Polemik Bendungan Kolhua
37 KK Tetap Tolak Pembangunan Bendungan Kolhua di Kota Kupang
37 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, tetap menolak rencana pembangunan bendungan Kolhua sebagai salah satu
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - 37 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, tetap menolak rencana pembangunan bendungan Kolhua sebagai salah satu pemasok air bagi warga di Kota Kupang. Penolakan itu ditandai dengan ketidakhadiran 37 KK itu, untuk menghadiri acara sosialisasi rencana pembangunan di aula El Tari, kantor gubernur NTT, Kamis 7 April 2022.
Sosialisasi dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II dan Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang, serta sebagian warga yang mengaku mendukung pembangunan. Penolakan, telah dilakukan sejak tahun 2013 lalu.
Warga memilih untuk menolak dengan mendatangi lurah Kolhua, Silvester Hello untuk mengembalikan undangan dan menyatakan komitmen menolak pembangunan bendungan tersebut. Akhirnya, pertemuan lurah dan 37 KK juga hadir. Dihadiri camat Maulafa, Matius Antonius Bambang da Costa dan dari unsur TNI serta Polri.
Gamal Buifena mewakili warga menyatakan komitmennya, bahwa bersama puluhan kepala keluarga lainnya, menolak pembangunan bendungan itu.
"Kami tetap tolak bendungan tapi tidak melawan pemerintah. Disatu sisi pak lurah dukung kami tapi disisi lain pak lurah dukung pembangunan ini. Pak lurah seperti bermain dua kaki," ujar Gamal Buifena, Kamis 7 April 2022 kemarin, sebagaimana keterangan persnya.
Yunus Lama, perwakilan dari Serikat Tani Kolhua juga mengaku mendapat undangan sosialisasi.
"Kami diundang untuk sosialisasi tapi kami tolak jadi pak lurah tolong sampaikan aspirasi kami bahwa kami menolak bendungan itu," tambahnya.
Ia mengaku sejak awal sudah getol menolak pembangunan bendungan itu, karena lahan produktif pertanian mereka selama turun-temurun akan hilang. Selain lahan hilang, ia menilai proses pembangunan itu sengaja dilakukan untuk menghilangkan etnis Helong di Kota Kupang.
"Jangan rampas kehidupan kami di Kelurahan Kolhua karena lahan kami merupakan lahan produktif yang selama ini menghidupi kami," tegas Yunus Lama.
Ia bersama warga lain yang bermukim disana menyatakan sampai kapan pun akan tetap menolak pembangunan bendungan Kolhua.
Lurah Kolhua, Silvester Hello mengaku, ada 136 kepala keluarga yang diundang mengikuti sosialisasi di aula El Tari Kupang. Namun ada 37 kepala keluarga yang menolak dan menurut dia, hal itu dihargai sebagai aspirasi.
"Saya sangat hati-hati tentang bendungan. Saya ikuti aspirasi warga dan tugas saya sebagai ASN adalah, sebagai pelayan yang akan menyampaikan perintah pimpinan," ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi yang digelar merupakan langkah awal dan warga yang terdampak atau tergenang akan didata.
Sementara itu Camat Maulafa, Matius Antonius Bambang da Costa juga menegaskan, sosialisasi bukan bersifat putusan final. Lurah hanya menghimpun masyarakat dan mengundang karena kebijakan pemerintah memperhatikan masyarakat.
Ia menilai adalah wajar ada pihak yang menolak dan menghargai pemilik lahan untuk tidak menghadiri undangan. Camat juga menyinggung bahwa warga yang menolak sudah bersurat ke presiden, namun diingatkan bahwa membangun bendungan tidak mudah.
"Pemerintah hadir untuk masyarakat. Camat dan lurah hanya memfasilitasi jadi keputusan tergantung pada pemerintah. Kami ikuti dinamika yang ada dan tidak ada pemaksaan," ujarnya.
Camat berjanji akan mengundang kembali puluhan kepala keluarga yang menolak hadir untuk menyampaikan hasil sosialisasi pembangunan bendungan Kolhua.

Terpisah, anggota Komisi IV DPRD, Nelson Matara, mengatakan, rencana pembangunan bendungan Kolhua merupakan salah satu dari tujuh mega-proyek yang dianggarkan dari APBN. Bendungan Kolhua, belum dilakukan karena masih berpolemik.
"Persoalan yang selama ini terus bergilir itu soal lahan. Jadi itu adalah tugas pemerintah daerah yang mewakili pemerintah pusat di daerah sesuai PP 19," katanya, ketika dihubungi, Jumat 8 April 2022 oleh wartawan.
Gubernur dituntut untuk menyelesaikan tugas yang diamanatkan tersebut. Sesuai kultur dan budaya helong di lokasi pebangunan yang memahami hanya gubernur sehingga sangat mudah jika serius ditangani pemerintah.
"Secara adat istiadat, gawainya gubernur dan sangat tepat. Jadi lewat kedekatan ini rencana pembangunan ini segera bangun," sebutnya.
Dari sisi kelembagaan DPRD NTT, sangat sepakat dan memdukung rencana pembangunan oleh pemerintah pusat tersebut karena ini soal hajat hidup orang banyak.
"Kami sangat mendukung dn mendorong terlaksananya pembangunan bendungan ini," tegasnya.
Ia berharap pemerintah dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur NTT segera turun dan menyelesaikan persoalan lahan di kelurahan Kolhua sehingga pelaksana proyek bisa menjalankan tugasnya.
"Jangan ganti rugi, harus ganti untung dan komunikasi dengan warga dilakukan dengan pendekatan budaya," tegasnya. (Fan)
