Berita NTT Hari Ini
Ketua PHDI NTT: Tidak Dibenarkan Ada Perceraian di Keluarga Hindu
Perceraian di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan menjadi fenomena tersendiri
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Perceraian di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan menjadi fenomena tersendiri.
Sepanjang tahun 2021, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk) Provinsi NTT mencatat sebanyak 13.838 warga mengalami cerai hidup dengan rincian 10.646 perempuan dan 3.374 laki - laki.
Terkait hal ini Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Wayan Darmawa mengatakan, prinsip dalam keluarga menurut Hindu adalah pengabdian atau pelayanan antara suami kepada istri dan anak, istri kepada suami dan anak maupun anak-anak kepada orang tuanya. Keluarga harus rukun, damai dan saling melayani yang mencerminkan harmonisan.
Baca juga: Direktris LBH Apik : KDRT Dominasi Kasus Perceraian
"Keharmonisan, kesejahteraan, keutuhan keluarga, akan melahirkan anak suputra yang akan menjadi embrio peningkatan sumber daya manusia pada generasi penerus yang sekaligus berdampak langsung pada kemajuan suatu bangsa," kata Wayan, Jumat, 25/02/2022.
Oleh karena itu, lanjut dia, prinsip-prinsip dalam pembentukan keluarga sukinah harus dipegang teguh selamanya oleh seluruh anggota keluarga. Namun, dalam perjalanan bahtera rumah tangga kalau ada hambatan maupun riak-riak perselisihan harus diselesaikan dengan bijaksana untuk menjamin keutuhan keluarga.
"Sehubungan spirit sukinah dalam keluarga sesuai kitab suci veda, karena itu tidak dibenarkan adanya perceraian dalam keluarga Hindu," jelasnya.
Untuk meminimalisir terjadinya perceraian dalam keluarga Hindu di NTT, kata Wayan, PHDI kabupaten / kota secara preventif memberikan advokasi terutama pada keluarga muda dan secara kuratif memberikan pembinaan koseling bagi kuarga bermasalah.
Baca juga: Luis Balun: Saya Dijuluki Pengacara Kasus Perceraian
"Secara rutin WHDI memberi advokasi pada ibu - ibu yang biasa lebih lemah dalam kasus - kasus KDRT," ujarnya.
Wayan mengungkapkan, kasus perceraian di kalangan umat Hindu jarang sekali terjadi. Jika ada kasus, ada mediasi antar keluarga terlebih dulu, kalau tidak bisa masuk pengadilan.
"Kalau sudah putus maka si wanita buat upacara keagamaan permisi dari tempat sembahyang keluarga laki - laki. Dengan demikian wanita tidak ada ikatan secara sekala lewat pengadilan dan secara niskala lewat upacara keagamaan," pungkasnya. (*)