Pemerhati Pariwisata Dorong Penyelesaian Taman Nasional Komodo Labuan Bajo

Konsep PDKT menjadi solusi untuk membendung dampak ikutan dari kenaikan tarif masuk sebesar Rp 3, 75 juta ke Taman Nasional Komodo (TNK) Mabar

POS-KUPANG.COM/HO-DOK.TRIBUN
KOMODO - Hewan komodo di Manggarai Barat. Pemerhati Pariwisata Dorong Penyelesaian Taman Nasional Komodo Labuan Bajo 

Abraham menyebut penetapan tarif yang belum memiliki dasar hukum rawan digugat. Kebijakan itu juga mengesankan Pemprov NTT menabrak aturan hukum.

"Daripada menimbulkan gaduh, lebih baik tunda dulu. Selesaikan dulu Perda-nya," tegas mantan Ketua Kadin Provinsi NTT ini.

Dia mendukung ada penetapan tarif untuk masuk Taman Nasional Komodo. Namun, tidak waktunya sekarang. Tarif yang ditetapkan sebesar Rp 3,75 juta juga sangat tinggi.

"Jangan sekarang karena aktivitas pariwisata belum normal. Dua tahun lebih, kegiatan pariwisata mati karena wabah Covid- 19. Baru mulai bangkit sekarang. Masa baru bangkit, langsung ada kebijakan itu," jelas Abraham.

Senator yang sudah tiga periode ini memberi solusi atas pemesan tiket masuk. Caranya seperti pada penjualan tiket pesawat. Siapa yang pesan duluan, akan mendapat lebih murah. Namun, jika dipesan menjelang hari kunjungan atau pada hari kunjungan, harus dikenakan biaya tinggi.

"Maksimal Rp 1 juta saja harga tiket masuk. Tapi, khusus untuk area yang wajib tarif saja. Harga segitu pun kalau yang pesan hari H. Jangan terlalu tinggi, di atas Rp 1 juta. Kalau pesan lebih awal, harus ada kemurahan tarif," saran pemilik Universitas Citra Bangsa Kupang ini.

Dia juga menyarankan agar transportasi ke kawasan TNK tidak dimonopoli oleh satu kelompok atau satu perusahaan saja, tetapi dibuka ke masyarakat umum. Yang penting, pada saat menuju kawasan TNK, wisatawan harus scan tiket yang telah dibeli online.

"Saya dengar, aksi mogok di Labuan Bajo sekarang karena protes kenaikan tarif itu dan adanya monopoli dari pihak tertentu, terutama masalah transportasi. Padahal itu kan bisa untuk masyarakat kecil. Jadi, daripada buat gaduh, lebih baik dibuka saja ke masyarkat umum," tutup Abraham.

Di tempat berbeda, Wakil Ketua DPRD NTT, Inche Sayuna menyoali regulasi yang digunakan Pemerintah, khususnya Pemprov NTT menetapkan tarif jutaan rupiah itu. Menurutnya, Perda belum diketahui DPRD. Begitu juga dengan Peraturan gubernur (Pergub).

"Harus ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya yang menetapkan tarif itu apa? Apa dasar hukumnya?" kritik Inche, Selasa (2/8).

Menurutnya, jika sudah ada dasar hukumnya, pihaknya akan melihat seperti apa aturannya. "Peraturan itukan ada masa ujinya. Ketika ditetapkan, lalu ada resistensi dari masyarakat, ya, kita harus melakukan evaluasi terhadap itu," ujarnya.

Ditegaskan Inche, ketika melakukan pungutan kepada siapapun maka harus punya dasar hukum yang jelas. "Mau Pergub, mau Perda itu harus ada. Itu legitimasi. Kalau tidak itu dianggap pungutan liar," katanya.

Ia mengatakan, peraturan itu tidak mutlak, tidak abadi. Ada uji sosiologi dan publiknya. "Jadi, kalau Pemerintah kemudian menerapkan aturan itu, lalu kemudian masyarakat melakukan penolakan, maka Pemerintah harus bisa melakukan evaluasi kembali kepada aturan itu. Supaya ada negosiasi berimbang antara rakyat dan Pemerintah," katanya.

Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche DP.Sayuna,S.H, M.Hum,M.Kn
Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche DP.Sayuna,S.H, M.Hum,M.Kn (istimewa)

Menurut Inche, ada 3 dasar membuat aturan, yakni ada kewenangan, rujukan hukum, dan prosedurnya. Tiga poin ini kata dia, harus diperhatikan secara baik-baik.

"Tiga poin ini betul-betul kita harus perhatikan. Prosedurnya itu, misalnya sosialisasi kepada masyarakat. Kami DPRD belum dapat penjelasan apa-apa ini," tuturnya.

Karena itu, kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Pemerintah untuk bisa menjelaskan kepada DPRD terkait kenaikan tarif tersebut.

"Nanti kita agendakan untuk panggil Pemerintah terkait hal ini. Masa kami DPRD tidak tahu. Kami DPRD akan panggil Pemerinrah untuk bisa menjelaskan persoalan ini," katanya.

Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat, meluapkan kekesalannya terhadap kenekatan Pemerintah menaikan tarif masuk di dua pulau itu.

"Terkait keputusan pemberlakuan tiket masuk Pulau Komodo dan Padar hari ini, kita sebagai anggota DPRD yang ada di provinsi menyatakan sungguh menyesal yang terkesan ada pemaksaan kehendak oleh pemerintah," kata Rumat, Selasa.

Politisi PKB itu menghargai sikap pemerintah yang berkomitmen dengan keputusannya. Namun dibalik keputusan tersebut, pelaku pariwisata maupun masyarakat secara keseluruhan di Manggarai Barat belum siap.

Menurut dia, konsekuensi dari keputusan itu akan berdampak buruk pada jasa pariwisata seperti hotel hingga UMKM. Rumat menegaskan, keputusan pemerintah atas kenaikan tiket masuk ke TN Komodo tersebut belum memiliki peraturan daerah (Perda) yang diketahui DPRD.

Pemerintah Provinsi NTT, juga belum memiliki peraturan gubernur (Pergub) yang belum diketahui DPRD secara kelembagaan.

"Bahwa kalaupun terjadi hari ini, saya kira tidak salah kalau mereka berhadapan dengan situasi tidak bagus di bawah terutama masyarakat yang merasa korban dari kebijakan ini. Tentu sebagai DPRD, kami hadir di tengah-tengah, di satu sisi kami hadir sebagai pemerintah, di sisi lain juga kami hadir sebagai masyakat," ujarnya.

Oleh karena itu, tegas Rumat, pihaknya tetap pada pendirian, di mana keputusan kenaikan tiket masuk ke TN Komodo tersebut dibatalkan. Menurutnya, momentum kenaikan ini tidak tepat. Ia bahkan menuding wibawa pemerintah rendah. Sebab, sosialisasi yang akan ataupun sedang berjalan, justru sangat tidak etis.

"Kalau sosialisasi itu sedang dan akan berjalan, tetapi tidak boleh mendahului keputusan. Itu tidak etis, itu wibawa pemerintah rendah sekali. Jatuh sekali," katanya.

Rumat berharap sebelum memberikan keputusan seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi terdahulu. Ia menyarankan, agar dilakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum diberlakukan.

