KKB Papua

ULMWP Pimpinan Bos KKB Papua Pecah, Benny Wenda Hanya Didengar Satu Kelompok

Bos KKB Papua Benny Wenda mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara ternyata bukan keputusan sidang istimewa ULMWP.

Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
TWITER WESTPAPUA_SUN
DI VANUATU - Presiden Sementara ULMWP Benny Wenda (berjas) bersama Komite Eksekutif VWPISA dan pejabat Pemerintah Vanuatu. Sementara Wakil Ketua ULMWP Octavianus Mote menyebut ULMWP pecah kiri kanan. 

POS-KUPANG.COM - United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP ) atau Persatuan untuk Pembebasan Papua Barat dikabarkan pecah.

Presiden Sementara Papua Barat Benny Wenda sebagai pemicunya.

Keputusan bos Kelompok Kriminalitas Bersenjata atau KKB Papua Benny Wenda mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara ternyata bukan keputusan sidang istimewa ULMWP

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua ULMWP Octavianus Mote melalui video yang diunggah akun ULMWP News @KagoyaSilas.

Octavianus Mote mengawali video berdurasi 2 menit 20 detik dengan menyatakan bahwa di bawah kepemimpinan Beny Wneda, ULMWP pecah kiri kanan.

Menurut Octavianus Mote, perjuangan hanya dikendalikan oleh satu kelompok yang berasal dari satu kampung.

"Mereka itu yang hanya mendengar dia (Benny Wenda)," kata Octavianus Mote.

Dia mengaku ULMWP tidak kuat. "Di dalam ULMWP sendiri tidak kuat," ujarnya.

Octavianus Mote mengatakan, banyak pihak menuntut agar dilakukan rekonsiliasi. 

"Jadi dimana-mana tuntutannya adalah rekonsilaiasi. Itu yang sangat vital. Mestinya itu yang diutamakan," tandas Octavianus Mote.

Baca juga: Benny Wenda Gelar Pertemuan Rahasia dengan Pejabat Vanuatu, Serahkan Bendera Papua Barat

Dia juga mengungkapkan bahwa dukungan negara lain di forum Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB juga sudah berkurang.

"Yang terjadi di PBB, dari 7 negara, hanya 1 saja yang pidato. Enam lainnya sudah menghilang. Dari yang ada di tangan saja enam sudah terbang jauh," beber Octavianus Mote.

Menurutnya, berkurangnya dukungan dari negara-negara menandakan kemenangan diplomasi pihak musuh.

"Itu kemenangan diplomasi pihak musuh. Mestinya konsen kita disitu," katanya.

Octavianus Mote juga menyebut ada tiga komponen yang mengikuti rapat membahas pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat.

"Sejauh ini dari 3 komponen yang ikut dalam rapat itu, satu kompenen ajukan argumen sangat signifikan, menyatakan bahwa ini belum waktunya. Tapi yang lain mendesak bahwa kalau gitu masukkan menjadi agenda untuk dibicarakan. Dan keputusan final waktu itu adalah menunda," beber Octavianus Mote.

Namun tiba-tiba Benny Wenda membuat pengumuman pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat

"Tiba-tiba Benny Wenda mengumumkan. Itu membuat saya sebagai wakil ketua dan komponen yang ikut rapat, semua terkejut. Karena tidak ada yang memberi mandat kepada Benny Wenda untuk mengumumkan pada 1 Desember 2020," terangnya.

Menurut Octavianus Mote, begitu diumumkan Benny Wenda jauh dari keputusan sidang istimewa, terjadi pro kontra dan perdebatan yang luar biasa.

"Apakah ini secara terbuka kita tolak atau...Supaya musuh tidak memanfaatkan, nanti kita bicara saja. Itu yang sedang terjadi sekarang," ujar Octavianus Mote.

WAKIL KETUA ULMWP OCTAVIANUS MOTE
OCTAVIANUS MOTE - Wakil Ketua ULMWP Octavianus Mote mengungkapkan bahwa ULMWP terpecah.

Deklarasi ULMWP

Melansir ulmwp.org sebelum situs ini diblokir Kominfo, pembentukan ULMWP diawali dengan pertemuan para pemimpin Papua Barat di Vanuatu pada 7 Desember 2014.

Ada tiga faksi yang ikut pertemuan tersebut, yaitu Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Koalisi Nasional untuk Pembebasan (WPNCL) dan Parlemen Nasional Papua Barat (PNWP).

Dalam pertemuan itu, ketiga faksi yang berbeda dari gerakan kemerdekaan, sepakat bersatu untuk membentuk ULMWP atau Persatuan untuk Pembebasan Papua Barat.

Pada 3 Mei 2016, perwakilan Pemerintah dari seluruh dunia berkumpul di Gedung Parlemen, London untuk menyatakan dukungan mereka untuk pemungutan suara yang diawasi secara internasional tentang penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat.

Pertemuan itu diberi pengarahan oleh anggota parlemen, pengacara dan akademisi, yang semuanya membahas dan menegaskan hak dasar rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri.

Pernyataan:

Kami Anggota DPR yang bertanda tangan di bawah ini:

I.   Menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berkelanjutan di Papua Barat tidak dapat diterima

II.  Peringatkan bahwa tanpa tindakan internasional, orang-orang Papua Barat berisiko punah

III. Menegaskan kembali hak rakyat West Papua atas penentuan nasib sendiri yang sejati

IV. Nyatakan 'Tindakan Pilihan Bebas' tahun 1969 sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip ini

V.  Menyerukan pemungutan suara yang diawasi secara internasional tentang penentuan nasib sendiri sesuai
dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan 1541 (XV)

Istana Westminster, London, 3 Mei 2016

Baca juga: Bos KKB Papua Dapat Perlakuan Istimewa di Vanuatu, Begini Potret Penyambutan Benny Wenda

Ada 21 orang yang ikut menandatangani pernyataan tersebut, yaitu Benny Wenda (United Liberation Movement for West Papua), Samuela 'Akilisi Pohiva (PM Tonga), Bruno Leignkone (Menteri Luar Negeri Vanuatu), Ralph Regenvanu (Menteri Pertanahan Vanuatu), Gary Juffa (Gubernur Provinsi Utara Papua Nugini), Duta Besar Rex Horoi (Utusan Khusus untuk Papua Barat).

Berikutnya, Hon Manasseh Sogavare (PM Kepulauan Solomon), Lord Alton (House of Lords Inggris), Lord Harries (House of Lords Inggris dan mantan Uskup Oxford), Andrew Smith MP (Parlemen Inggris), Alan Whitehead MP (Parlemen Inggris), Nick Brown MP (Parlemen Inggris), Caroline Lucas, MP (Parlemen Inggris), Richard Di Natale (Pemimpin Partai Hijau Australia).

Selain itu, Scott Ludlam (Parlemen Australia), Robert Simms (Parlemen Australia), Frances Bedford (Parlemen Australia), Bart Staes (MEP Belgia), Catherine Delahunty MP (Selandia Baru), Joe Natuman (Wakil Perdana Menteri dari Vanuatu) dan Dr Rupert Roopnaraine MP (Menteri Pendidikan Guyana).

Kemudian pada Desember 2020, Benny Wenda mengumumkan pembentukan Pemerintahan Sementara Papua Barat.

Pemerintahan Sementara beroperasi menurut sistem presidensial, diatur oleh prinsip-prinsip Demokrasi Hijau.

Kabinet penuh yang memimpin 12 departemen di lapangan di Papua Barat diumumkan pada 1 Mei 2021.

Presiden Sementara Papua Barat Benny Wenda.
Presiden Sementara Papua Barat Benny Wenda. (MORNING STAR)

Profil Benny Wenda

Benny Wenda saat ini menjabat Interim President ULMWP atau Presiden Pemerintahan Sementara Persatuan untuk Pembebasan Papua Barat.

Benny Wenda? Berikut ini profil Benny Wenda.

Melansir wikipedia.org, Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Irian Jaya.  Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat.

Benny Wenda berada di Inggris Raya. Pada tahun 2003 dia diberikan suaka politik oleh pemerintah Inggris setelah melarikan diri dari tahanan saat diadili. Ia telah bertindak sebagai perwakilan khusus rakyat Papua di Parlemen Inggris, PBB, dan Parlemen Eropa.

Pada 2017, Benny Wenda diangkat sebagai Ketua ULMWP, sebuah organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik utama yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat.

Sekitar tahun 1970, Benny Wenda muda hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya.

Baca juga: Benny Wenda Punya Bekingan di Negara Vanuatu, dari Pejuang Papua Barat Hingga Pejabat Pemerintah

Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan".

Sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer. Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji.

Benny Wenda menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban hingga akhirnya meninggal dunia.

Dia mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 20 tahun kemudian. Saat itu, keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.

Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Tetapi rupanya, dia berusaha melawan pilihan orang-orang dekatnya.

Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut kemerdekaan dari Indonesia kembali bergelora.

Saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka) membawa suara sebagian masyarakat Papua.

Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia, termasuk otonomi khusus.

Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain. Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua.

Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay meninggal. Benny Wenda terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.

Pertentangan Benny Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Benny Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius.

Baca juga: Dari Vanuatu Benny Wenda Minta Para Pemimpin Pasifik Soroti Resolusi Papua Barat

Dia dituduh berbagai macam kasus. Salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.

Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Benny Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.

Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Benny Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002.

Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik.

Sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.

Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan red notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Benny Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air.

Benny Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut. Pencabutan red notice dilakukan oleh Interpol atas pertimbangan politis. Pada 17 Juli 2019, Benny Wenda mendapatkan Oxford Freedom of the City Award dari Dewan Kota Oxford. (*)

 

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved