Berita NTT
DPRD NTT Soroti SE Mentan RI Tentang PMK, Menyulitkan Pengusaha Ternak di NTT
Surat Edaran (SE) tersebut dinilai menyulitkan pengusaha ternak di NTT dan akhirnya mengambil jalur pintas untuk mengantarpulaukan ternak
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM ,Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM,KUPANG - Anggota DPRD NTT, Pata Vinsensius menyoroti Surat Edaran (SE) No 01/SE/PK - 300/M/5/2022 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak.
Surat Edaran (SE) tersebut dinilai menyulitkan pengusaha ternak di NTT dan akhirnya mengambil jalur pintas untuk mengantarpulaukan ternak.
Hal ini diutarakan Pata Vinsensius kepada Pos Kupang ketika ditemui di Gedung DPRD NTT, Jumat 11 November 2022.
Menurut Vinsensius, dirinya sudah menyampaikan hal itu secara resmi pada rapat paripurna DPRD NTT, Selasa 8 November 2022 malam.
Dimana dirinya sangat mendukung upaya pencegahan dan pengendalian PMK pada ternak.
Baca juga: Kawasan Perbatasan Negara Rawan Masuknya Virus PMK
"Saya sangat mendukung penuh upaya pemerintah untuk memutuskan mata rantai penularan PMK pada ternak. Tapi penerapannya mesti ada klasifikasi daerah yang zona hijau dan zona merah," kata Vinsensius.
Dia menjelaskan, SE itu dinilai memberatkan pengusaha ternak di NTT.
Politisi PDIP ini memberi contoh, ada ternak yang hendak dikirim keluar dari Kabupaten Manggarai. Ternak ini dibawa ke Aimere, kemudian diambil sampel dan dikirim dari Aimere ke Ende. Dari Ende sampel dikirim ke Surabaya.
"Kondisi ini membuat pengusaha ternak mengalami kesulitan, karena harus menunggu hasil pemeriksaan sampel yang dikirim ke Surabaya. Bayangkan, satu sampel harus dibawa dari Manggarai, kemudian Aimere, Ende dan Surabaya. Ini tidak menguntungkan daerah karena biaya pemeriksaan itu diterima di daerah lain," katanya.
Dia mengatakan, apa yang terjadi ibarat korupsi berjemaah, karena pungutan diambil beberapa kali dan tidak menguntungkan daerah, sehingga SE Mentan tersebut perlu ditinjau lagi.
Baca juga: Virus PMK Ancam NTT, Butuh Kolaborasi Pemerintah Daerah dan Tenaga Profesional Tangani PMK
"Ternak yang ada milik masyarakat NTT, tapi yang mendapat keuntungan adalah pihak lain. Kebijakan ini tidak memihak bagi daerah dan menyebabkan pengusaha ternak mengalami kesulitan," katanya.
Vinsensius yang juga sebagai Anggota Komisi IV DPRD NTT ini menilai birokrasi yang terjadi itu berbelit-belit.
Lebih lanjut dikatakan, kondisi yang dialami itu membuat para pengusaha ternak selalu mengeluh, sehingga tidak jarang para pengusaha harus mencari jalur lain agar ternak mereka tidak tertahan lama, akibat panjangnya birokrasi.
Menurut Vinsensius, informasi yang diperoleh dari Dinas Peternakan bahwa pemerintah daerah enggan mengeluarkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), karena walaupun mengantongi SKKH tetap ditahan petugas karantina.