Ramuan Tradisional
Kapur Sirih Campur Tembakau Sebagai Pengawet Mayat Alami, Tradisi Warga Sumba NTT
Dengan menggunakan ramuan tradisonal sebagai pengawet mayat alami, kondisi jenazah bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan tidak bau.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
Cara mengambil daun bidara atau daun kom tidak dipetik dengan tangan. Melainkan menggunakan mulut, mirip seperti kambing memakan daun.
Selanjutnya, daun bidara atau daun kom dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar jenazah.
Menurut Rambu Ana Puru Woha, daun bidara mampu mengempiskan perut jenazah. Pengalaman telah membuktikan metode ini berhasil.
"Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan jenazah. Jika ingin awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air cuka campur garam," katanya.

Caranya, sebut Rambu Ana Puru Woha, rebus air cuka campur garam sebanyak-banyaknya.
Kemudian air rebusan cuka campur garam diminumkan ke jenazah dengan cara mengangkat kepala jenazah, lalu menuangkan air cuka campur garam ke dalam mulut. Selanjutnya kepala jenazah dibaringkan lagi.
Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air garam cuka diminumkan, jenazah harus dalam keadaan bersih.
"Cara ini ternyata mampu untuk mengawetkan jenazah," ujarnya.

Cara kedua, sebut Rambu Ana pUra Woha, menyelimuti jenazah dengan ratusan lembar kain tenun adat.
Kain tenun adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Dengan demikian, bau jenazah terserap oleh kain tenun.
Metode Pengawet Mayat Allami kerap dipraktikan masyarakat Pulau Sumba, lebih khususnya kaum bangsawan di Kabupaten Sumba Timur. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS