang merupakan salah satu eks pimpinan KPK yang menersangkakan Romahurmuziy pada 2019 silam.
Sementara KPK sendiri mengaku menghormati setiap hak para mantan terpidana korupsi, dalam hal ini juga Romahurmuziy.
"KPK pada prinsipnya menghormati hak setiap mantan narapidana korupsi sebagai WNI dalam berserikat, berkumpul, dan beraktivitas dalam lingkungannya masing-masing, termasuk kegiatan politik, sepanjang memang tidak dibatasi oleh putusan pengadilan terkait pencabutan hak politik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (2/1).
"Tentu aktivitas tersebut setelah para pihak menyelesaikan masa hukumannya," imbuhnya.
Ali mengatakan, hukuman bagi para narapidana sepatutnya tidak hanya dimaknai sebagai hukuman untuk memberi efek jera, tapi juga sebagai pembelajaran bagi dirinya dan juga masyarakat agar tidak kembali terjerat tindak pidana korupsi.
Pihaknya berharap, para mantan narapidana korupsi dapat menyampaikan pesan kepada lingkungannya bahwa efek jera dari penegakkan hukum tindak pidana korupsi itu nyata, yang tidak hanya berimbas pada diri pelakunya, tapi juga terhadap keluarga dan lingkungannya.
"Hal ini patut menjadi pembelajaran kita bersama. Terlebih salah satu pelaku korupsi terbanyak yang ditangani KPK adalah produk dari proses politik. Baik yang berkiprah pada ranah eksekutif maupun legislatif," kata Ali. (tribun network/mam/ham/dod)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.