Berita Lembata Hari Ini
Kasus Mafia Tanah Desa Merdeka di Lembata Tidak Penuhi Unsur Tindak Pidana Korupsi
penyidik kejaksaan belum bisa membuktikan status tanah tersebut sehingga kasus itu bukan termasuk tindak pidana korupsi
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Perkembangan kasus mafia tanah di desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata akhirnya terjawab saat Aliansi Bersatu Rakyat Lembata menggelar aksi unjuk rasa dan audiensi di Kantor Kejaksaan Negeri Lembata pada Jumat, 20 Mei 2022 siang.
Koordinator Umum aliansi, Choky Askar Ratulela, saat bertemu dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lembata Azrijal, menyampaikan maksud dari audiensi yang mereka lakukan.
Selain mengapresiasi kerja-kerja kejaksaan, Choky juga meminta penjelasan dari kepala kejaksaan perihal perkembangan kasus mafia tanah di desa Merdeka yang diduga melibatkan salah satu pengusaha di Kabupaten Lembata itu.
Kajari Lembata Azrijal pun memaparkan secara terbuka semua tahapan dan proses penyidikan kasus tanah tambak udang di desa Merdeka itu.
Baca juga: 230 Calon Penumpang KM Wilis Batal Berangkat, Pelni Kembalikan Tiket
Pada tanggal 5 November 2021, kasus ini diekspose di Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pihak kejaksaan meminta BPKP melakukan penghitungan kerugian keuangan negara. Pada kesempatan itu, Azrijal sendiri yang memaparkan semua alat bukti yang ditemukan dalam kasus tersebut.
Namun pada akhirnya BPKP menyimpulkan bahwa penghitungan kerugian negara tidak bisa dilakukan karena penyidik kejaksaan belum bisa membuktikan status tanah tersebut sehingga kasus itu bukan termasuk tindak pidana korupsi (tipikor).
“Penyidik harus buktikan status tanah tersebut. Jadi atas kesimpulan (BPKP) itu kita buat laporan dan kirim ke Kejati (Kejaksaan Tinggi NTT). Pada tanggal 13 Desember, kita ekspose lagi di Kejati, dan saya paparkan apa yang kami dapatkan. Kami sudah temukan semua alat bukti dan mohon ditentukan sikap (dari Kejati NTT). Dan kesimpulannya sama seperti BPKP,” ujar Azrijal.
Baca juga: Tekan Angka Stunting dan Eliminasi Kematian Ibu & Bayi, Pemkab Rote Ndao Inisiasi Inovasi Mama Boi
Menurut dia, penyidik Kejari Lembata dianggap belum bisa menemukan alat bukti perihal status tanah, maka perkaranya dihentikan.
“Kami lakukan usulan penghentian perkara. Kalau ada yang bisa bantu kami terkait status tanah maka bisa bantu kami lagi,” kata Azrijal kepada para perwakilan Aliansi Bersatu Rakyat Lembata.
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus mafia tanah desa Merdeka terbit pada tanggal 1 Maret 2021 pada saat Ridwan Sujana Angsar menjabat sebagai Kajari Lembata.
Ridwan sudah dimutasi menjadi Kajari Kabupaten Kupang. Di bawah kepemimpinan Ridwan, kasus ini naik status menjadi penyidikan.
Saat mengganti Ridwan sebagai Kajari Lembata 26 Juli 2021, Azrijal bergerak cepat hendak menuntaskan kasus yang jadi perhatian masyarakat Lembata tersebut.
Baca juga: Kejari Lembata Segera Ungkap Tersangka Korupsi Pengadaan Kapal Pinisi ‘Aku Lembata’
“Setelah saya menjabat, semua pihak terkait saya periksa lagi. Penyidik memperdalam dan mencari alat bukti dan status tanah tersebut. Sertifikat, alas hak, register, buku aset desa, aset kecamatan dan aset kabupaten. Kita periksa semua perangkat desa, orang BPN, orang aset pemda, saksi ahli, lalu kita ekspose ke BPKP,” papar mantan aktivis Universitas Andalas, Sumatera Barat itu.
Bahkan, pada tanggal 20 Oktober 2021, penyidik Kejari Lembata menggeledah kantor camat Lebatukan dan rumah mantan kepala desa dan menyita semua bukti dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut.