Ramadan 2022
Beda Awal Puasa Muhammadiyah dan Pemerintah, Apakah Lebaran Sama?
Perbedaan penetapan 1 Ramadan kali terakhir berbeda antara PP Muhammadiyah dan Pemerintah terjadi pada tahun 2014.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan metode hisab Muhammadiyah dalam menentukan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha hingga waktu-waktu salat ini sudah digunakan sejak lama, yakni sejak organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.
"Jadi dalam kaitan ini sebenarnya bukan praktik baru di Muhammadiyah, karena Muhammadiyah berpendapat penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan serta Idul Adha merupakan satu rangkaian dalam ibadah," kata Mu'ti.
Dengan metode itu, kata dia, berapapun posisi hilal jika memang perhitungan sudah masuk maka dihitung sebagai bulan baru. Hal itu jelas Mu'ti berdasarkan pada firman Allah di beberapa surat, seperti Surat Ar-Rahman maupun Surat Yunus.
Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. "Jadi selalu kalau Muhammadiyah selalu mengumumkan hasil hisab itu three in one," katanya.
Baca juga: Jangan Abaikan Syaratnya! Inilah 4 Tips Bagi Ibu Hamil yang Ingin Berpuasa di Bulan Ramadan
Di sisi lain pemerintah kini mengadopsi standar baru. Kemenag memakai standar menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021. Kriteria baru MABIMS menetapkan hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
Berdasarkan pengamatan pada Jumat 1 April malam, bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat.
"Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak," terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin saat sidang isbat pada Jumat 1 April.
Terlepas dari pengamatan itu, pihak-pihak terkait tak lantas menjadi saling tuding. Sebab perbedaan interpretasi bersifat relatif. Pun perbedaan itu tidak akan mengurangi pahala seseorang.
"Dalam menyikapi perbedaan harus dihindari pendapat satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah," ujar Amirsyah.
"Al-Qur’an memang memberikan porsi ‘perbedaan pendapat’, porsi ber-ijtihad lebih banyak agar umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain," imbuhnya.
Baca juga: Berikut Niat Sholat Tarawih & Witir di Bulan Ramadan, Juga Keutamaan Salat Tarawih Malam Kedua
Amirsyah turut menyinggung urgensi dalam bidang pendidikan keagamaan. Ia mengusulkan perubahan arah dalam sistem agar masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih toleran. Menurutnya, perbedaan tidak seharusnya melahirkan pertentangan dan permusuhan. Sebab, perbedaan merupakan rahmat.
"Perlunya reorientasi pendidikan keagamaan yang berwawasan toleransi, sejak dari pendidikan dasar penting diajarkan tentang realitas perbedaan pendapat, dan bagaimana menghargai perbedaan tersebut," papar Amirsyah. "Ramadan hendaknya jadi momentum teladan mengendalikan, memahami perasaan orang lain, empati dan simpati," katanya.
Adapun Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau umat Islam tetap menjaga ketertiban dan keamanan selama Ramadan 1443 H tahun ini, meski ada perbedaan waktu dalam memulai puasa.
"Kami imbau kepada umat Islam tetap menjaga keamanan, persatuan dan ketertiban," kata Yaqut dalam konferensi persnya, Jumat 1 April. (tribun network/reynas abdila/den/fah/dod)