Timor Leste

Gus Dur Tak Pernah Dilupakan Rakyat Timor Leste, Pernyataannya Bikin Luluh Satu Negara

Nama Presiden Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur masih menjadi bahan pergunjingan publik Timor Leste. Namanya selalu disebut oleh warga.

Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM
MINTA MAAF - Presiden Gus Dur meminta maaf kepada Timor Leste atas tindakan kejam Indonesia usai jajak pendapat yang memperlihatkan hasil, Timor Leste pilih merdeka ketimbang menjadi bagian dari Indonesia. Hingga kini permintaan maaf itu tak pernah dilupakan oleh para pejabat dan publik di negara itu. 

Hasil jajak pendapat itulah yang membuat marah para loyalis Indonesia. Mereka mengamuk secara membabibuta dan memantik pembumihangusan negara tersebut.

Dalam kejadian tersebut, sekitar setengah juta orang mengungsi, setengah melarikan diri dari negara itu dan antara 1.400 dan 2.000 orang tewas mengenaskan.

Sesuai data yang direkap masa itu, sebanyak 70 bangunan hancur saat Misi PBB di Timor Timur (UNAMET), 1.300 staf lokal, jurnalis dan pekerja LSM dievakuasi ke Darwin.

Klan dan suku bersatu dibawah pemimpin perlawanan karismatik Xanana Gusmao dan perang gerilya tingkat rendah berlangsung sampai Soeharto lengser dari kursi Presiden Indonesia.

Baca juga: Cak Imin Di Mata Keluarga Gus Dur: Dulunya Pegang Tas Bapak Lalu Nendang Bapa Hingga Lupa Minta Maaf

Dalam jajak pendapat saat itu, lebih dari 78 persen warga Timor Leste memilih merdeka. Jumlah itu sangat besar dibanding jumlah loyalis pro-Jakarta yang memilih Timor Timur tetap dengan Indonesia.

Lantaran kalah saat jajak pendapat, Eurico Guterres sebagai salah satu ketua milisi menyerukan pembantaian terhadap siapa pun yang mendukung Gusmao dan separatisnya.

Pria, wanita dan anak-anak ditembak, dibantai dengan pedang, diperkosa dan disiksa. Lebih dari seratus wartawan juga dievakuasi.

Di antara mereka adalah koresponden Fairfax, Lindsay Murdoch.

"Selama empat dekade berkarir dengan The Age, saya bergabung dengan Marinir AS selama perang Irak 2003 dan meliput banyak pemberontakan, kudeta, dan konflik, tapi saya tidak pernah merasa takut seperti yang saya rasakan di Timor Timur," katanya.

Saat itu, lanjut dia ancaman, serangan, dan tindakan intimidasi jelas ditujukan untuk memaksa personel PBB, pekerja bantuan, jurnalis, dan orang asing lainnya keluar dari Timor Leste.

Mungkin yang terburuk dari pembantaian terjadi di luar rumah Pastor Rafael dos Santos, pastor paroki di Liquica.

Sekitar 2.000 orang mengungsi dan menjadi sasaran milisi Besi Merah Putih Gutteres.

Didukung oleh tentara Indonesia yang menembakkan gas air mata, milisi Gutteres pun turun dengan pedang terhunus.

Baca juga: MENGEJUTKAN, Mahfud MD Nyanyikan Lagu Husnul Khotimah Bersama Presiden Gus Dur Saat Momen Isra Miraj

"Motif mereka: untuk membunuh, memperkosa dan mencuri, dan menutup mata orang asing. Rencananya berhasil: cepat atau lambat kita semua melarikan diri," kata Murdoch.

Dia mencatat, pembunuhan dan kehancuran di Timor Leste merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved