Berita NTT Hari Ini
Selain Pemidaan, Wartawan Sering Alami Doxing
Doxing yang dialami wartawan di Indonesia adalah upaya delegitimasi atau upaya untuk membuat jurnalis tersebut tidak dipercaya lagi
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, menyebut kasus terbanyak kedua yang dialami wartawan Indonesia adalah kejahatan siber bernama doxing.
Ia mengungkapkan ini melalui webinar yang diselenggarakan Media Labs tentang dampak doxing terhadap jurnalis.
Serangan siber ini memang ditargetkan kepada seseorang biasanya karena dendam pribadi, uang atau penipuan, serta kuasa politik.
Pihaknya sering mencatat insiden serangan siber jenis ini dari 2020 hingga 2021 kebanyakan terkait dengan kebijakan maupun situasi atau momen politik.
Baca juga: Wartawan Online di Kupang Jadi Korban Penganiayaan Usai Konfirmasi Berita Deviden PT Flobamora.
Doxing sendiri adalah upaya mengumbar identitas dan informasi mengenai seseorang dengan tujuan negatif. Doxing memang tidak dikategorikan sebagai serangan siber keras seperti hacking. Namun begitu doxing tidak dapat dikesampingkan karena berdampak besar pada kehidupan seseorang seperti demotivasi.
"Paling sering dialami itu adalah pemidanaan tetapi doxing juga kasus kedua yang sering dialami jurnalis Indonesia," kata dia, dalam webinar bersama Media Lab, Selasa 26 April 2022.
Untuk itu doxing patut dipandang berbahaya karena menjadi persoalan besar kedua bagi jurnalis Indonesia.
Dalam risetnya pada 2021 memperlihatkan pekerja pers mendapatkan sebanyak 25 serangan siber ini. Banyak juga contoh lainnya tentang serangan doxing tidak hanya kepada wartawan saja.
Baca juga: Duel Man City Vs Real Madrid, Pemain Real Madrid Tak Terkejut Benzema Cetak Gol Penalti Panenka
"Doxing yang dialami wartawan di Indonesia adalah upaya delegitimasi atau upaya untuk membuat jurnalis tersebut tidak dipercaya lagi oleh publik," kata dia.
Tetapi penargetan doxing kepada jurnalis berupa persekusi dan biasanya pelaku doxing ialah negara atau pejabat pemerintahan, individu yang didukung oleh negara atau oknum aparat, atau bisa saja individu yang non negara.
Cara kerja pelaku doxing, kata dia, bermula dengan siber stalking berdasarkan data pribadi seseorang di internet atau sampai dengan menggunakan cara-cara intelejen.
Untuk itu dalam penanganan terhadap doxing ini perlu melibatkan perusahaan pers, organisasi jurnalis maupun komunitas profesi serupa.
Baca juga: Apes, Pertanyakan THR Karyawan di Makassar Malah Dipecat, Perusahaan Berdalih Kinerja Kurang Baik
Ia mencontohkan advokasi yang bisa dilakukan adalah perusahaan pers memantau tingkat ancaman terhadap korban doxing, merespon dengan mengeluarkan kepada publik suatu siaran pers, melaporkan akun pelaku, menyediakan tempat atau rumah aman bila pelaku doxing mengumbar alamat rumah jurnalis.
Perusahaan pers juga berkewajiban mendampingi jurnalis melaporkan kepada aparat hukum bila terdapat ancaman keselamatan.
Ia juga mencontohkan Australia yang telah mempunyai organisasi independen khusus yang fokus pada keselamatan digital hingga tingkat antar negara. (*)