Ramuan Tradisional

Kapur Sirih Campur Tembakau Sebagai Pengawet Mayat Alami, Tradisi Warga Sumba NTT

Dengan menggunakan ramuan tradisonal sebagai pengawet mayat alami, kondisi jenazah bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan tidak bau.

Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
SHUTTERSTOCK
Kapur sirih, salah satu bahan yang digunakan sebagai pengawet mayat alami oleh warga Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timut. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Jauh sebelum mengenal Formalin, masyarakat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur ( NTT ) telah memiliki cara untuk memperlambat pembusukan mayat.

Dengan menggunakan ramuan tradisional sebagai Pengawet Mayat Alami, kondisi jenazah bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan tidak bau.

Warga Kabupaten Sumba Timur, Rambu Ana Pura Woha mengatakan, orang Sumba sudah biasa menggunakan metode pengawetan tradisional.

Ada macam-macam Pengawet Mayat Alami, di antaranya menggunakan kapur sirih campur tembakau atau daun teh.

"Namun yang sering digunakan adalah kapur sirih campur tembakau," kata Rambu Ana Pura Woha, dilansir dari POS-KUPANG.COM dan Kompas.com.

Petani Tembakau di Lombok. Tembakau juga sebagai bahan pengawet mayat alami.
Petani tembakau di Lombok. tembakau juga sebagai bahan Pengawet Mayat Alami. (TRIBUNLOMBOK.COM/SIRTUPILLAILI)

Agar jenazah lebih bertahan lama, lanjut Rambu Ana Pura Woha, ditambahkan dengan daun bidara atau daun kom.

Bagaimana cara penggunaannya?

Menurut Rambu Ana Pura Woha, kapur sirih ditabur di atas kain yang digunakan sebagai alas atau pembungkus jenazah.

Setelah kain pertama yang ditabur kapur sirih dan tembakau, dilapisi lagi kain kedua.

"Kapur sirih dan tembakau ini yang akan menyerap bau, bahkan membuat jenazah kering," ujarnya.

Setelah dibaringkan di atas lapisan yang ditabur kapur sirih, lanjut Rambu Ana Pura Woha, pusar jenazah ditutupi dengan cairan daun bidara atau daun kom yang sudah dikunyah.

Tidak sembarang orang bisa mengunyah daun bidara atau daun kom. Jika yang meninggal adalah lelaki tua, maka daun bidara harus diambil dan dikunyah oleh perempuan muda.

Daun bidara atau daun kom sebagai bahan pengawet mayat alami.
Daun bidara atau daun kom sebagai bahan Pengawet Mayat Alami. (doktersehat.com)

Apabila yang meninggal perempuan tua, maka yang mengambil dan mengunyah daun bidara atau kom adalah lelaki muda.

Bagaimana jika yang meninggal adalah lelaki muda atau perempuan muda? Rambu Ana Puru Woha mengatakan, yang mengambil dan mengunyah daun bicara adalah lelaki atau perempuan tua.

Cara mengambil daun bidara atau daun kom tidak dipetik dengan tangan. Melainkan menggunakan mulut, mirip seperti kambing memakan daun.

Selanjutnya, daun bidara atau daun kom dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar jenazah.

Menurut Rambu Ana Puru Woha, daun bidara mampu mengempiskan perut jenazah. Pengalaman telah membuktikan metode ini berhasil.

"Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan jenazah. Jika ingin awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air cuka campur garam," katanya.

Garam juga dimanfaatkan untuk ramuan pengawet mayat alami.
Garam juga dimanfaatkan untuk ramuan Pengawet Mayat Alami. (NET)

Caranya, sebut Rambu Ana Puru Woha, rebus air cuka campur garam sebanyak-banyaknya.

Kemudian air rebusan cuka campur garam diminumkan ke jenazah dengan cara mengangkat kepala jenazah, lalu menuangkan air cuka campur garam ke dalam mulut. Selanjutnya kepala jenazah dibaringkan lagi.

Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air garam cuka diminumkan, jenazah harus dalam keadaan bersih.

"Cara ini ternyata mampu untuk mengawetkan jenazah," ujarnya.

Proses pembuatan kain tenun di Kampung Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur. Kain tenun juga dimanfaatkan sebagai pengawet mayat alami dengan cara membungkus jenazah.
Proses pembuatan kain tenun di Kampung Kalu, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Sumba Timur. Kain tenun juga dimanfaatkan sebagai Pengawet Mayat Alami dengan cara membungkus jenazah. (DOK POS-KUPANG.COM)

Cara kedua, sebut Rambu Ana pUra Woha, menyelimuti jenazah dengan ratusan lembar kain tenun adat.

Kain tenun adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Dengan demikian, bau jenazah terserap oleh kain tenun.

Metode Pengawet Mayat Allami kerap dipraktikan masyarakat Pulau Sumba, lebih khususnya kaum bangsawan di Kabupaten Sumba Timur. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved