Berita NTT

LBH APIK NTT Gelar Workshop Soal UU 12 Tahun 2022

Workshop itu dilaksanakan LBH APIK NTT untuk menyamakan persepsi penerapan Undang-undang nomor 12 tahun 2022

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
WORKSHOP - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan LBH APIK NTT, menggelar workshop undang-undang nomor 12 tahun 2022. Jumat 28 Oktober 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan / LBH APIK NTT, menggelar workshop undang-undang nomor 12 tahun 2022.

Workshop itu dilaksanakan LBH APIK NTT untuk menyamakan persepsi penerapan Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Kegiatan berlangsung di Hotel Neo Aston Kupang, Jumat 28 Oktober 2022.

Charisal Daniel Manu, STH memandu acara workshop itu. Ia menggambarkan tentang UU nomor 12 tahun 2022. Daniel memberi kesempatan kepada para pihak yang hadir untuk memberikan pandangan juga masukan tentang keberadaan UU ini. 

Bregitha N. Usfinit, perwakilan Polresta Kupang Kota, menyampaikan sejak awal UU ini diterbitkan, pihaknya ingin agar ada pelatihan. Ia ingin agar aparat penegak hukum (APH) harus ada kesamaan pandangan dalam menerapkan UU nomor 12 tahun 2022 ini. 

"Untuk penanganan tindak pidana kekerasan seksual, saya sudah menangani perkara empat kali dengan korbannya teman-teman dari penyandang disabilitas. Kalau ada kasus ini kami lebih banyak berkoordinasi dengan teman-teman SLB sehingga ada pendampingan," jelasnya. 

Ia menyebut, berbeda dengan KUHP, UU ini justru lebih bagus terkait dengan pengumpulan bukti-bukti. 

Perwakilan Unit PPA Polda NTT, Nevin Sewta, juga menyampaikan hal yang sama. Pihaknya kesulitan mendapat atau mengumpulkan alat bukti ketika menggunakan ketentuan sebelumnya. 

Ia mengaku kesulitan mendapat bukti ketika menangani kasus. Apalagi, kasus itu berada di pusaran keluaraga. Sisi lain, korban yang merupakan disabilitas juga menjadi kesulitan tersendiri. APH harus membutuhkan dampingan dari SLB untuk memperlancar penyidikan. 

Akademisi UKAW, Livan Rafael, menyebut, ketika pelaku itu berasal dari keluarga korban, maka akan kesulitan dalam proses hukum. Menurutnya itu akan menambah pekerjaan berat bagi kepolisian.

Oleh karena itu, harus ada kerjasama dari semua pihak. Aparat penegak hukum dan pendamping agar menerapkan UU nomor 12 tahun 2022 ini bisa dijalankan dengan baik. 

"Kadang UU itu sudah bagus tapi penerapannya ini agak sulit," sebutnya. 

Kasus-kasus seperti ini, kata dia, sering terjadi kesulitan. Dengan workshop ini bisa diurai pada kendala-kendala yang ada. UU ini harus ada kesamaan pandangan agar tidak terjadi tafsir berbeda dari semua pihak. 

Menurutnya, jika dalam aturan itu ada pasal dengan turunannya, maka perlu dicermati dengan baik. Aparat penegak hukum maupun advokat harus bisa menunggu adanya aturan turunan. Berbeda dengan pasal atau regulasi yang tidak ada perintah atau pasal turunannya. 

Sementara itu, Kejaksaan Kota Kupang, Kadek Widiantri, SH., MH menjelaskan, dalam menangani kasus-kasus, pihaknya hanya akan meneliti berkas dan kelengkapan dari berkas perkara itu. 

Jaksa menyusun atau menyesuaikan dengan bukti yang ada sehingga kalaupun bukti itu belum lengkap maka bisa dilakukan koordinasi dengan penyidik untuk dilengkapi. 

Kasus dengan melibatkan anak-anak atau disabilitas, kata dia, maka proses persidangan dilakukan tertutup. Perlakuan pada kasus-kasus ini juga dilakukan dengan hati-hati ataupun berbeda. 

Para pihak atau ahli yang dihadirkan, menurutnya, akan disesuaikan dengan kasus yang disidangkan terutama untuk disabilitas. 

Mengenai UU ini, menyebut dalam menjalankan UU ini perlu ada peraturan pelaksanaan. Sejauh ini pihaknya belum mendapat instruksi tentang penggunaan UU ini. Ia juga menyebut orang-orang yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual kebanyakan berekonomi lemah. 

Artinya, ini akan menyulitkan ketika perkara itu diminta ganti rugi. Akhirnya ada pidana tambahan yang diberlakukan. Untuk itu, JPU perlu ada aturan pelaksanaan. 

Hakim Pengadilan Tinggi Kupang, Bagus Iriawan, SH., MH, mengatakan UU ini merupakan payung hukum bagi UU sebelumnya. UU ini menggabungkan UU lainnya tentang hal yang sama. 

Ia menyebut, kepolisian dan kejaksaan sudah bisa menggunakan UU ini. Sebab, UU ini sudah resmi diberlakukan sejak tanggal ditetapkan. Walaupun UU ini belum ada norma yang diatur dalam PP, UU ini harus tetap dilaksanakan. Sebab, penerapan KUHP tanpa PP tetspi diberlakukan. 

"UU ini mulai berlaku sejak diundangkan, yang dicantumkan dalam lembar negara sejak tanggal 9 Mei 2022. Artinya secara ilmu hukum UU ini sudah berlaku. Prespektif kita harus sama dulu," sebutnya. 

Adapun norma yang telah diatur dalam UU lain, menurutnya akan tetap berlaku. Ia menegaskan, kepolisian dan kejaksaan sudah bisa menggunakan UU ini setelah diundangkan. (Fan)

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved