Opini

Opini : Pemilu 2024 dan Potensi Asymmetric Warfare

Pada 2024 mendatang, digelar Pemilu Serentak. Pasca-reformasi, Pemilu di Indonesia selalu diwarnai aneka dinamika.

Editor: Alfons Nedabang
DOK.TRIBUN
Ilustrasi Pemilu. Pada tahun 2024, digelar Pemilu Serentak. 

Perjalanan menuju 2024 tak bisa dilepaspisahkan dari bahaya-bahaya yang muncul akibat perang teknologi. Kasus Hacker Bjorka yang paling hangat, tak boleh dipandang sebelah mata. Pencurian data, manipulasi, dan manuver-manuver destruktif harus diatasi sehingga tidak berdampak pada terganggunya persiapan juga pelaksanaan Pemilu 2024 nanti.

Saya menawarkan cara pandang baru terhadap persiapan maupun pelaksanaan Pemilu 2024 nanti. Pemilu 2024 tidak hanya diidentikkan dengan Pesta Demokrasi siklis yang berputar normal tiap lima tahun sekali semata, tetapi mesti lebih luas dan strategis, yakni dipahami dalam konteks Asymmetric Warfare.

Potensi Perang Asimetris sebagai model perang yang tidak konvensional, dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, spektrumnya sangat luas, dan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya memiliki kekuatan yang tidak seimbang, mesti diantisipasi sedini mungkin.

Ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mana Pemilu diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL) setiap lima tahun juga menarik untuk diselisik. Asymmetric Warfare potensial masuk dan mengganggu persis pada asas “bebas” dan “adil”.

Baca juga: Opini : Beragama yang Baik dan Benar

Kedaulatan tak cukup dimengerti dalam kaitannya dengan wilayah, tetapi mesti lebih luas misalkan dalam penyelenggaraan Undang-Undang Dasar 1945, dalam hal ini terkait Pemilu.

Kebebasan dan keadilan mesti menjadi suasana, di dalamnya bangsa Indonesia menghadapi Pemilu 2024 sebagai perayaan bersama, momentum yang lewatnya, nasib bangsa dan negara selanjutnya kembali ditentukan.

Langkah apa yang dapat dibuat agar potensi Asymmetric Warfare dapat dicegah dalam persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2024? Mengingat Asymmetric Warfare bukanlah kenyataan baru tetapi tentu saja belum cukup familiar dalam perbincangan publik kita, peran institusi akademis sangat diharapkan.

Universitas Pertahanan Republik Indonesia sebagai institusi akademis dimaksud, misalnya, mesti ambil bagian dalam mengantisipasi dan mencegahnya.

Kajian-kajian strategis lewat analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) mendesak untuk dilakukan. Rekomendasi-rekomendasi kepada pihak-pihak yang berwenang menyelenggarakan dan terlibat dalam Pemilu 2024 perlu dihasilkan dalam rangka Pertahanan dan Keamanan secara lebih luas dan substansial.

Edukasi dan sosialisasi terkait potensi Asymmetric Warfare dalam Pemilu 2024, mesti mulai dan terus dijalankan. Beberapa agenda konkret dapat dilaksanakan misalnya melalui seminar, focus group discussion, pemberitaan media massa, maupun melakukan kampanye positif-antisipatif lainnya melalui platform media sosial yang ada.

Potensi bahaya Low Intensity Conflict, Political Warfare and Politics Asymmetric, Information Warfare, dan Technology Warfare dalam konteks Pemilu 2024, ada di depan mata. Diam, tentu bukanlah sikap moral dan ekspresi Bela Negara yang bijak. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved