Berita Lembata
Ketua DPRD Lembata Ceritakan Pengalaman Sebagai TKI Ilegal: Emas Juga Ada di Tanah Sendiri
Petrus Gero merantau ke Malaysia pada tahun 1990, usai lulus dari bangku SMA. Dia pergi tanpa dokumen resmi karena kebutuhan ekonomi
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG,COM, RICKO WAWO
POS-KUPANG,COM, LEWOLEBA - Ketua DPRD Lembata Petrus Gero punya pengalaman sebagai tenaga kerja Indonesia ( TKI ) non prosedural di Malaysia. Hal ini pun dia ceritakan saat menghadiri Seminar Pelatihan Jurnalistik Bagi Para Pengelola Media SMA-SMK di Lewoleba, di Aula SMP Don Bosko Lewoleba, Jumat, 4 November 2022.
Petrus Gero merantau ke Malaysia pada tahun 1990, usai lulus dari bangku SMA. Dia pergi tanpa dokumen resmi karena kebutuhan ekonomi yang mendesak kala itu.
Di hadapan para peserta perwakilan siswa SMA di Kabupaten Lembata, Politisi Partai Golkar ini mengisahkan bagaimana dia bisa lolos sebagai tenaga kerja secara non prosedural.
Baca juga: Pemkab Lembata Lelang Kendaraan Dinas
"Saya bergumul dengan kehidupan yang keras di sana dengan para pekerja yang punya nasib yang sama," kenangnya.
Tidak mudah bekerja di Negeri Jiran. Petrus yang bekerja di sebuah lahan perkebunan di Malaysia menerima upah sebulan sekali dengan beban kerja sebagai buruh yang tinggi.
Pulang kembali ke tanah Lembata, Petrus Gero tak membawa uang. Dia hanya membawa pulang sepeda dayung dan kamera. Dengan modal dua aset ini, Petrus kemudian membangun bisnis sebagai fotografer sekaligus mendirikan studio foto pertama di Kabupaten Lembata.
"Emas tidak hanya di negeri orang tapi di negeri kita sendiri juga ada emas," ungkap Petrus disambut tepuk tangan hadirin.
Itulah pergumulan hidupnya, kata Petrus, yang tidak boleh dialami lagi oleh anak-anak Lembata saat ini.
Sr. Genobeba Dc. Amaral SSpS, Direktur Yayasan VIVAT Indonesia, mengungkapkan, pelatihan jurnalistik penting dilakukan kepada anak sekolah supaya mereka bisa menyuarakan suara korban perdagangan orang.
Baca juga: Pelabuhan Ferry Waijarang Sudah Jadi Aset Pemda Lembata
Dia menyebut beberapa sebab masyarakat berani pergi sebagai TKI Non Prosedural, seperti, yang paling utama, terhimpit masalah ekonomi dalam keluarga, minimnya lapangan kerja di daerah, kuasa relasi antara perempuan dan anak-anak di NTT, dan hukum Indonesia yang tidak tegas terhadap mafia perdagangan orang.
Salah satu langkah preventif untuk mencegah perdagangan orang, kata Suster Genobeba, adalah sosialisasi terhadap semua pihak termasuk menggelar pelatihan jurnalistik kepada anak-anak sekolah dan penggiat media di sekolah.
Seminar yang digelar di Kota Lewoleba, mengusung tema 'Membangun Kepedulian Siswa/siswi tentang Kasus Perdagangan Orang di NTT dan Media yang Berpihak pada Korban.
Seminar dan pelatihan jurnalistik yang digelar Yayasan Vivat Indonesia ini diikuti para guru dan siswa pengelola media di sekolah-sekolah yang ada di Kota Lewoleba. Kegiatan digelar Jumat-Sabtu (4-5/11/2022). (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS