Berita Alor
Calon Pendeta Cabuli Anak di Alor, LPA NTT Minta Kepolisian Terapkan UU TPKS
Menurut Veronika Ata yang juga Direktur Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, kekerasan seksual yang menimpa 14 orang patut dikecam.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Salah seorang calon pendeta di NTT tega mencabuli 14 anak di Kabupaten Alor. Tersangka SAS, merupakan seorang vikaris atau calon pendeta Majelis Sinode GMIT.
Dari 14 orang anak, terdapat 10 anak masih dibawa umur, sedangkan empat orang merupakan kategori dewasa.
Menurut Veronika Ata yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, kekerasan seksual yang menimpa 14 orang patut dikecam.
Sebab, ditengah perjuangan Pemerintah, masyarakat, aktivis LSM, dan berbagai stakeholders lainnya untuk menghentikan kekerasan seksual, justru terjadi banyak anak menjadi korban.
Demi perlindungan terhadap korban, maka anak-anak perlu mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan.
Anak-anak yang menjadi korban tersebut harus dilindungi identitasnya dan tidak persalahkan mereka.
"Kami mengecam kejahatan sexual yang terjadi pada 14 orang anak dan remaja ini apalagi oleh seorang vikaris," sebut Veronika, Senin 19 September 2022.
Baca juga: Korban Calon Pendeta Cabul di Kabupaten Alor Ada 14 Orang Ini Datanya
PIhak LPA, lanjut Veronika, berharap agar pelaku wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis agar mendapat hukuman maksimal atau seberat-beratnya untuk memberikan rasa keadilan bagi korban maupun efek jera bagi pelaku.
Ketua Forum PUSPA NTT, menyatakan penerapan pasal pidana terhadap pelaku, antara lain UU Perlindungan Anak, KUHP dan secara khusus UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.
"Selain hukuman kebiri yang diatur oleh UU Perlindungan anak, Pelaku dapat dikenakan pasal 12 UU no. 12/ tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Sexual (UU TPKS)," sebut dia lagi.
Dalam pasal 12 ini mengatur tentang eksploitasi seksual, dengan hukuman maksimum 15 tahun. Bahkan ketentuan pasal 15 UU TPKS bahwa pidana ditambah sepertiga jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang. Adapun Pidana tambahan yakni pengumuman identitas pelaku.
"Kita berharap anak-anak yang menjadi korban bisa didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan. Sedangkan pelaku, wajib proses hukum, dikenakan pasal berlapis dan hukuman maksimal," kata Veronika.
LPA NTT mendorong agar kepolisian memberi perhatian serius terhadap kasus ini dalam memproses kasi tersebut.
"Penyidik harus menerapkan pasal berlapis dan menggunakan UU TPKS. Bila masih terdapat korban, kami mendukung agar bisa ungkap dan laporkan," tandasnya.
Baca juga: Polres Alor Minta LPSK Beri Jaminan Restitusi Hak Belasan Anak Korban Kekerasan Seksual