Putusan Hukum RD
Pidana Mati Randi Badjideh Bisa Dihapus ?
Randi Badjideh alias RB divonis mati hakim Pengadilan Negeri Kupang, Rabu 24 Agustus 2022 kemarin. Randi merupakan terdakwa pembunuhan Astri Manafe da
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Randi Badjideh alias RB divonis mati hakim Pengadilan Negeri Kupang, Rabu 24 Agustus 2022 kemarin. Randi merupakan terdakwa pembunuhan Astri Manafe dan Lael Maccabe pada Agustus 2021 lalu.
Meski telah divonis mati, Randi Badjideh punya peluang untuk mendapat haknya sebagai warga negara dalam kaitan dengan hak asasi manusia (HAM). Pintu masuknya adalah menunggu pengesahan RKHUP menjadi KUHP oleh DPR RI. Diketahui, DPR RI menargetkan menetapkan RKHUP itu pada September 2022 ini.
Pengamat Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Deddy Manafe, menjelaskan, dalam RKUHP dinyatakan bahwa pidana mati itu pidana khusus dan bukan masuk pada pidana pokok, pidana tambahan ataupun tindakan.
Menurut Deddy, dalam RKHUP mengenal tiga jenis pidana yang diterpakan pada tindak pidana umum, yaitu pidana pokok sama seperti KUHP sekarang, selain pidana mati.
"Kemudian ada pidana tambahan itu sama dengan KUHP sekarang ada tambahan beberapa item. Dan kemudian ada tindakan. Tindakan ini adalah hal baru yang diadopsi dari sejumlah negara untuk dimasukkan kedalam RKHUP.
Jadi tindakan itu seperti pembatasan ruang gerak, segala macam itu. Termaksud kerja sosial, itu tindakan. Kalau pidana mati sendiri itu diatur sebagai pidana khusus," ujarnya.
Dalam artian, kata dia, penerapannya harus ada pada tindak pidana khusus seperti terorisme, narkoba, yang memang secara eksklusif masih memungkinkan untuk menerapkan pidana mati.
Sedangkan pidana umum tidak lagi mengenal pidana mati. Didalam pasal-pasal awal dalam RKHUP, belum ada perubahan susunannya.
Pasal itu mengatur tentang suatu asas yang menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan UU dan yang bersangkutan masih berstatus sebagai tersangka, terdakwa atau sudah menjadi terpidana, diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan bagi bersangkutan.
Pada KUHP saat ini, asas tersebut hanya terbatas sampai pada status terdakwa. Bagi terpidana yang putusannya sudah berkekuatan hukum tetap, maka tidak berlaku.
"Misalnya, dia masih berstatus tersangka, dalam kasus itu dia disebut tindak pidana, tiba-tiba ada perubahan UU, perbuatan itu tidak lagi disebut tindak pidana, maka dia dibebaskan," jelasnya.
Deddy memberi contoh, pada KUHP saat ini terdapat pasal tentang mempromosikan alat kontrasepsi dan segala macam. Sebelumnya, pasal itu masuk dalam tindak pidana kesusilaan sehingga ketika ada ada orang yang mempromosikan kondom dan lainnya, ditetapkan menjadi tersangka.
Selanjutnya keluar UU yang mengatur tentang keluaraga berencana. UU ini justru menggalakan promosi tentang pembatasan kehamilan. Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi. Maka yang bersangkutan yang sebelumnya di kenakan pasal asusila kemudian dilepas dari status tersangkanya.
"Sampai sekarang pasal-pasal yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dalam KUHP itu tidak pernah diterapkan lagi. Itu asas indibio proreo yang terbatas pada status tersangka atau terdakwa," tambahnya.
Sedangkan, dalam RKHUP lebih luas. Ketentuan itu mengatur hingga pada status terpidana. Jadi, didalam pasal selanjutnya dalam penjelasannya menyatakan bahwa terhadap pidana mati, bila RKHUP menjadi KUHP maka, narapidana mati yang ada di lapas-lapas yang belum dieksekusi, pidana matinya dihapus dan diganti dengan pidana yang lebih ringan.