FISIP Corner Undana Kupas Potensi Resesi dan Kesiapan Bisnis Lokal Hadapi Resesi 2023
Bank Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi NTT pada 2023 akan tetap kuat pada kisaran 4,31 sampai dengan 5,11 persen dan akan meningkat pada 2024
Berbicara International Monetary Fund (IMF) Pada 1998 ekonomi Indonesia ambruk hingga digulingnya presiden Soeharto. Bahkan ada yang mengatakan hal ini adalah bagian teori konspirasi global bahwa pada 2023 akan terjadi krisis.
"Mau percaya atau tidak, itu tergantung keyakinan kita sendiri,"tegasnya.
Menurutnya mungkin akan terjadi krisis namun tidak gelap seperti yang diprediksi dan akan sukses mengatasinya karena Indonesia berhasil mengatasi pandemi Covid-19 dibanding negara lain yang sudah bangkrut.
Seperti diketahui, Rusia dan Ukraina adalah pemasok pangan terbesar di dunia, sehingga keterlambatan karena perang ini membuat harga pangan meningkat.
Kemudian Amerika Serikat sendiri tren menaikkan suku bunga cadangan artinya banyak dana mengalir ke Amerika Serikat mengakibatkan inflasi hingga daya beli masyarakat. Lanjutnya, krisis tidka akan selesai jika perang tidak berakhir.
Kemudian perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok dengan munculnya isu anti kebijakan ekonomi Tiongkok dengan jumlah penduduk yang besar tetapi ekonominya meningkat tajam.
Uniknya, Tiongkok memiliki perbedaan dengan negara lain yakni menjual teknologi tetapi juga terlibat dalam pengelolaannya.
Melihat ini, bagaimana kesiapan Pemda mengatasi krisis atau bagaimana ekonomi lokal bisa dikembangkan tanpa terdampak krisis.
Pertama, Fokus pada produksi sektor riil. Ekonomi NTT bergerak dari pertanian. Sehingga untuk mengatasi ini dengan memproduksi pertanian ditingkatkan.
Tentunya ada kendala dari segi kenaikan pupuk, obat-obatan, bibit dan sebagainya tetapi produksi itu dikhususkan untuk konsumsi sendiri, tidka untuk dipasarkan. Pemerintah juga harus menggerakkan segala kebijakkannya.
"Jadi kebutuhan pangan masyarakat itu tetap terjamin,"ungkapnya.
Kedua, genjot belanja APBD karena ekonomi di NTT karena APBD yang hingga pada Desember 2022 daya serapnya sebesar 70-an persen.
"Ini kan sangat disayangkan. Pemda di NTT lebih senang uangnya disimpan di Bank atau silvanya besar supaya tahun depan bisa digunakan sesuka hatinya. Itu bukti politik APBD itu di situ," jelasnya.
Sebenarnya, menurutnya harusnya APBD segera dicairkan supaya bisa menggerakkan ekonomi di daerah NTT dan jangan disimpan di Bank.
Kemudian yang ketiga adalah menciptakan momentum seperti melaksanakan event-event supaya orang tertarik datang ke NTT yang akan membangkitkan usaha wisata, perhotelan dan usaha-usaha mikro lainnya.
Sehingga menimbulkan efek domino bagi masyarakat. Sehingga keluar dari kantong pemerintah dan masuk lagi ke kantong Pemerintah tetapi mausk kantong pemerintah.
Contohnya Pesparani yang diselenggarakan pemerintah provinsi dianggarkan sebesar Rp 7 miliar, 3 miliar APBD dan 4 miliar APBN. Terkonfirmasi sebesar Rp 70 miliar pemasukan dari ajang Pesparani Nasional II di Kupang Oktober lalu.
"Sepuluh kali lipat dari pengeluaran panitia. Rp 7 miliar pengeluarannya tetapi pemasukannya ke NTT Rp 70 miliar. Siapa yang dapat tu? Paling banyak adalah kuliner yang ada di kota Kupang," terangnya.
Momentum-momentum ini menarik orang supaya membelanjakan uang ke daerah. Selama uang berputar di daerah ekonomi masyarakat kecil dan UMKM akan digerakkan sehingga ekonomi masyarakat tetap terjaga dan tumbuh.(dhe)