"Sosialisasi dulu, lalu hasil dari semua pendapat itu bawa ke gedung DPRD kalau memang itu perlu disampaikan, bawa ke kantor gubernur, kumpulkan. Kira-kira dari sekian pendapat masyarakat ini kita mau pakai pola yang mana. Tapi sekarang terkesan memaksa. Itu tidak bagus. Jadi, kita mau bersandar ke siapa lagi kalau bukan ke pemerintah. Kalau sampai ada hal-hal buruk di lapangan jangan salahkan masyarakat. Pemerintah yang memberikan keputusan tidak waktu, tidak tepat sasaran, bahkan menyengsarakan masyarakat," kata Rumat. (fan/pol)

Petisi Tolak Kenaikan

PENOLAKAN terhadap kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) khusus pulau Komodo dan Padar di Labuan Bajo NTT, terus bergulir. Selain penolakan secara langsung di Labuan Bajo, beredar petisi penolakan kenaikan tarif hingga Rp 3, 75 juta itu.

Edaran petisi telah ditandatangani lebih dari 6.000 orang hingga Selasa (2/8) pukul 19.00 Wita. Petisi itu dimulai oleh seorang bernama Marcus Antoni.

Marcus menjelaskan, kajian kenaikan harga tiket TNK NTT dengan alasan biaya konservasi adalah sesuatu yang tidak logis. TNK adalah cagar alam budaya indonesia, sesuai yang disampaikan Anggota Komisi V DPR RI Effendy Sianipar.

"Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menegaskan bahwa Indonesia mampu merawat dan melindungi habitat asli Komodo. Menurutnya keindahan alam Indonesia merupakan berkah bagi penduduknya, sehingga menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga dan melestarikan berkah dari Yang Maha Kuasa," kata Marcus, mengulang pertanyaan Effendy.

Marcus kembali menjelaskan, persoalan pengelolaan dan pemeliharaan TNK nantinya bisa sharing tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

"Jadi kita sudah hitung matang-matang, nanti ini dirawat dengan baik tentu diselaraskan dengan APBD dan APBN. Dan belum ada 1 kajian pun yang mevalidasi bawa kunjungan turis sudah merusak ekosistem taman nasional komodo dan TNK akan kehilangan nilai jasa ekosistem sebesar 11trilliun rupiah pd tahun 2045, mohon publikasikan bukti konkrit atas kajian tersebut ,rincian kerugian dan bukti2 , dari bagian apa kunjungan turis ke taman nasional yang sudah menganggu kelangsungan hidup satwa komodo dan ekosistem di TNK," tulis Marcus mengutip Effendy.

DEMONSTRASI - Suasana demonstrasi di depan Kantor Bupati Manggarai Barat, Senin 18 Juli 2022. Aksi ini menolak kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi Rp 3,75 juta
DEMONSTRASI - Suasana demonstrasi di depan Kantor Bupati Manggarai Barat, Senin 18 Juli 2022. Aksi ini menolak kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi Rp 3,75 juta (POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA)

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyebut populasi komodo di Taman Nasional Komodo (TNK) Labuan Bajo cenderung meningkat.

Menurutnya, total komodo pada 2018 sebanyak 2.897 ekor dan pada 2019 bertambah menjadi 3.022. Pernyataan ini dilontarkan 27 Oktober 2020, Wiratno mengklaim, jika komodo dilindungi secara serius dan konsisten, aktivitas wisata dengan kondisi saat ini tidak bakal membahayakan satwa.

"Kita melihat ada perlunya memperketat aturan di Taman Nasional Komodo, tetapi bukan dengan cara menaikan harga tiket masuk sampai dengan 17x lipat dari sebelumnya. Cara tersebut hanya akan melemahkan daya saing Taman Nasional Komodo dan bisnis pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya. Efeknya akan berimbas ke warga Labuan Bajo yang mengandalkan pariwasata dan turis untuk memulihkan ekonomi daerah dari pasca Pandemic yang menyerang dari 2020 hingga 2021 akhir," ujarnya. (Fan)

NEWS ANALYSIS
Bikin Perda
Pengamat Hukum di NTT, Deddy Manafe, SH

PENETAPAN tarif masuk ke Pulau Komodo dan Pulau Padar, dapat dilihat dari pendekatan konstitusi. Pasal 23A UUD NRI 1945 dengan tegas menyatakan bahwa, Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang (UU).

Artinya hal yang perlu dicermati antara lain Penetapan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar itu masuk pada kategori pajak atau pungutan lainnya?

Hal tersebut penting karena hak yang diberikan rakyat kepada negara untuk melakukan pungutan. Apabila Pungutan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar dalam bentuk pajak maka tarif tersebut harus masuk dalam jenis pajak untuk objek yang jelas sehingga harus ada aturan UU atau produk turunannya peraturan pemerintah yang mengaturnya.

Apabila masuk dalam kategori Pungutan lain, maka perlu juga diperjelas jenis pungutan dan objek pungutannya berikut rujukan undang-undangnya.

Terhadap penetapan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar harus memiliki sifat yang memaksa. Artinya, untuk dijadikan sebagai tarif, harus ada kajian yang mendalam apa yang memaksa negara melalui Pemerintah Provinsi NTT untuk harus menetapkan tarif masuk tersebut.

KOMODO -- Paket wisata ke Labuan Bajo menawarkan semua keindahan alam bak negeri dongeng. Namun Anda perlsu melengkapi diri selama berda di destinasi wisata itu
KOMODO -- Paket wisata ke Labuan Bajo menawarkan semua keindahan alam bak negeri dongeng. Namun Anda perlsu melengkapi diri selama berda di destinasi wisata itu (Via Kompas Travel)

Terkait penetapan tarif Pulau Komodo dan Pulau Padar harus diperuntukan bagi keperluan negara.
Hal ini juga tentunya harus berdasarkan kajian yang mendalam terkait keperluan negara macam apa yang akan terpenuhi dari penetapan tarif ini. Kepentingan negara menetapkan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar harus mendasarkan pada kepentingan negara dan target pungutannya.

Jika konsep keperluan negara yang diusung, yakni kehadiran Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai destinasi wisata, maka siapa saja yang bisa mengakses dengan besaran tarif seperti itu? Kajian seperti ini penting karena jangan sampai Orang NTT hanya akan melihat komodo di foto dam video tanpa bisa melihat secara langsung. Lantas, pertanyaannya Taman Nasional Komodo itu untuk siapa sih? Oleh karena untuk masuk saja harus membayar dengan gaji ASN Golongan IIIa satu bulan untuk satu orang.

Penetapan tarif itu harus diatur dengan UU. Artinya, pada level Provinsi dan Kabupaten/ Kota harus dengan Peraturan Daerah (Perda). Mengapa begitu? Jika pada level nasional harus ditetapkan dengan UU karena harus dibahas dan disetujui bersama antara Presiden dan DPR.

Dengan demikian pada level Provinsi NTT juga harus dengan Perda yang dibahas dan disetujui bersama oleh Gubernur dan DPRD NTT. Peraturan Gubernur itu bisa dibentuk sebagai pelaksana atas Perda misalnya terkait tata laksana dan tata kelola pungutan tarif, termasuk Sistem bagi hasil dari pungutan, serta lainnya.

Apabila penetapan tarif masuk Pulau Komodo dan Pulau Padar tersebut tidak memenuhi parameter UUD NRI 1945, maka itu inkonstitusional. Dengan kata lain batal demi hukum atau dapat diajukan pembatalannya secara hukum.

Terkait demonstrasi di Labuan Bajo, itu merupakan hak konstitusional dari rakyat yang juga dijamin dalam UUD NRI 1945. Pasal 28 UUD NRI 1945 dengan tegas menyatakan, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Artinya, ketika masyarakat Labuan Bajo merasa bahwa aspirasi mereka tidak tersalurkan dengan baik melalui DPRD NTT/DPRD Kabupaten Manggarai Barat, mereka berdemonstrasi.

Sepanjang demonstrasi itu dilakukan dengan tidak melanggar UU seperti melakukan tindakan anarki, maka demonstrasi itu tidak boleh dikekang atau dibatasi dengan dalih apapun. (cr14)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved