Berita Nasional Hari Ini

Peneliti ICW Mendidih, Hukuman Penjara Eddy Prabowo Dipotong Jadi 5 Tahun: Lho, Ada Apa dengan MA?

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendidih saat dengar keputusan Mahkamah Agung yang memotong masa penjara Edhy Prabowo dari 9 tahun jadi 5 tahun penjara.

Editor: Frans Krowin
TribunSumsel.com
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu 25 November 2020 silam. 

POS-KUPANG.COM - Peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch), Kurnia Ramadhana seakan mendidih dengan keputusan Mahkamah Agung (MA).

Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman Edhy Prabowo dari 9 tahun penjara, menjadi 5 tahun penjara.

Kurnia Ramadhana menyebut bahwa pemotongan hukuman penjara seperti itu merupakan hal yang absurd.

Apalagi alasan pemotongan hukumannya adalah karena terpidana korupsi tersebut, baik saat jadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Menurut dia, kalau memang Edhy Prabowo dinilai baik saat bertuhas, maka tidak bakal ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jadi, alasan bahwa Edhy Prabowo baik selama berugas, adalah alasan yang mengada-ada.

"ICW melihat hal meringankan yang dijadikan alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Ada apa dengan MA?"

Baca juga: Artis Cantik Ini Kecipratan Uang Suap Edhy Prabowo, Dipanggil Jadi Saksi Malah Tak Datang, Kok Bisa?

"Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat, tentu Edhy tidak diproseshukumkan oleh KPK," tandas Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu 9 Maret 2022.

Dia mengingatkan bahwa Edhy Prabowo merupakan seorang pelaku tindak pidana korupsi yang merugikan bangsa dan negara ini.

Selama mengemban jabatan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Susi Pudjiastuti, Edhy Prabowo memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan walau itu melawan hukum.

Maka dari itu, kata Kurnia Ramadhana, Edhy ditangkap dan divonis dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik.

"Lagi pun, majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya," katanya.

"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi," lanjut Kurnia.

Kurnia juga bingung dengan pertimbangan majelis kasasi yang menyebutkan bahwa Edhy Prabowo telah memberi harapan kepada masyarakat.

"Sedangkan pada waktu yang sama, Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19," katanya.

Baca juga: Edhy Prabowo Cs Terima Uang Rp 25,75 Miliar, Nama Fahri Mahzah & Azis Samsuddin Disebut-Sebut, Lho?

Hukuman 5 tahun tersebut, ujar Kurnia, kemudian menjadi sangat janggal.

Sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadi Edhy, Amiril Mukminin.

Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang Edhy lakukan, mantan politikus Partai Gerindra itu juga melanggar sumpah jabatannya sendiri.

Kurnia menyebutkan bahwa salah dua ciri korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa adalah karena dampak viktimisasinya sangat luas dan merupakan perbuatan tercela serta dikutuk oleh masyarakat.

"Tentu dengan dasar ini, masyarakat sangat mudah untuk melihat betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy," katanya.

Kurnia khawatir pemotongan hukuman oleh MA ini menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.

"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia.

Baca juga: Lima Fakta Ini Bikin Edhy Prabowo Tak Berkutik Dalam Kasus Ekspor Benur, Kasusnya Diungkap Sosok Ini

Diberitakan, hakim memotong masa hukuman Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara pada Senin 7 Maret 2022.

Hakim pada sidang kasasi menilai terdapat sejumlah hal yang menjadi pertimbangan majelis kasasi sehingga mengurangi vonis Edhy Prabowo.

"Bahwa putusan Pengadilan Tinggi yang mengubah putusan Pengadilan Negeri kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa, sehingga perlu diperbaiki dengan alasan bahwa pada faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan," demikian disebutkan hakim.

Reza Indragiri menyoroti putusan MA yang memotong masa penjara terpidana kasus korupsi, Edhy Prabowo.
Reza Indragiri menyoroti putusan MA yang memotong masa penjara terpidana kasus korupsi, Edhy Prabowo. (Tribunnews.com)

Reza Indragiri: Alasan Hakim Tidak Logis

Terkait pengurangan hukuman penjara terhadap Edhy Prabowo, disoroti juga oleh Reza Indragiri Amriel, Ahli Psikologi Forensik yang pernah menjadi konsultan UNODC di bidang pengembangan kompetensi hakim.

Resa Indragiri mengatakan, alasan hakim untuk mengurangi masa penjara Edhi Prabowo itu sulit dipahami.

Baca juga: Heran, Didakwa Terima Suap Rp 25,7 Miliar,Edhy Prabowo Tetap Ngaku Tidak Bersalah,Apa Alasannya?

Dikatakannya, korupsi menurunkan kepuasan kerja. Ketika kepuasan kerja turun, maka kinerja pun akan anjlok.

Begitu pula, korupsi akan membawa organisasi ke situasi tidak efektif dan kurang produktif.

Konsekuensinya sama, performa kinerja akan memburuk, baik performa individu maupun performa organisasi.

"Dari situ sulit dipahami, bagaimana logikanya bahwa seorang pejabat divonis bersalah karena melakukan korupsi namun pada saat yang sama disebut berkinerja baik?" kata Reza Indra Giri Amriel dalam keterangan yang diterima, Rabu 9 Maret 2022.

Lanjut dia, korupsi ketika dilakukan pejabat negara, sepatutnya diposisikan sebagai kejahatan yang menghapus segala catatan kebaikannya.

Integritas selayaknya dijadikan sebagai elemen mutlak dalam penilaian kinerja.

Selama elemen itu belum terpenuhi, maka elemen-elemen lainnya tak lagi menentukan.

"Tidak tepat untuk mengaitkan kinerja baik organisasi dengan individu yang korupsi," ujarnya.

Baca juga: Edhy Prabowo Jatahkan ke Iis Rosita Rp 50 Juta Sebulan, Tapi Sang Istri Tak Tahu Penghasilan Suami

Perilaku koruptif, menurutnya, justru menandakan bahwa individu bersangkutan memiliki komitmen rendah pada organisasi tempatnya bekerja.

"Dengan komitmennya yang rendah, bagaimana mungkin ia sepenuhnya berpikir dan bekerja untuk membawa kebaikan bagi lembaganya?" ujarnya.

Kata dia, bisa dipahami bahwa kinerja baik kementerian sesungguhnya adalah hasil dari kerja para personel birokrasi kementerian itu sendiri, bukan akibat atau kontribusi dari pejabat yang melakukan korupsi.

"Apa boleh buat, putusan hakim MA mengingatkan saya pada simpulan getir dari riset University of Sheffield. Bahwa, korupsi ternyata sudah menjadi cara jitu untuk menyiasati aturan main yang rumit."

"Korupsi membuat urusan menjadi lebih gampang diselesaikan, sehingga kinerja pun membaik. Jadi, memang ironis, alih-alih merusak organisasi, korupsi justru meningkatkan kinerja," kata dia. (*)

Berita Terkait Kasus Korupsi Edhy Prabowo

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved