Kisah Opa Salassa, Bupati Pertama Kabupaten TTU yang Kini Berusia 99 Tahun

Tahun 1948 hingga 1949, pria kelahiran Kei Maluku Tenggara ini lulus menjadi siswa Pamong Praja di Makassar.

Penulis: Eflin Rote | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/EFLIN ROTE
Bupati Pertama Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) periode 1960-1965, Petrus Salassa ketika ditemui di rumahnya di Kota Kupang 

Hal-hal yang telah dilakukan untuk pembangunan wilayah yang dipimpinnya diantaranya membuka jalan dari Kefamenanu ke Eban kemudian sambungannya dari Eban ke perbatasan Timor Leste, Naikake.

Baca juga: Kelurahan Nefonaek Gencar Lakukan Gerakan Kebersihan Cegah DBD

Tidak hanya itu, Opa Salassa juga kembali membuka akses jalan raya dari Lurasik ke Manufui sepanjang 25 km.

“Waktu itu Gubernur Lalamentik yang resmikan jalan itu. Sebagai tanda mata untuk saya, saya berikan jalan itu untuk Lalamentik,” kenangnya.

Opa Salassa juga masih mengingat jelas bagaimana gangguan keamanan yang terjadi waktu itu karena merupakan daerah peralihan. Elemen-elemen yang berbau komunis pada waktu itu sudah ada.

“Waktu itu mereka tidak senang saya memerinth di TTU jadi mereka buat-buat laporan ke Gubernur dan Dandrem mengenai hal-hal yang mereka anggap melanggar peraturan negara antara lain perbatasan, saya beri ijin orang yang mau ke seberang (Oekusi), saya ada alasan akhirnya semua ditendan dan dibalik mereka yang disalahkan karena mereka membuat laporan palsu,” tuturnya.

Opa Salassa pun mengembalikan kebijakan kepada Gubernur. “Terserah saya mau dipecat silahkan tapi ternyata saya pegang hukum pada waktu itu. Perbatasan diolah oleh seorang pejabat dengan kuasa dari Imigrasi. Gubernur tidak tahu aturan itu kemudian Imigrasi jelaskan baru mengerti Tapi saya disuruh hati-hati sama Gubernur,” jelasnya.

Di usianya yang sudah senja, Opa Salassa saat ini disibukkan dengan kegiatan rohani seperti Legio Maria dan berdoa. Menantu Opa Salassa, Dr. Anthon Belle, M.Si mengungkapkan jika teladan yang diberikan Opa Salassa adalah tekun berdoa dan tidak memiliki musuh.

“Kami anak dan cucu dan cicit lihat opa dalam umur begini kami senang untuk membuat opa senang dengan cara opa perlu bacaan kami berusaha dengan dengar cerita opa. Dengan itu opa bisa melepas kerinduan atau apa,” jelas Anthon.

Anthon mengaku selama ini belum pernah melihat opa marah dan berkata kasar. “Kami rasa itu mungkin modal utama dari opa dalam hidup ini sehingga berdoa dan bekerja dan hidup apa adanya itu menjadi satu bekal untuk kami anak-anaknya,” tutupnya. (LIN)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved