Berita NTT Hari Ini
PDIP NTT Tolak Jokowi Perpanjangan Masa Jabatannya
Pimpinan partai politik yang mengemukakan wacana itu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati
Dia mengatakan, wacana menunda pemilu 2024 atau memperpanjang masa jabatan Presiden itu akan mencederai nilai-nilai Demokrasi.
"Jangan gampang tergoda dengan sesuatu yang nantinya membuat kita rugi sendiri, mari kita fokus untuk mencapai tujuan kepentingan bangsa, karena wacana itu jika terealisasi maka mencederai nilai-nilai Demokrasi bangsa ini," ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia saat ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja sehingga Demokrat harus mendukung pemerintah untuk membangun Indonesia dari berbagai aspek khususnya di bidang ekonomi.
"Mari kita bangun sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak, kita harus terus berkoalisi dengan rakyat untuk mendukung program pro rakyat agar ekonomi masyarakat kita bisa segera pulih dari pandemi covid-19 yang berkepanjangan ini," tandasnya.
Baca juga: Pemprov NTT Laporkan 771 Kasus Covid-19 Dalam Sehari, Ini Datanya
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Jhon Tuba Helan, mengatakan wacana penundaan Pemilu 2024 itu merupakan wacana dangkal.
"Wacana yang dangkal. Harusnya para elit politik mewacanakan sesuatu yang bisa membawa perubahan, tapi ini tidak," katanya ketika dihubungi, Selasa 1 Maret 2022 malam.
Jhon Tuba Helan menjelaskan, secara konstitusi, Pasal 22 E ayat (1) UUD 45 menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,umum,bebas, rahasia,jujur,dan adil setiap lima tahun sekali.
Artinya pemilu yang lalu di tahun 2019 maka berikutnya di tahun 2024. Sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk penundaan pemilu. Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu tidak berdasar dan tidak akan terlaksana.
Baca juga: 1.638 Orang Lulus PPPK Tahun 2021, Pemprov NTT Usul Penambahan Anggaran
"Pimpinan partai politik yang mengemukakan wacana itu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati," tegasnya.
Makna dari pemilu sekali dalam lima tahun, yakni masa kepemimpinan nasional baik legislatif maupun eksekutif adalah lima tahunan, maka di tahun 2024 habis masa jabatan dan harus diganti melalui pemilu. Menurut Dr. Jhon, Tidak ada ruang memperpanjang masa jabatan di luar mekanisme pemilu.
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Yohanes Jimmy Nami, menilai wacana Ini memang sengaja dikemas oleh kelompok tertentu yang memang punya kepentingan melekat dengan rezim saat ini.
"Konflik interest jelas, karena jika dilihat memang tidak ada urgensinya selain upaya untuk mendorong langgengnya kekuasaan dan kepentingan disekitarnya," katanya.
Penundaan pemilu untuk kepentingan politik tertentu jelas inkonstitusional dan mengangkangi undang-undang serta menodai demokrasi Indonesia dan semangat reformasi yang sudah baik.
Peta potensi penundaan pemilu bisa saja terakomodir jika ini kemudian menjadi wacana kolektif dari parpol yang dominan di parlemen. Untuk memasukkan itu, dilakukan amandemen terbatas misalnya.
"Ini yang perlu kita waspadai jangan sampai wacana ini jadi pintu masuk bagi oligarki, rent seeking dan lain-lain yang malah menodai penguatan Demokrasi Indonesia," tegasnya.
Jimmy mengaku optimistis sikap kenegarawan para pemimpin bangsa yang akan menjdi unsur penopang penguatan demokrasi Indonesia agar tidak terjerumus dalam kepentingan jangka pendek yang kemudian meruntuhkan tatanan demokrasi Indonesia. (*)