Timor Leste
Inilah Alasan Pertumbuhan Ekonomi di Timor Leste Terbilang Lambat Dari Negara Asia Tenggara Lainnya
Pertumbuhan ekonomi Timor Leste terbilang masih lambat dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.
Penulis: Maria Enotoda | Editor: maria anitoda
Meskipun demikian, validitas laporan ini dipertanyakan oleh para anggota institut linguistik nasional Timor, yang mempertahankan pendapat bahwa bahasa Portugis diucapkan hingga 25% dari penduduk Timor.
Seiring dengan bahasa lokal lainnya, bahasa Tetum merupakan bahasa yang paling umum digunakan untuk berkomunikasi, sementara itu bahasa Indonesia masih banyak digunakan di media dan sekolah dari SMA hingga perguruan tinggi.
Sebagian besar kata dalam bahasa Tetum berasal dari bahasa Portugis, tetapi juga terdapat kata-kata serapan dari bahasa Indonesia, contohnya adalah notasi bilangan.
Timor Leste tidak memiliki budaya resmi, budaya masyarakat Timor Leste bergantung dengan budaya Timor Timur, yaitu campuran suku dengan Indonesia, salah satunya adalah Suku Marobo.
Selain itu, budaya Timor Leste juga dipengaruhi bangsa Portugis.
Suku Marobo adalah suku yang bertempat tinggal di beberapa desa di Bobonaro, kota Maliana, Timor Leste, khususnya desa Ilatlaun, Atuaben, dan Soileso.
Pada 1990 diketahui bahwa jumlah populasinya sekitar 3.000 jiwa.
Suku Marobo masih mempunyai tali saudara dengan suku Kemak dan menggunakan bahasa Kemak, sehingga sering juga disebut orang Kemak Marobo.
Selain bahasa Kemak, suku Marobo juga menggunakan bahasa lain, yaitu bahasa Bunak atau Tenun Terik sebagai lingua franca untuk berkomunikasi dengan bangsa lain yang ada di sekitarnya.
Seorang antropolog Prancis bernama Brigitte Clamagirand pernah menetap di pemukiman suku Marobo.
Ia membuat dokumentasi yang menggambarkan masyarakat Marobo mempunyai keahlian di seni tenun. Suku Marobo memang terkenal atas tenun (atau 'tais', sebuah jenis tenun Timor Leste).