Perang Rusia Ukraina

Bantuan Persenjataan Kini Mengalir ke Ukraina, Perundingan Damai Dikhawatirkan Semakin Jauh, Lho?

Perundingan damai antara Rusia - Ukraina masih menemui jalan buntu. Perundingan dilakukan setelah Rusia mengagresi militer ke Ukraina 24 Februari 2022

Editor: Frans Krowin
Tribunnews.com
Pasukan Ukraina melaju dengan tank menuju garis depan menghadang pasukan Rusia di wilayah Lugansk, Ukraina, Jumat 25 Februari 2022. 

POS-KUPANG.COM - Upaya perundingan damai antara Rusia dan Ukraina masih menemui jalan buntu. Perundingan ini dilakukan setelah Rusia melakukan agresi militer ke Ukraina Kamis 24 Februari 2022 kemarin.

Dalam agresi tersebut, tentara Ukraina malah berhasil menahan pasukan Rusia yang datang dengan kekuatan penuh.

Bahkan dilaporkan bahwa dalam serangan Ukraina secara tiba-tiba itu mengakibatkan pasukan Rusia kelimpungan.

Ribuan tentara dikabarkan tewas dan banyak armada tempur milik Rusia hancur terkena tembakan rudal.

Dalam kondisi yang genting itu, Rusia memberikan ultimatum agar Ukraina menyerah tanpa syarat.

Namun seruan itu tak mendapat respon yang berarti. Pasalnya, Ukraina terus memberikan perlawanan dengan meladeni serangan tersebut.

Apalagi saat ini bantuan persenjataan dari negara-negara lain, mulai mengalir ke Ukraina.

Bantuan itu datang dari berbagai negara baik dari Amerika dan Eropa, juga Asia dan Australia.

Baca juga: Rusia Hancurkan Pesawat Kargo Terbesar Dunia Milik Ukraina: Menlu Sumpahi Presiden Vladimir Putin

Mengalirnya bantuan senjata itu pada saat sedang dilakukan perundingan damai antara kedua negara.

Meski ada upaya damai itu terus diupayakan, namun Jurnalis Al Jazeera, Bernard Smith melaporkan dari Moskow, bahwa pembicaraan damai itu masih jauh dari harapan.

"Tampaknya sangat, sangat jauh dalam hal apa yang mereka inginkan dari pembicaraan".

“Rusia, kita sudah tahu, telah meminta penyerahan tanpa syarat pasukan Ukraina,” kata Smith, dikutip dari Al Jazeera.

“Vladimir Putin telah meminta pasukan Ukraina untuk menggulingkan pemerintah Volodymyr Zelensky."

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan "Saya tidak mengakui pemerintah Ukraina saat ini sebagai negara demokratis, meskipun Zelensky terpilih dengan 73 persen suara pada 2019,” tambahnya.

Semakin jauhnya titik temu dalam pembicaraan tersebut menjadikan kesepakatan gencatan senjata makin sulit dicapai.

“Dan tampaknya Rusia terus berjuang, bahkan ketika pembicaraan ini sedang berlangsung…"

"Jadi kedua belah pihak sangat berjauhan dan sulit untuk melihat bagaimana mereka bisa mencapai kesepakatan tentang gencatan senjata,” ungkap Smith.

Diketahui pembicaraan tingkat tinggi antara Kyiv dan Moskow berlangsung di perbatasan Ukraina-Belarus.

Ukraina bermaksud meminta Rusia melakukan gencatan senjata.

Baca juga: Perang Belum Berakhir, Ribuan Mayat Tentara Rusia Mulai Dipulangkan, Begini Respon Vladimir Putin

Konflik Rusia vs Ukraina

Masih dilaporkan Al Jazeera, puluhan orang dilaporkan tewas akibat serangan roket di Kota Kharkiv, Ukraina timur, Senin 28 Februari 2022.

Hal itu diungkapkan penasihat kementerian dalam negeri Ukraina, Anton Herashchenko.

“Kharkiv baru saja ditembaki secara besar-besaran oleh lulusan (roket). Puluhan orang tewas dan ratusan luka-luka,” kata Herashchenko dalam sebuah postingan di Facebook.

Tidak ada komentar langsung dari Moskow atas pernyataan Herashchenko tersebut.

Diketahui, Rusia telah memulai invasi ke Ukraina sejak Kamis 24 Februari 2022.

Pembicaraan sudah dilakukan kedua pihak, namun belum menemui kesepakatan.

Perundingan Rusia dan Ukraina Dimulai

Perundingan baru saja dimulai, di Belarusia, antara delegasi tingkat tinggi dari Rusia dan Ukraina.

Kedua pihak bertujuan mengakhiri konflik bersenjata antara kedua negara.

Moskow meluncurkan serangan militer skala penuh, pekan lalu, dan pasukannya ditempatkan di pinggiran ibukota Ukraina, Kiev.

Pemerintah Belarusia memfasilitasi dua negara yang berkonflik, Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Dampak Rusia-Ukraina, Roman Abramovich akan Diusir Pemerintah Inggris karena Teman Putin?

Pertemuan dua negara tersebut terjadi di Gomel dekat Sungai Pripyat perbatasan Belarusia dengan Rusia.

Kantor Kepresidenan Ukraina dalam pernyataannya seperti dilansir CNN menyebut bahwa pihaknya menginginkan adanya gencatan senjata.

"Delegasi Ukraina tiba di perbatasan Ukraina-Belarusia untuk terlibat dalam pembicaraan dengan perwakilan Federasi Rusia," demikian pernyataan kantor kepresidenan Ukraina, Senin 28 Februari 2022.

Dalam foto-foto yang dilansir Reuters, perundingan sudah dimulai.

Hadir dalam perundingan Menteri Luar Negeri Belarusia, Vladimir Makei, membuat pernyataan saat Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov dan Vladimir Medinsky, ajudan presiden Rusia dan delegasi lainnya.

"Teman-teman terkasih, Presiden Belarusia telah meminta saya untuk menyambut Anda dan memfasilitasi pekerjaan Anda sebanyak mungkin. Seperti yang telah disepakati dengan Presiden (Volodymyr) Zelenskiy dan Putin, Anda dapat merasa benar-benar aman," kata Menteri Luar Negeri Belarusia Vladimir Makei saat membuka perundingan.

Delegasi Rusia yang dipimpin oleh penasihat kepresidenan Rusia, Vladimir Medinsky mengatakan pihaknya juga sudah berada di Belarusia dan siap mengikuti perundingan dengan Ukraina.

Baca juga: Ratu Kecantikan Ukraika Angkat Senta dan Berperang Lawan Rusia, Padahal Bisa Kabur dari Negaranya

Medinsky menyebut pihaknya sudah saat ingin menghentikan konflik kedua negara.

"Kami jelas memiliki kepentingan untuk mencapai sejumlah kesepakatan sesegera mungkin," ujar Medinsky.

Medinsky menyebut logistik untuk delegasi Ukraina 'sangat sulit', dengan waktu kedatangan ditunda beberapa kali.

Kisah Lugu Tentara Rusia yang Ditangkap Pasukan Ukraina

Ada kisah menarik tentang keluguan tentara Rusia yang ditangkap pasukan Ukraina saat invasi.

Newsweek melaporkan video viral yang merekam lima tentara Rusia yang ditangkap di Kharkiv oleh pasukan Ukraina viral di media sosial.

Video itu diposting pada Minggu 27 Februari 2022 dan sejauh ini telah ditonton lebih dari 700.000 kali.

Orang yang merekam video itu mewawancarai masing-masing tentara yang terikat tangan dan mempertanyakan mengapa mereka menyerang Ukraina.

Para prajurit mengatakan bahwa mereka hanya ingin kembali ke rumah, tidak ingin menyerang Ukraina sejak awal dan mengalami demoralisasi.

Setelah ditanya dari unit militer apa mereka berasal, tentara Rusia masing-masing menjawab dengan nomor unit militer mereka.

Ketika ditanya apa tujuan mereka datang ke Ukraina, para tentara memberikan tanggapan yang berbeda-beda sambil mengatakan bahwa mereka telah dibohongi dan ditipu.

"Kami datang ke sini untuk pelatihan. Kami ditipu sedikit, jadi begitulah saya di sini," kata tentara Rusia pertama.

"Untuk pelatihan. Saya dikirim ke sini oleh komandan," kata prajurit Rusia kedua.

Baca juga: Rusia Hancurkan Pesawat Kargo Terbesar Dunia Milik Ukraina: Menlu Sumpahi Presiden Vladimir Putin

Prajurit ketiga berkata "Kami diberitahu bahwa kami dikirim untuk pelatihan pada awalnya, tetapi kami ditempatkan di garis depan. Orang-orang kehilangan semangat dan tidak ingin pergi, tetapi mereka mengatakan Anda akan menjadi musuh publik. Kami tidak ingin perang ini. Kami hanya ingin pulang dan kami menginginkan perdamaian."

Prajurit keempat mengatakan, komandannya memberi tahu mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Kami tidak tahu apa-apa. Kami tertipu dan ditinggalkan."

Ibu Tentara Rusia Menangis Anaknya Jadi Tawanan

Hari pertama invasi militer Rusia di Ukraina, Kamis 24 Februari 2022, muncul foto dua pria berseragam tentara Rusia.

Keduanya digambarkan sebagai tawanan perang dipublikasikan di halaman Facebook Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, Valeriy Zaluzny.

Baru pada saat itulah Natalya Deineka menyadari bahwa putranya, Rafik Rakhmankulov, terlibat perang.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC Rusia, wanita berusia 40 tahun itu mengatakan bahwa saudara perempuannya pertama kali memberi tahu dia tentang foto itu.

Natalia masih belum menerima konfirmasi tentang status Rafik.

"Saya telah menghubungi beberapa perwira dari unit militernya dan menceritakan apa yang terjadi," kata Natalya.

"Dia bilang kontra intelijen akan memeriksa apakah Rafik ditahan atau tidak, tetapi belum ada konfirmasi."

Tetapi otoritas militer tidak menyangkal kepadanya bahwa pemuda 19 tahun itu, yang belum genap setahun berdinas sebagai tentara, telah dikirim ke front Ukraina untuk berperang.

'Dia tidak tahu mereka akan dibawa ke sana'

Natalia mengklaim bahwa putranya yang merupakan seorang teknisi tempur di Divisi Tank Pengawal ke-4 (Kantemirovskaya), tidak mengetahui akan dikerahkan dalam invasi.

"Dia tidak tahu bahwa mereka akan dibawa ke sana. Mereka baru tahu saat tiba."

Terakhir kali Natalia berbicara dengan Rafik adalah pada 23 Februari, ketika putranya itu mengatakan divisinya sudah berada di dekat perbatasan Ukraina.

Baca juga: Perang Belum Berakhir, Ribuan Mayat Tentara Rusia Mulai Dipulangkan, Begini Respon Vladimir Putin

"Saya bertanya mengapa dia sebelumnya tidak bilang bahwa mereka dipindahkan ke sana. Dia hanya menjawab 'Agar Ibu tidak khawatir'. Dia juga mengatakan bahwa semuanya berjalan tenang."

Ketika foto-foto para tahanan mulai beredar, saluran TV Russia-24 menyebutnya sebagai "berita palsu".

Padahal foto-foto itu benar adanya.

Penghasilan stabil

Natalia mengatakan telah menghubungi beberapa organisasi, termasuk Komite Ibu Prajurit, sebuah LSM Rusia.

"Mereka sudah mengambil datanya, tapi sejauh ini belum ada informasi," katanya.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa. Media hanya diam tentang fakta bahwa orang-orang kita ditangkap. Atau mereka tidak tahu."

Natalia mengatakan bahwa Rafik bergabung dengan angkatan bersenjata pada Juni 2021 sebagai wajib militer, yang menurut undang-undang tidak sampai membuatnya dikerahkan dalam operasi tempur.

Tapi BBC Rusia diberitahu oleh kekasih Rafik, Liliya, bahwa ia sudah menjadi tentara kontrak Desember lalu untuk "menghidupi masa depan keluarganya".

Meskipun Liliya sudah berupaya mencegahnya.

Natalia mengungkapkan bahwa putranya pernah belajar di sekolah teknik pertanian tetapi keluar untuk bergabung dengan tentara.

Rafik melihat jadi tentara mendatangkan prospek keamanan finansial.

"Jadi anggota militer diberikan rumah, dan bisa mendapat gaji normal di sana. Apalagi sekarang tidak ada pekerjaan di negara ini," kata Natalia.

"Putra saya tidak terlalu tertarik dengan karir militer. Dia lebih melihatnya sebagai kesempatan untuk bangkit jadi mandiri, untuk memiliki semacam pendapatan yang stabil."

Baca juga: Pertama Kali Rusia Akui Prajuritnya Gugur , Ukraina Klaim 4.300 Tentara Rusia Tewas dan Terluka

Rafik salah satu dari tiga anak Natalia.

Pasangan Natalia saat ini pun memiliki tiga anak.

'Anak saya ke sana bukan atas kehendaknya sendiri'

Ketika ditanya apa yang dia rasakan tentang invasi Rusia ke Ukraina, Natalia mengaku tidak mengikuti politik atau menonton berita.

"Sejujurnya saya tidak mengerti untuk apa semua ini," katanya.

"Di negara kami, sebagian orang tidak punya apa-apa untuk dimakan. Saya tidak mengerti perang atau aksi militer apa pun."

Dapat dimengerti bahwa dia tertekan dengan membaca komentar media sosial tentang penempatan putranya ke konflik itu, terutama yang bernada ancaman terhadap Rafik dan tentara Rusia lainnya yang mungkin telah ditahan di Ukraina.

"Anak saya ke sana bukan atas kehendaknya sendiri, panglimanya yang mengirim dia ke sana," katanya.

"Untuk apa? Saya tidak bisa menjawabnya. Kami - baik saya maupun anak saya - tidak membutuhkannya."

"Kepada siapa saya harus memohon untuk mendapatkan anak saya kembali?" tanya Natalia.  (*)

Artikel ini sebelumnya telah tayang

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved