KKB Papua

Majelis Rakyat Papua Lapor PBB Soal HAM dan Otonomi Khusus, Simak Isi Pidato Lengkap Timotius Murib

Ketua Majelis Rakyat Papua ( MRP ) Timotius Murib mendatangi Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB ) di Jenewa Swiss, Selasa 8 November 2022.

Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
TANGKAPAN LAYAR
Ketua Majelis Rakyat Papua ( MRP ) Timotius Murib saat berada di Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB ) di Jenewa Swiss, Selasa 8 November 2022. Dia mengikuti pertemuan Universal Periodic Review ( UPR ).  

59 tahun lalu 1 Mei 1963, Indonesia mengambil alih Papua dari PBB sebelum itu orang asli Papua berharap dapat hidup bermartabat. Sejak tanggal itu, kehidupan orang Papua telah ditandai dengan kekerasan, pelanggaran HAM, marginalisasi dan diskriminasi.

Akibatnya orang Papua sangat kecewa dengan pemerintah Indonesia, secara terus menerus menyerukan ketidaksetujuan mereka. Namun pemerintah sering menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk membungkam protes-protes yang dibuat oleh orang Papua.

Kejatuhan Presiden Soeharto membuahkan Otonomi Khusus untuk Papua. Dalam 20 tahun implementasi Otonomi Khusus, penduduk orang asli Papua masih banyak hidup dalam ketakutan dan teror yang konstan.

Hampir ratusan orang telah dianggap diintimidasi, diteror disiksa dan dibunuh oleh aparat keamanan negara di beberapa daerah di Papua.

Akhir-akhir ini kita mengetahui bersama situasi kemanusian dan pelanggaran HAM, mengingat khusus di Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegungunan Bintang dan Kabupaten Ndugama.

Baca juga: Raki Ap Aktivis Komunitas Papua di Belanda Seru PBB Kunjungi Papua Barat

Pengungsian internal warga sejak tahun 2018 hingga November 2022, Majelis Rakyat Papua mencatat telah terjadi pengungsian internal warga asal beberapa kabupaten yang mengalami konflik bersenjata antara TNI Polri dan TPNPB Organisasi Papua Merdeka, seperti di Distrik Kwirok, Pegunungan Bintang, Ndugama, Intan Jaya dan Kabupaten Puncak.

Sangat terlihat jelas di sini bahwa budaya impunitas terpelihara dengan baik di tanah Papua. Situasi kekerasan HAM terus terjadi, terakhir beberapa bulan lalu terjadi mutilasi pembunuhan terhadap 4 warga sipil oleh aparat keamanan Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua.

Hal ini tidak memperlihatkan itikad baik oleh negara Indonesia dalam merespon pernyataan dari Kantor Komnas HAM PBB tahun 2018-2019, yang mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan penyiksaan dan hukuman mati untuk penyelidikan semua kejahatan yang dilakukan dan untuk memastikan akses orang Papua terhadap hak atas pendidikan, kesejahteraan, makanan dan perolehan gizi bagi orang Papua.

2. Otonomi Khusus

Dalam tahun-tahun terakhir, ada dua masalah serius terkait kegagalan penerapan Otonomi Khusus bagi Papua.

Pertama, terkait dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang Undang Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

Kedua, permasalah yang terkait dengan rencana pemekaran provinsi menjadi provinsi-provinsi dan daerah otonomi baru.

Untuk yang pertama, kami menyelesaikan proses perubahan Undang Undang yang tidak melalui usulan dari rakyat Papua, tidak melalui MRP dan DPRP sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 77 Undang undang Otonomi Khusus.

Substansinya banyak merugian hak-hak orang asli Papua sehingga kami MRP Provinsi Papua dan Papua Barat telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Pada Pasal 77 sangat penting agar terjadi konsultasi dan partisipasi yang bermakna dari masyarakat Papua. Sesuai amanat Bapak Presiden (Joko Widodo, red) dalam rapat terbatas Kabinet tanggal 11 maret 2020 yang mengajak semua pihak termasuk orang asli Papua untuk mengevaluasi Otonomi khusus.

Baca juga: KKB Papua - TPNPB Kodap VI Deiyai Tolak Dialog Jakarta - Papua Inisiasi Komnas HAM

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved