Berita Kota Kupang Hari Ini
Pemerintah Kelurahan di Kota Kupang Diminta Lakukan Pengawasan DAS
tujuan pembuatan Perda RTRW itu di samping untuk menjadi daerah sepadan sungai untuk penghijauan
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah di tingkat Kelurahan di Kota Kupang diminta untuk melakukan pengawasan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebab, daerah itu kini beralih fungsi jadi kawasan pemukiman dari sebenarnya merupakan jalur terbuka hijau yang wajib dilindungi.
Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli mengatakan, Kota Kupang sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencan Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perda nomor 12 Tahun 2011 tentang RTRW yang sudah dirubah menjadi Perda Nomor 9 Tahun 2012 mengatur tentang daerah sepadan sungai.
"Dalam Perda tersebut sudah mengatur secara detail, bahwa 15 meter di pinggir sungai itu merupakan daerah sepadan sungai sehingga tidak boleh ada aktivitas pembangunan apapun di daerah tersebut," katanya, Senin 28 Maret 2022.
Baca juga: Benda Mirip Rudal yang Ditemukan di Pantai Kalunan Alor Sudah Diamankan
Ia menyebut, fakta lapangan terjadi berbeda dari ketentuan tersebut. Banyak pembangunan masyarakat di daerah sepadan sungai atau bantaran kali. Bahkan, warga yang membangun itu bukan merupakan warga Kota Kupang, di Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM) hingga Oesapa, misalnya.
Warga pada area itu, merupakan pendatang yang mendapat izin pemilik tanah lalu membangun disitu. Ini sangat jelas melanggar Perda yang ditetapkan. Dengan pembangunan itu, rawan bencana akan mengikuti seperti longsor dan banjir, tentu mereka akan menjadi korban.
"Karena tujuan pembuatan Perda RTRW itu, di samping untuk menjadi daerah sepadan sungai untuk penghijauan, juga untuk melindungi masyarakat," tambahnya.
Baca juga: Ketua PWNU NTT Sebut Tetap Ikuti Petunjuk Kemenag Soal 1 Ramadhan 1443 H
Lahirnya perda itu, pada kondisi lain untuk mencegah adanya korban jiwa saat terjadi bencana pada area bantaran sungai. Dia menegaskan, agar Pemerintah kelurahan bisa melakukan pengawasan lebih intens guna mendukung Perda itu.
"Kalau sudah terjadi hal seperti ini karena kelalaian pemerintah dan aparatur di tingkat bawah, lalu ketika suatu saat terjadi persoalan siapa yang akan bertanggung jawab atau siapa yang mau disalahkan," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Kupang ini.
Pengawasan yang longgar, Pemerintah akan disalahkan oleh masyarakat. Sementara, masyarakat sendiri, kata dia, belum memahami betul aturan demikian. Dia menyarankan, Pemkot untuk bisa menata lebih baik kawasan tersebut, termaksuk sosialisasi dan pendekatan terhadap warga di daerah itu untuk menerapkan aturan tersebut.
Baca juga: Antisipasi Disperindag NTT untuk Persediaan Minyak Goreng Menjelang Lebaran
"Lalu masyarakat yang sudah terlanjur beraktivitas atau membangun di daerah Bantaran kali itu, yang terindikasi mereka masuk dalam kategori rawan bencana, harus disiapkan tempat untuk direlokasi. Sekarang pertanyaannya pemerintah mau atau tidak melakukan penataan itu, dan apakah masyarakat juga mau direlokasi," jelas dia.
Berkaca dari Badai Seroja April 2021 lalu, banyak masyarakat yang menjadi korban dan harus direlokasi. Mayoritas, warga itu berasal dari bantaran kali di wilayah Kota Kupang.
Baca juga: Harga Minyak Goreng di Supermarket Kota Kupang Semakin Tinggi
Dia menegaskan, agar tidak ada alasan berkaitan anggaran dalam melakukan penataan, juga relokasi. Adi Talli, menyampaikan agar Pemkot bisa berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk membantu perihal anggaran.
"Kita menyiapkan lahan dan pemerintah pusat membangun, jadi kalau untuk keselamatan masyarakat, jangan lagi kita beralasan keterbatasan anggaran," pungkasnya. (Fan)