KKB Papua
KKB Papua - Filep Karma Ditemukan Tewas Mengenaskan, Pakaian Robek Tak Beraturan, Tubuh Penuh Luka
Tokoh berpengaruh KKB Papua, Filep Karma ditemukan tewas mengenaskan di tepi pantai Papua. Pakaiannya robek tak beraturan, tubuhnya penuh luka.
POS-KUPANG.COM - Filep Karma, tokoh berpengaruh di lingkungan Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB Papua ), ditemukan tewas mengenaskan di tepi pantai Papua. Pakaiannya robek tak beraturan, tubuhnya pun penuh luka.
Filep Karma merupakan salah satu aktivis dan tokoh pejuang Papua Merdeka. I ditemukan telah tewas di Pantai Base-G, Distrik Jayapura Utara, Senin 1 November 2022.
Saat ditemukan, tubuh Filep Karma dalam posisi terlentang. Ia mengenakan pakaian selam yang robek tak beraturan dengan tubuh penuh luka. Hingga saat ini belum terungkap sebab musebab kematian sosok yang cukup berpengaruh di lingkungan KKB Papua.
Namun dari luka-luka menganga di sekujur tubuhnya, terungkap fakta bahwa luka-luka itu akibat benturan karang di perairan itu.
Baca juga: KKB Papua - TNI Polri Sweeping Masyarakat, TPNPB-OPM Kodap III Dogiai : Tindakan Brutal
Terbetik kabar bahwa Filep Karma tewas bukan karena insiden baku tembak, bukan pula dibunuh sebagaimana isu yang dihembuskan. Tokoh ini meninggal dunia saat menyelam.
Sosok ini bernama lengkap Filep Jacob Semuel Karma. Sepak terjangnya menimbulkan kemarahan publik. Pasalnya, pada 1 Desember 2004, ia turut mengibarkan Bendera Bintang Kejora di Papua.
Atas tindakannya tersebut, Filep Karman pun dituduh melakukan tindakan makar sehingga dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

Berjuang Tanpa Kekerasan
Filep Karma, lahir di Biak pada 14 Agustus 1959. ia berasal dari keluarga terpandang di daerah bergolak, Papua.
Ayahnya, Andreas Karma, menjadi Wakil Bupati Jayapura pada 1968 hingga 1971, dan menjabat Bupati Wamena pada 1970-an serta Bupati Serui pada 1980-an.
Filep menamatkan sekolah menengah di Jayapura pada 1979 dan kemudian melanjutkan kuliah ilmu politik di Universitas Sebelas Maret di Surakarta, Jawa Tengah.
Dia lulus pada 1987 dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Pendidikan dan Pelatihan Jayapura.
Pada 1997, Filep mendapatkan beasiswa untuk kuliah selama setahun di Asian Institute of Management, Manila, Filipina.
Memori tentang kekejaman militer Indonesia di tanah kelahirannya, ditambah pendidikan yang didapatkan, membuat Filep tergerak untuk menyuarakan kemerdekaan Papua sepulang dari Manila pada 1998.
Dalam perjuangannya menyuarakan kemerdekaan Papua, Filep Karma memilih menggunakan cara-cara damai dan tanpa kekerasan.
Baca juga: KKB Papua - TPNPB Kodap VI Deiyai Tolak Dialog Jakarta - Papua Inisiasi Komnas HAM
Dalam buku Seakan Kitorang Setengah Binatang (2014), Filep menulis bahwa Manila telah mengubah konsep perjuangannya.
Awalnya Filep berpikir harus bergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperjuangkan cita-citanya, atau masuk ke hutan dan memanggul senjata.
"Tapi ternyata tidak harus demikian. Gerakan bersenjata memang salah satu sisi perjuangan tapi ada sisi lain juga berjuang dengan damai, tidak harus membunuh, tidak harus menembak orang," tulis Filep, dikutip dari laman Kompas.com, Selasa 1 November 2022.
Filep meyakini kemerdekaan Papua dapat diperjuangkan dengan damai di tengah-tengah komunitas tanpa perlu bersembunyi di dalam hutan.
Baginya, menuntut hak harus dilakukan tanpa menindas hak orang lain.
"Kitorang menuntut hak tanpa menindas hak orang lain, tapi kitorang punya kebebasan untuk menyampaikan kitorang punya pendapat dan sepantasnya itu didengar oleh pihak lain," tuturnya.
Dari Penjara ke Penjara
Pada Juli 1998, Filep merancang aksi damai di Biak dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora. Aksi damai itu dimulai pada 4 Juli dan berakhir tragis pada 6 Juli 1998.
Human Rights Watch melaporkan, saat itu seorang sersan polisi masuk ke barisan demonstran. Karena dianggap hendak melakukan provokasi, dia dipukul dan beberapa giginya patah.
Insiden ini memicu bentrokan yang kemudian membuat tentara-tentara Indonesia menembaki demonstran.
Menurut laporan, banyak mayat dimuat ke dalam truk dan diduga dibuang ke laut dari dua kapal TNI Angkatan Laut.
Baca juga: KKB Papua - 6000 Warga Maybrat Papua Barat Mengungsi Akibat Aksi Kelompok Kriminal Bersenjata
Dalam bukunya, Filep Karma mengungkapkan dugaannya bahwa ada banyak mayat yang dikubur seadanya di pulau-pulau kecil dekat Biak.
Hingga kini, jumlah korban jiwa dalam Peristiwa Biak Berdarah 1998 belum jelas. Filep serta dua adiknya, Constan dan Sari, ditangkap dan dipenjara.
Saat aparat menyerang para demonstran pada 6 Juli 1998, kaki Filep tertembak peluru karet. Ketika itu, polisi menangkap 150 orang dan hanya 19 orang yang diadili, termasuk Filep Karma. Dia ditahan di kantor polisi Biak dari 6 Juli sampai 3 Oktober 1998.
Pada 25 Januari 1999, Pengadilan Negeri Biak menyatakan Filep bersalah atas tuduhan makar karena memimpin aksi dan pidato.
Pengadilan Biak menjatuhkan hukuman penjara 6,5 tahun, namun Filep mengajukan banding. Dia dipenjara di Biak dan belakangan dipindah ke penjara Abepura.
Dia bebas dari penjara pada 20 November 1999 dan kembali bekerja sebagai pegawai negeri untuk Pemerintahan Provinsi Papua.
Filep kembali dipenjara setelah mengorganisasi sebuah upacara peringatan 1 Desember 2004 —untuk menandakan ulang tahun kedaulatan Papua pada 1 Desember 1961.
Peristiwa ini dihadiri ratusan pelajar dan mahasiswa Papua. Mereka juga menyerukan penolakan terhadap otonomi khusus yang dinilai gagal.
Dia ditangkap lagi, mula-mula ditahan di kantor polisi Jayapura, kemudian diadili di pengadilan negeri Abepura.
Pada 27 Oktober 2005, Pengadilan Negeri Abepura menghukum Filep Karma dengan vonis 15 tahun penjara atas tuduhan makar.
Filep bebas pada 19 November 2015, setelah menjalani masa tahanan selama 11 tahun penjara. Dalam wawancaranya dengan BBC Indonesia seusai bebas, Filep menegaskan tekadnya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Papua secara damai.
Baca juga: KKB Papua - ULMWP Berduka, Mahasiswa Pengibar Bendera Bintang Fajar Meninggal Dunia
“Papua belum merdeka, berarti perjuangan saya belum selesai. Saya akan terus berjuang sampai Papua merdeka," kata Filep.
Dia mengatakan, untuk mewujudkan tekadnya itu ia siap untuk kembali dipenjara.
"Saya bebas dari penjara sekarang ini, sebetulnya saya masih dalam penjara, yaitu penjara besar Indonesia. Artinya saya masih terkurung dalam negara Indonesia dengan aturan-aturannya yang diskriminatif dan rasialis," tuturnya.
Kekejaman di Papua
Dikutip dari artikel tertanggal 16 November 2011 di laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, benturan politik di Papua sudah terjadi sejak lama dan telah meluas. Permasalahan itu menjadi kian kompleks dan sulit dicari akarnya.
Peneliti LIPI (kini Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN) Muridan S Widjojo mengatakan, ada empat masalah yang terjadi di Papua.
Pertama, masalah sejarah dan status politik di mana orang Papua merasa status politiknya belum beres dengan Indonesia.
Kedua, konflik yang tidak terselesaikan sejak digelarnya operasi militer pada 1965. LIPI mencatat ada beberapa daftar kekerasan negara dan pelanggaran HAM yang membuat masyarakat Papua semakin sakit hati terhadap Indonesia.
"Luka kolektif terpendam lama. Dan itu di Papua disosialisasikan melalui di honai-honai, dulu kau punya bapak yang disiksa tentara Indonesia. Itu terus ditanamkan," kata Muridan, dikutip dari pemberitaan Media Indonesia.
"Makanya, anak-anak muda sangat radikal dan anti-Indonesia. Jadi, akar masalah kedua kekerasan negara dan pelanggaran HAM yang tidak pernah dipertanggungjawabkan," tutur dia.
Baca juga: KKB Papua - Berseteru dengan Sebby Sambom, Damianus Magai Yogi Klaim Punya 10 Ribu Pasukan
Ketiga, adanya stigma terhadap orang Papua, kemudian marginalisasi dengan migrasi, pembangunan yang membuat orang papua tersingkir.
Keempat, kegagalan pembangunan pada bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
"Di papua paling gampang menemukan sekolah SD yang enggak jalan. Satu sekolah gurunya satu. Puskesmas kosong. Negara tidak hadir di bagian-bagian orang Papua membutuhkan," ujarnya.
Di sisi lain, kata Muridan, masih ada tembok ketidakpercayaan antara pemerintah dan masyarakat Papua. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS