Opini

Opini : Antitesis Restorasi

Dalam tataran konseptual maupun implementatif, tatakelola partai politik yang demokratis akan memperkuat keutuhan bangsa.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO-HABDE ADRIANUS DAMI
Pengamat Kebijakan Publik NTT, Ir. Habde Adrianus Dami, M.Si 

Dalam hubungan itu, sentimen fanatisme, jelas telah ditransformasikan untuk suatu kepentingan diri sendiri, kelompok maupun partai politik yang agak absurd. Singkatnya, kelompok kepentingan yang mengeksplorasi atau mengeksploitasi fanatisme untuk mengaduk-aduk kebangsaan merupakan tindakan stigmatisasi kebangsaan.

Padahal, mestinya setelah Indonesia memasuki era reformasi dan (sekaligus restorasi), fanatisme itu sudah melebur dalam samudera kebangsaan. Tetapi, nampaknya tidak mudah terwujud dalam realitas sosial-politik.

Menggugat Restorasi

Sebagaimana munculnya penolakan atas sikap politik Partai Nasdem yang menginisiasi deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden. Walaupun, sejumlah pihak seperti misalnya, PSI sering tuduh Anies Baswedan sebagai Bapak Politik Identitas (WartaEkonomi co.id, 08/10/2022).

Sehingga, Zulfan Lindan, Waketum DPP Partai Nasdem, pasang badan “membela” keputusan Partai Nasdem dengan menyatakan Anies Baswedan antitesis Jokowi. Artinya, Jokowi dianggap tesis, maka sosok yang berbeda dengan Jokowi adalah Anies Baswedan, sebagai antitesis.

Saya kira tepat, Viva Yoga (2022), menyitir pemikiran Friedrick Hegel, dalam teori filsafat dialektika adalah dua hal yang dipertentangkan atau dilawankan, lalu didamaikan. Dalam khazanah intelektual dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (penolakan) dan sintesis (kesatuan yang baru).

Meskipun demikian, menurut saya, membangun argumentasi restorasi dengan pendekatan politik identitas menjadi konsep yang kontradiktif. Implikasinya, restorasi lebih dipahami sebagai sekadar ritual untuk melegitimasi kekuasaan, dan bukan seperangkat sistem yang membawa konsekuensi nilai menyeluruh dalam melembagakan nasionalisme.

Bagi, DPP Partai Nasdem menilai pernyataan Zulfan Lindan itu, dianggap dapat membuat gaduh dan menurunkan citra Partai Nasdem, selain itu Partai Nasdem berada dalam koalisi pendukung Jokowi. Akibatnya, Zulfan Lindan dicopot sebagai pengurus DPP Partai Nasdem.

Tanggapan berbeda datang dari, Fernando Emas, Direktur Eksekutif Rumah Politik Indonesia (Warta Ekonomi.co.id, 14/10/2022), “Saya melihat penonaktifkan Zulfan Lindan dari posisi salah satu Ketua DPP Partai Nasdem bukanlah sesuatu yang serius dilakukan oleh Surya Paloh”.

Selanjutnya, Fernando menilai, Surya Paloh bukan politikus kemarin sore yang tak paham alur permainan politik dengan mengatur dramatisasi lewat pembagian peran kader di bawahnya. Trik sulap ini sudah biasa di kalangan pemain politik. Bahkan menurut Fernando,

“Bisa saja Zulfan Lindan memang ditugaskan untuk mengeluarkan pernyataan yang bertujuan untuk memancing reaksi sesama partai politik pendukung atau para simpatisan Jokowi”, tambahnya.

Tilikan kritis Fernando Emas, tentang penonaktifkan dimaksud, bagi saya mencoba memahami secara empati atas dinamika tersebut bahwa ada catatan krusial yang mengindikasikan gejala psikopatologi politik restorasi.

Sebab, kita diajar, bahwa kata mengungkapkan realitas, tetapi betapa sering kita justru mendapatkan, bahwa ia menyembunyikannya. Artinya, kita khawatir, apabila elit bangsa sedang mempermainkan politik tinggi untuk menutupi fakta-fakta yang tidak kita kehendaki.

Oleh karena itu, hermeneutika mengajarkan kepada kita untuk mengatasi referensi literal dengan menempatkan sebuah wacana dalam konteks, maka kita perlu mencari makna persis kebalikan dari referensi literal sebuah ucapan. Agar, kita dapat memisahkan, das sein dan das sollen. Tentu, membicarakan kenyataan ini, tidak bermaksud mematikan harapan orang untuk sebuah masa depan restorasi.

Malah saya percaya bahwa telaah yang realistis tentang keadaan politik masa kini merupakan suatu keharusan atau sine qua non buat pengertian kita mengenai kemungkinan-kemungkinan masa depan restorasi. Sebab, tanpa batu loncatan yang kukuh (yang buat saya dasarnya haruslah komitmen dan konsistensi), kita pasti tak bisa meloncat jauh menggapai restorasi.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved