NTT Cegah Stunting
Lery Mboeik Ungkap 6 Masalah Utama Penanganan Stunting di NTT
Hasil penimbangan dan pengukuran tersebut dapat mencerminkan status gizi balita yang merupakan tolak ukur status gizi masyarakat.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Penanganan dan Pencegahan Stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sarah Lery Mboeik menyebut enam masalah dasar dalam penanganan stunting yang ditemukan selama tiga tahun melakukan pendampingan.
Enam masalah utama dimaksud, JKN dan Jaminan Sosial, Bina Keluarga Balita (BKB), PAUD, dan Parenting belum berjalan optimal, serta 1000 HPK (ketahanan pangan, pola asuh), kualitas dan kepatuhan indikator spesifik serta konseling (manfaat vitamin A, TTD, Imunisasi) dan relasi gender.
"Potret data dari 2013-2018 di NTT, prevalensi stunting balita terus menurun, tetapi angkanya masih tinggi. Stunting ada di 22 kabupaten kota, di seluruh kelompok sosial ekonomi. Penyebabnya bersifat multidimensional, tidak hanya kemiskinan dan akses pangan tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada balita," jelas Lery Mboeik, Jumat 4 Maret 2022.
Baca juga: Malu Terhadap Kasus Stunting, Gubernur Viktor Wajibkan Kepala Daerah Lakukan Hal Ini
Ia menerangkan Pokja Stunting dibentuk Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dengan melibatkan pemerintah, akademisi, UNICEF dan LSM, lembaga agama, serta Polwan NTT.
Pokja Stunting menggunakan dua strategi secara simultan yaitu; menciptakan ekosistem yang mendukung pemenuhan gizi secara berkelanjutan dan menguatkan peran pemerintah sebagai penanggungjawab dan koordinator pencegahan dan penanganan stunting yang searah dengan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur NTT 2018-2023
Lery Mboeik menyebut 1 dari 5 anak NTT mengalami stunting berdasarkan pelaporan pada e-PPGBM Agustus 2021 yang merupakan aplikasi online pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) berbasis masyarakat dan dilakukan setiap 6 bulan.
Baca juga: Stunting pada 15 Kabupaten di NTT Terkategori Merah, BKKBN Siap Gelar RAN PASTI
"Bulan Februari dan Agustus sebagai bulan operasi timbang bersamaan dengan pemberian Vitamin A pada balita, dengan harapan bahwa pada bulan-bulan tersebut kedatangan balita di posyandu juga meningkat," urai Lery Mboeik.
Hasil penimbangan dan pengukuran tersebut dapat mencerminkan status gizi balita yang merupakan tolak ukur status gizi masyarakat. Masalah stunting ini masalah multi stektor sehingga bulan operasi timbang ini juga tidak hanya menjadi beban Dinas Kesehatan tapi juga menggerakan multi seltor untuk terlibat bersama.
Pada bulan penimbangan Februari tahun 2022 baru selesai dan hasilnya belum final. Data per 1 Maret 2022 disebutkan dari jumlah sasaran balita (proyeksi) 548.249 di 22 kabupaten kota, balita yang ditimbang hanya 400.562 (73,1 persen) dan dari 73,1 persen data yang diinput baru 90,8 persen.
Baca juga: Atasi Stunting, Bulog Peduli Gelontorkan Beras Vitamin Untuk 191 Warga
Kabupaten yang presentasi tertinggi melakukan pengukuran dan penimbangan adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mencapai 90,8 persen dan telah diinput 100 persen sehingga status gizi balita telah diketahui.
Kabupaten lainnya adalah Sumba Tengah 100 persen mengukurnya tapi terendah dalam menginputnya yaitu hanya (61,6 persen).
Data yang terendah dalam penimbangan dan pengukuran adalah Kota Kupang. Dari sasaran 45.476 anak balita, yang ditimbang dan diukur hanya 19. 071 balita (41,9 persen) dan diinput pun hanya 69,7 persen.
"Ukur timbang saja merasa bahwa masih banyak kabupaten Kota tidak serius melakukan ini apalagi dalam intervensi," tegas Lery Mboeik.
Baca juga: Erik Rede Soroti Peran Ayah dalam Upaya Pencegahan Stunting di Ende
Menurutnya, banyak pemerintah daerah menilai masalah masalah stunting ini hanya urusan Dinas Kesehatan. Padahal ini merupakan masalah multi sektor.
Terdapat dua kelompok besar yang menjadi faktor penyebab terjadinya stunting, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung yang dimaksud adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Faktor langsung ini berhubungan dengan ketahanan pangan bergizi, lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap layanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).
Baca juga: Bupati Malaka Sambangi Korban Stunting dan Gizi Buruk
Sementara aspek lain yang ikut mempengaruhi adalah isu gender yang memiliki peran signifikan pada penyebab dan sangat penting diperhatikan dalam upaya pencegahan stunting.
"Mengapa perlu pada upaya untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam pencegahan dan penanggulangan stunting? Dilihat dari kedua faktor tersebut, masalah kesetaraan gender tersirat di dalam faktor langsung maupun tidak langsung," tambahnya. (*)