Ramadan 2022

Beda Awal Puasa Muhammadiyah dan Pemerintah, Apakah Lebaran Sama?

Perbedaan penetapan 1 Ramadan kali terakhir berbeda antara PP Muhammadiyah dan Pemerintah terjadi pada tahun 2014.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUN-TIMUR.COM
Ilustrasi puasa Ramadan 2022 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi meminta perbedaan awal puasa pemerintah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak perlu dipertentangkan.

Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan 1 Ramadhan 1443 H/2022 M jatuh pada Ahad, 3 April 2022.

Sedangkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada 2 April 2022.

"Saya mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mempertentangkan perbedaan awal Ramadhan 1443 H," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Sabtu 2 April 2022.

Wamenag mengharapkan kepada umat Islam untuk bisa menerima perbedaan awal Ramadan ini dengan sikap bijak, penuh toleran, saling menghargai dan menghormati.

"Perbedaan seperti ini sudah sering terjadi. Saya yakin umat Islam Indonesia tidak kaget dan tidak akan mengganggu harmoni kehidupan bersama," tuturnya.

Baca juga: Berpotensi Beda Awal Puasa Ramadan 2022,Muhammadiya Besok 2 April, Kemenag Tunggu Hasil Sidang Isbat

Zainut menekankan agar perbedaan awal puasa menjadi proses pendewasaan diri dalam menerima perbedaan pendapat yang dilandasi dengan rahmat dan persaudaraan.

Pihaknya mengajak seluruh umat Islam untuk mengisi bulan Ramadan dengan ibadah dan amal perbuatan.

Selain itu, Wamenag juga mengingatkan pentingnya meningkatkan nilai ketakwaan dan kesalehan, baik kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial.

Setelah 7 Tahun

Perbedaan penetapan 1 Ramadan kali terakhir berbeda antara PP Muhammadiyah dan Pemerintah terjadi pada 2014.

Kala itu, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan pada 28 Juni 2014, sedangkan pemerintah dan NU menetapkannya pada 29 Juni 2014.

Walaupun begitu, pemerintah dan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal pada tanggal yang sama yakni 28 Juli 2014.

Di tahun 2022, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU menetapkan 1 Ramadan 1443 Hijriah atau awal puasa 2022 sama dengan pemerintah pada Minggu 3 April 2022.

Baca juga: Menteri Agama Umumkan Hasil Sidang Isbat: 1 Ramadan 1443 Hijriyah Jatuh pada Minggu 3 April 2022

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan keputusan ini diambil dalam setelah mendapat laporan pengamatan hilal dari tim pemantauan NU di daerah.

PBNU menetapkan 50 titik pemantauan di beberapa daerah di Indonesia.

"Lembaga Falaqiyah PBNU telah melakukan pemantauan tempat lokasi dilakukannya rukyatul hilal. Hilal tidak berhasil terlihat," katanya.

Dengan demikian, kata dia, umur bulan Syaban 1443H adalah 30 hari atau dengan kata lain istiqmal.

"Atas dasar tersebut, dengan ini, PBNU mengikrarkan bahwa awal bulan Ramadhan 1443H jatuh pada hari Ahad Wage, tanggal 3 April 2022," imbuh Gus Yahya.

Lebaran Berpotensi Sama

Perbedaan awal Ramadan antara Muhammadiyah dengan pemerintah ini membuat sebagian masyarakat khawatir hal yang sama juga akan terjadi pada hari raya Idulfitri.

Sebagian umat Islam mengungkap kecemasan akan hilangnya kemeriahan hari raya bila disambut pada waktu berbeda-beda. Pun warga yang berkeinginan pulang ke kampung halaman turut risau.

Namun demikian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meyakini perbedaan awal Ramadan itu tak akan terjadi pada Idulfitri 2022. MUI menyebut lebaran tahun ini berpotensi dirayakan serentak.

Baca juga: Pemerintah Tetapkan 1 Ramadhan 1443 H Jatuh pada Minggu 3 April 2022

"Ya, betul, soal Idulfitri berpotensi sama," kata Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, Sabtu 2 April 2022.

Agar tak ada kecemasan pada masyarakat, Amirsyah mendorong pemerintah bersikap lebih terbuka. Ia berharap perbedaan tidak akan muncul terkait hari lebaran. Terlebih, momen istimewa itu membentangkan pula pertalian antara seluruh lapisan masyarakat.

"Atas perbedaan itu pemerintah harus lebih arif dan bijaksana mendengar masukan dari berbagai pihak, sehingga tidak ada potensi perbedaan masuk 1 Syawal 1443 H," kata Amirsyah. "Kebersamaan lebaran momentum yang sangat tepat untuk kelihatan lebih kompak dalam merajut kebersamaan sesama anak bangsa," sambungnya.

Amirsyah mengatakan ibadah puasa dilakukan berdasarkan niat dan dijalankan sesuai syarat dan rukun. Karena itu kata dia, masyarakat tak perlu khawatir soal lamanya puasa, apakah 29 atau 30 hari. Menurut Amirsyah hal itu tak lantas membuat ibadah puasa tidak sah. "(Puasa mereka) sah sesuai niat, syarat, dan rukunnya,” ungkapnya.

Amirsyah juga menerangkan ibadah puasa 1 Ramadan sebenarnya berlaku sama bagi umat di seluruh dunia secara syari’. Namun, penetapan tanggal dapat berbeda karena metodologi yang berbeda pula.

Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada pedoman hisab hakiki wujud al-hilal. Rumusan tersebut menggarisbawahi bulan Ramadan dikatakan dimulai bila memenuhi sejumlah kriteria secara kumulatif. Kriteria tersebut yakni terjadinya ijtima’ (konjungsi) sebelum matahari terbenam. Selain itu, piringan atas bulan terlihat berada di atas ufuk saat matahari terbenam.

Baca juga: Warga di Kota Kupang Mengais Rezeki Manfaatkan Momen Ramadan 

Amirsyah mengatakan kriteria-kriteria itu telah terpenuhi pada Jumat 1 April. "Pertama, ijtima’ menjelang Ramadan 1443 H terjadi pada Jum’at Pahing 29 Sya’ban 1443 H/1 April 2022 M pukul 13.27.13 WIB. Kedua, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta +02o 18’12” (hilal sudah wujud)," kata Amirsyah.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan metode hisab Muhammadiyah dalam menentukan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha hingga waktu-waktu salat ini sudah digunakan sejak lama, yakni sejak organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.

"Jadi dalam kaitan ini sebenarnya bukan praktik baru di Muhammadiyah, karena Muhammadiyah berpendapat penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan serta Idul Adha merupakan satu rangkaian dalam ibadah," kata Mu'ti.

Dengan metode itu, kata dia, berapapun posisi hilal jika memang perhitungan sudah masuk maka dihitung sebagai bulan baru. Hal itu jelas Mu'ti berdasarkan pada firman Allah di beberapa surat, seperti Surat Ar-Rahman maupun Surat Yunus.

Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. "Jadi selalu kalau Muhammadiyah selalu mengumumkan hasil hisab itu three in one," katanya.

Baca juga: Jangan Abaikan Syaratnya! Inilah 4 Tips Bagi Ibu Hamil yang Ingin Berpuasa di Bulan Ramadan

Di sisi lain pemerintah kini mengadopsi standar baru. Kemenag memakai standar menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021. Kriteria baru MABIMS menetapkan hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.

Berdasarkan pengamatan pada Jumat 1 April malam, bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat.

"Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak," terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin saat sidang isbat pada Jumat 1 April.

Terlepas dari pengamatan itu, pihak-pihak terkait tak lantas menjadi saling tuding. Sebab perbedaan interpretasi bersifat relatif. Pun perbedaan itu tidak akan mengurangi pahala seseorang.

"Dalam menyikapi perbedaan harus dihindari pendapat satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah," ujar Amirsyah.

"Al-Qur’an memang memberikan porsi ‘perbedaan pendapat’, porsi ber-ijtihad lebih banyak agar umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain," imbuhnya.

Baca juga: Berikut Niat Sholat Tarawih & Witir di Bulan Ramadan, Juga Keutamaan Salat Tarawih Malam Kedua

Amirsyah turut menyinggung urgensi dalam bidang pendidikan keagamaan. Ia mengusulkan perubahan arah dalam sistem agar masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih toleran. Menurutnya, perbedaan tidak seharusnya melahirkan pertentangan dan permusuhan. Sebab, perbedaan merupakan rahmat.

"Perlunya reorientasi pendidikan keagamaan yang berwawasan toleransi, sejak dari pendidikan dasar penting diajarkan tentang realitas perbedaan pendapat, dan bagaimana menghargai perbedaan tersebut," papar Amirsyah. "Ramadan hendaknya jadi momentum teladan mengendalikan, memahami perasaan orang lain, empati dan simpati," katanya.

Adapun Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau umat Islam tetap menjaga ketertiban dan keamanan selama Ramadan 1443 H tahun ini, meski ada perbedaan waktu dalam memulai puasa.

"Kami imbau kepada umat Islam tetap menjaga keamanan, persatuan dan ketertiban," kata Yaqut dalam konferensi persnya, Jumat 1 April. (tribun network/reynas abdila/den/fah/dod)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved