Opini
Opini : Regsosek Optimisme Program Perlindungan Sosial
Regsosek akan senantiasa dimutakhirkan dan pendataan awal ini menjadi stepping stone untuk basis data tersebut.
Oleh : Leonar Do DaVinci T, SST
Statistisi Pertama BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Sudah sekian lama Indonesia masih berperang untuk mengentaskan kemiskinan, mulai dari penerapan kebijakan jangka panjang, hingga jangka pendek dengan memberikan program-program perlindungan sosial.
Semenjak dunia terkena wabah Covid-19, perekonomian mengalami fluktuasi hebat, akibatnya program perlindungan sosial semakin dibutuhkan. Tidak berhenti sampai di sana, pandemi telah mengubah tatanan sosial masyarakat.
Perilaku hingga interaksi antar masyarakat menjadi sangat terbatas, namun hal ini perlahan-lahan kembali normal setelah berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa dampak pergolakan ekonomi tersebut masih terasa dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Pada tahun 2020, Indonesia mengalami kontraksi (y on y) hingga -2,07 persen (BPS, 2020). Demikian juga di Nusa Tenggara Timur yang mengalami kontraksi (y on y) -0,84 persen (BPS ,2020). Hal ini ditengarai berbagai kondisi yang mengakibatkan roda perekonomian sulit berputar.
Mulai dari kondisi makro, sebagai akibat kemampuan perekonomian global yang lumpuh di berbagai lini, hingga kondisi mikro akibat ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhannya. Isu yang hangat penyebab masalah ini pada waktu pandemi adalah peningkatan jumlah pengangguran akibat putus kerja.
Baca juga: Opini : Memaknai Kembali Sumpah Pemuda
Memang di tahun 2021 dan 2022, Indonesia mulai berbenah. Terbukti dari menurunnya jumlah pengangguran dan kemiskinan pada 2022. Tercatat pada September 2021, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 11.859,34 ribu jiwa, turun menjadi 11.820,06 ribu jiwa pada Maret 2022 (BPS, 2022).
Sementara di Provinsi Nusa Tenggara Timur juga terjadi fenomena yang sama, pada September 2021 jumlah penduduk miskin mencapai 1.146,28 ribu jiwa dan pada Maret 2022 turun menjadi 1.131,62 ribu jiwa. Namun tetap saja angka tersebut masih lebih tinggi dibanding masa sebelum pandemi.
Tidak usah jauh-jauh dari kondisi ekonomi, fenomena sosial di tengah-tengah masyarakat juga turut terdampak. Sebagai gambaran, penelitian yang dilakukan oleh Sonny D. Judiasih dan Elycia F. Salim (Jurnal Veritas et Justitia) yang dilakukan secara yuridis sosiologis, menyimpulkan bahwa angka perceraian meningkat semasa pandemi, dengan temuan bahwa gugatan cerai lebih banyak diajukan oleh isteri di Indonesia.
Fenomena ini juga ternyata ditemukan di berbagai negara, yang disinyalir terjadi semasa pandemi Covid-19. Sebenarnya, faktor penyebab perceraian memang tidak dapat dipukul rata sebagai akibat munculnya pandemi, ada banyak faktor yang bisa menggerakkan keluarga atau pasangan suami-isteri untuk berpisah.
Namun dapat disimpulkan bahwa pandemi mampu mendorong perubahan status seseorang, seperti kondisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, psikologis, dan lain sebagainya.
Baca juga: Opini : Pesparani Nasional II Kupang dan Jejak Inkulturasi Musik Liturgi Gereja Katolik NTT
Selain faktor pasca pandemi, tantangan yang muncul di tahun 2022 dalam masa transisi pemulihan adalah perang Ukraina-Rusia. Imbasnya adalah kenaikan harga komoditi dunia yang juga memicu inflasi di berbagai negara. Baru-baru ini masyarakat juga dikejutkan dengan penarikan subsidi terhadap bahan bakar minyak. Kondisi ini memaksa masyarakat untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.
Kekhawatiran yang muncul adalah ketidakmampuan masyarakat dalam beradaptasi, terutama bagi mereka yang memiliki pendapatan sangat kecil yang tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga komoditas. Peluang peningkatan penduduk miskin pun akan semakin besar.
Reformasi Sistem Perlindungan Sosial
Dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2021 dan 2022, diputuskan tiga hal perlu direformasi yaitu, reformasi sistem kesehatan, reformasi sistem kebencanaan, dan reformasi sistem perlindungan sosial yang menyeluruh bagi seluruh penduduk.
Pemerintah menyadari bahwa sistem perlindungan sosial perlu disiapkan agar kesejahteraan seluruh penduduk dapat terwujud dan sustainable.
Pada dasarnya reformasi sistem perlindungan sosial tersebut diperlukan sebagai perbaikan dari mekanisme pelaksanaan program perlindungan sosial yang selama ini telah berjalan.
Prinsip yang ingin dipenuhi adalah tepat sasaran, tepat waktu, mudah, akuntabel, dan responsif terhadap kondisi bencana, seperti saat pandemi melanda.
Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan suatu basis data yang mencakup seluruh penduduk Indonesia. Memang sebelumnya telah disediakan basis data yang dijadikan sebagai dasar program-program perlindungan sosial oleh pemerintah, hanya saja basis data tersebut masih diperlukan pengembangan yang disesuaikan dengan indikator-indikator terkini, atau lebih dikenal dengan kata “Transformasi”.
Baca juga: Opini : Memperkuat Imunitas Bahasa Daerah
Data-data sosial ekonomi penduduk tersebut ditransformasi menuju Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), yang sebelumnya bersifat sektoral menjadi data yang terintegrasi dan akurat. Hal ini juga untuk mendukung program Presiden dalam mewujudkan Satu Data Indonesia.
Transformasi yang dimaksud meliputi; pertama, cakupan seluruh penduduk Indonesia; kedua, standar dan metodologi yang sama; ketiga, pemutakhiran reguler; keempat, mudah diakses dan kelima dibagipakaikan.
Cukup banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar sasaran tersebut terpenuhi, maka untuk mewujudkan hal tersebut, dilakukanlah kegiatan yang mampu mengakomodir data sosial ekonomi seluruh penduduk Indonesia tidak terkecuali Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan tersebut dinamakan Registrasi Sosial Ekonomi ( Regsosek ). Direncanakan bahwa Regsosek akan senantiasa dimutakhirkan dan pendataan awal ini menjadi stepping stone untuk basis data tersebut.
Regsosek
Kegiatan pendataan awal Regsosek nantinya akan menghasilkan data terpadu, tidak hanya untuk program perlindungan sosial, melainkan juga keseluruhan program yang dibutuhkan masyarakat untuk kebijakan pemerintah yang lebih terarah.
Selain itu, data ini juga dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi pembangunan. Tujuan dari pendataan awal Regsosek adalah untuk menyediakan basis data yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan yang terhubung dengan data induk kependudukan serta basis data lainnya hingga tingkat desa/kelurahan.
Informasi yang dicakup dalam Regsosek ini meliputi: pertama, kondisi sosioekonomi demografis; kedua, kondisi perumahan dan sanitasi air bersih; ketiga, kepemilikan aset; keempat, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus; kelima, Informasi geospasial; keenam, tingkat kesejahteraan; dan ketujuh, informasi sosial ekonomi lainnya.
Regsosek ini juga merupakan perwujudan dari pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2022. Beliau menekankan bahwa program bantuan sosial harus dilanjutkan dengan sinergi yang lebih baik, yang diharapkan menjangkau masyarakat dengan kemampuan ekonomi lemah yang biasanya berada pada kalangan nelayan, petani, buruh, pekerja informal, dan penyandang difabel.
Pelaksanaan pendataan lapangan Regsosek dimulai dari 15 Oktober danberakhir pada 14 November 2022. Kegiatan ini dilaksanakan di seluruh Indonesia, tepatnya 514 kabupaten/kota dengan menargetkan seluruh penduduk yang berada di Indonesia.
Baca juga: Opini : Jangan Menodai Demokrasi
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa wilayah/kondisi khusus, sehingga diperlukan strategi khusus dalam melakukan pendataan. Misalnya saja penduduk yang berlum tercakup pada data administrasi kependudukan, penduduk yang tinggal di kawasan tertentu yang sulit diakses, dan beberapa kondisi khusus lainnya.
Kegiatan ini telah memasuki masa pendataan lapangan. Penduduk akan didatangi oleh Petugas Pendataan Lapangan (PPL) yang telah dilatih sebelumnya sehingga memiliki kompetensi dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
PPL akan diperlengkapi dengan tanda pengenal, surat tugas, serta beberapa dokumen yang harus diisi pada saat pendataan. Tidak dapat dipungkiri bahwa momen pendataan seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk memperoleh keuntungan, maka ditegaskan bahwa PPL atau petugas yang berasal dari Badan Pusat Statistik tidak memungut biaya sepeser pun terkait kegiatan ini.
Masyarakat dipersilahkan mempertanyakan perlengkapan petugas guna mencegah terjadinya penyelewengan. Jika masyarakat menemukan ketidaklaziman saat pendataan, masyarakat dapat dengan segera melapor ke kantor Badan Pusat Statistik (BPS) setempat.
Besar harapan akan kelancaran proses pendataan Regsosek ini. Kegiatan ini tidak akan terlaksana tanpa kerja sama dari masyarakat dan perangkat daerah, secara khusus penduduk di Nusa Tenggara Timur.
Diharapkan masyarakat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya, tidak ditambah-tambah tidak dikurang-kurangi karena pada dasarnya data ini juga untuk hajat hidup masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan perlindungan sosial.
Selain itu data Regsosek juga akan menjembatani koordinasi dan berbagi pakai data lintas lembaga dan lintas daerah untuk memastikan pemakaian data yang konsisten.
Cukup dengan menerima kedatangan petugas sudah sangat membantu kelancaran kegiatan ini. Harapan kita bahwa data ini menggambarkan keadaan yang nyata dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS