Berita NTT
DAI NTT Komit Kawal Kesehatan dan Kesejahteraan Anak di NTT
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Nusa Tenggara Timur berkomitmen mengkawal kesehatan dan kesejahteraan
Laporan Kontributor POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Nusa Tenggara Timur berkomitmen mengkawal kesehatan dan kesejahteraan anak di Nusa Tenggara Timur.
Dalam dialog di Podcast POS-KUPANG.COM, Ketua IDAI NTT, dr. Woro Inari Padmosiwi, Sp. A menjelaskan sejumlah hal mengenai kesehatan dan kesejahteraan anak. Acara dimoderatori host jurnalis POS-KUPANG.COM, Eflin Rote, Jumat 28 Januari 2022.
Host: menurut IDAI sendiri kesejahteraan anak dalam kacamata IDAI NTT ini seperti apa? Apakht harus sehat atau harus bebas stunting?
Ketua IDAI: Prinsipnya kan kita harus meningkatkan kesehatan anak-anak untuk hidup sehat dan sejahtera. Nah hidup sehat dan sejahtera ini tentunya semua tercapai dengan bagus baik nutrisinya, kemudian fasilitas lain yang akan menunjang tumbuh kembang dengan optimal.
Baca juga: Begini Penjelasan Ketua IDAI NTT yang Baru Terkait Program Kerja 2021-2024
Salah satunya adalah dengan program imunisasi. Kita sebagian besar, Dokter sudah berkomitmen untuk membantu imunisasi ya, yang pada saat ini agak sedikit menurun karena covid-19. Jadi banyak bayi maupun anak-anak tidak dibawa oleh ibunya ke fasilitas kesehatan untuk mendapat imunisasi sehingga ya tentunya kan kemungkinan penyakit yang bisa dicegah oleh imunisasi muncul. Jadi kita dekat menggalakkan kepada semua ibu-ibu dan keluarga khususnya untuk membawa anaknya lagi untuk imunisasi.
Dengan imunisasi tentu akan sehat, tumbuh kembang akan lebih optimal dan tercapai. Kita mengharapkan bayi atau anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan optimal dan memperoleh kehidupan yang sejahtera.
Host: IDAI melihat ini seperti apa ini dokter? Semua ini dilematis, dalam satu sisi dibawa ke faskes takut nanti terjangkit. Seperti apa dokter menyikapi dilematis ini?
Ketua IDAI: Jadi disini memang kita memang harus pintar-pintarnya mengedukasi pada ibu dan keluarga bahwa kita harus segera membawa anak-anak tersebut ke fasilitas kesehatan. Di fasilitas kesehatan memang sudah ada yang dipisahkan antara bayi atau anak sakit dengan yang mau imunisasi. Kalau saya pribadi, saya bikin jadwal berbeda ya misalnya untuk imunisasi Selasa, Kamis, Sabtu, misalnya begitu.
Baca juga: Anggota IDAI : Vaksin COVID-19 Aman untuk Anak
Tapi memang diantara jadwal itu memang ada yang sakit ya tidak apa-apa. Jadi memang sebenarnya tidak usah takut yang penting penerapan protokol kesehatan. Kuncinya di Prokes. Dan sekarang sebagian besar sudah kembali lagi untuk imunisasi. Memang sempat turun, itu yang kita khawatirkan kalau dia turun banyak bisa berdampak timbul penyakit lain yang harusnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Tribuners: Apa penyakt yang paling mengancam di musim hujan seperti ini dan yang paling cepat menyerang anak?
Ketua IDAI: Jadi disaat musim hujan ini memang sekarang ini lagi musimnya demam berdarah dengue dan diare. Jadi artinya kita harus hati-hati terhadap penyakit seperti itu. Misalnya demam berdah dengue, kalau panas coba segera ke dokter untuk kita evaluasi, apakah dia hanya panas biasa misalnya atau panas karena demam berdarah. Jangan sampai terlambat karena memang bisa menyebabkan kematian.
Sebenr kejadian Demam berdah dengue sudah banyak berkurang dibanding waktu lalu. Kemungkinan besar adalah karena edukasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan untuk melakukan empat M. Pertama mengubur, menguras, menutup dan plusnya itu kita benar-benar, dengan barang-barang yang tidak terpakai itu maksudnya bisa di pakai untuk hal yang lain. Jadi benar-benar dimanfaatkan. Jadi kita ingat, Kesehatan lingkungan sekitarnya, tadi barang-barang yang bisa menampung air hujan, nah itu harus dihindari.
Baca juga: Pelantikan Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang NTT Periode 2021-2024
Saya punya halaman rumah agak besar, itu orang buang sembarangan saja, apakah itu botol Aqua, gelas Aqua, plastik-plastik itu nanti musim hujan begini kan mereka tergenang, nah itu lingkungan saya saja, lingkungan yang lain tidak tauh. Dan kalau lingkungan saya, kita lebih konsen membersihkan, orang lain, apakah peduli? Tapi saya lihat sekarang sudah cukup bagus, memang masih ada yang meninggal tapi kecil sekali, kalau dulu terlambat datang, sering kali itu orang menganggap kalau anaknya panasnya sudah turun itu sudah aman, padahal demam berdarah itu bahayanya di hari keenpat setelah panas turun.
Nah kalau panas turun, biasanya trombosit akan turun. Jadi itu harus hati-hati. Saat turun itu kita harus cek betul-betul, apakah ada pengentalan darah karena trombosit turun karena kalau ada pengentalan darah, banyak darah yang keluar dari pembuluh darah itu yang bisa menyebabkan syhok.
Host: Kalau Diare dokter, apakah sama penyebabnya dengan demam berdarah?
Ketua IDAI: Tentu tidak ya. Kalau demam berdarah itu kan dengue ya, nyamuk. Virus dengue melalui vektor nyamuk. Kalau diare dari Lotavirus itu memang penularannya mudah saat musim hujan ini. Dan itu misalnya mencret, dibawa segera ke dokter, minum yang cukup/oral
Kalau belum sempat ke dokter tidak ada oralit, boleh larutan gula walaupun yang kita harapkan adalah oralit karena disitu ada zat elektrolit yang biasanya sewaktu diare itu keluar jadi kita harus ganti dengan yang mudah adalah oralit.
Host: kalau untuk diwilayah NTT sendiri, apakah diare ini masih atau seperti apa dokter?
Ketua IDAI: Masih cukup tinggi, tapi pas musim hujan ya. Kalau soal terlambat dibawa ke faskes semuanya termasuk demam berdarah dan diare semuanya tetap fatal. Apalagi kalau sudah dehidrasi yang berat, kalau tidak ditangani dengan segera ya tentu akan fatal juga.
Host: apakah orang tua yang memiliki pendidikan atau kesadarannya bagus, apakah mempunyai pengaruh kesehatan anak?
Ketua IDAI: sebenarnya tentu mempengaruhi ya. Namanya pendidikan kan mempengaruhi juga pengetahuan cara membesarkan dan mendidik anak-anak. Tentu berpengaruh, tapi untuk presentasinya saya sendiri tidak terlalu tauh ya berapa persen yang mempengaruhi itu.
Host: IDAI mendukung program kementerian kesehatan. Dukungannya seperti apa dokter, wujud nyatanya?
Ketua IDAI: Jadi mungkin kita melanjutkan program-program, seperti tadi AMPSR, jadi kita mengaudit penyebab meninggalnya ibu dan bayi. Kenapa bisa meninggal, kita cari penyebabnya apa, dipengaruhi oleh apa dan kita benahi disitu. Jadi kita benahi penyebabnya, meninggal karena SDMnya atau fasilitasnya atau hal lain. Jadi kita audit itu untuk mencari solusi dan memecahkan masalah. Jadi bukan mencari atau menyalahkan orang ya, jadi fokusnya ke solusi.
Selain itu kita juga melakukan program lanjutan, jadi dokter anak itu memberi penjelasan di Kabupaten-Kabupaten atau di puskesmas untuk bagaimana kita mencegah bayi dan ibunya tidak meninggal dan bagaimana solusinya. Selain itu kita juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk membantu misalnya P2M, di Dinkes, atau Bapelkes untuk membantu bidan dan perawat dan dokter bagaimana menangani gawat darurat.
Host: Untuk di NTT, apa tantangan yang dihadapi IDAI dalam menghadapi dan melakukan sosialisasi beberapa program yang sudah direncanakan dan menggandeng dinas kesehatan?
Ketua IDAI: NTT ini kan kepulauan ya, ini yang memang agak susah untuk melakukan itu. Terutama untuk transportasi untuk mencapai kesana. Tantangannya yang kita sampaikan ke pemerintah agar bikin jalan lebih bagus supaya kita sosialisasi kegiatan kita dan kalaupun ada masalah-masalah rujukan segera cepat ditindaklanjuti. Karena tantangannya itu sering kali keterlambatan rujukan, ini bukan karena tidak mau merujuk tapi jalan dari sana ke sini ini yang bisa memperlambat. Kita juga kepulauan, punya banyak sungai yang mungkin jembatan belum ada, terputus lah pas musim hujan itu kendala yang sering kali kita hadapi. Akhirnya, pas sampai ditujuan kondisi bayi tidak bisa tertolong.
Selain jalan, pemerintah provinsi dan kabupaten harus bisa menyiapkan cukup dana untuk melatih bidan-bidan maupun dokter umum maupun perawat di fasilitas kesehatan karena banyak juga pengetahuan mereka yang menyusut, mungkin di sekolah masih segar dan kalau tidak dilatih lagi bagaimana kita menangani keadaan darurat pada bayi dan anak tentunya sulit. Jadi mohon, tantangannya dana sih belum cukup. Jadi memang banyak yang sudah dilatih menyusut ilmunya, yang lain belum dilatih akhirnya berakibat pada penanganan bayi dan anak-anak tidak optimal.
Jadi misalnya jembatan putus saat rujukan, bayi tidak menangis, harusnya bidan bikin bayi menangis dengan dilatih. Kendalanya kan tidak semua dilatih, karena mungkin dananya tidak cukup.
Tribuners: stunting menjadi masalah di NTT. Apa upaya yang harus dilakukan kedepannya untuk mengentaskan stunting pada anak di NTT?
Ketua IDAI; Jadi untuk stunting memang tidak bisa hanya kita sendiri atau dari IDAI sendiri, tentu harus ada kerja sama segala sektor. Kita kan 1000 hari itu kehidupan itu yang bisa kita kawal.
Tentu kita dengan cara mempromosikan supaya mereka lahir di fasilitas yang memadai dan kontrol di tempat yang benar seperti puskesmas dan kita harus pantau tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala.
Kita mengharapkan sih sebagai dokter anak bisa membantu dengan cara kita melatih karena kita semua ada 48 dokter anak di NTT, kita tidak bisa pegang semua di daerah. Bagaimana kita berkomitmen untuk melatih mereka untuk bagaimana memantau, ini loh ukur tinggi badan yang benar, berat badan yang benar supaya kita ketahuan dari awal, jangan sampai ketahuan stunting baru ditangani. Gizi buruk menuju stunting kita tangani supaya tidak terjadi stunting.
Untuk penurunan stunting di NTT, kita perlu bekerja sama melakukan penelitian dengan berbagai pihak mulai dari luar negeri, seperti tim peneliti dari IDAI Jawa Timur, tim peneliti dari University of Kiel, dan Postdam University dari Jerman.
Saat ini kita masih terlibat langsung bersmaa Pokja stunting provinsi Nusa Tenggara Timur dan masih berjuang dalam menurunkan angka stunting, seperti yang kita ketahui tahun 2018 NTT masih menduduki peringkat tertinggi angka stunting nasional.
Meski pun saat ini pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Timur dinilai berhasil membukukan penurunan angka stunting yang signifikan dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 28,2 persen di 2020. Kita masih berjuang keras membantu pemerintah agar stunting makin turun lagi.
Host: Di NTT masih tinggi angka stunting, apa penyebabnya stunting itu dokter?
Ketua IDAI: Kalau dari yang saya roadmap di NTT, jadi dari faktor bayi itu bisa saja dari faktor berat badan bayi rendah (BBBR) yang selanjutnya bisa jadi stunting kalau tidak ditangani dengan bagus dan tidak dikasih nutrisi yang bagus.
Kemudian ada juga penyakit genetik atau bawaan dan selain itu mungkin juga HIV. Bayi-bayi HIV itu biasanya ditularkan dari ibu, selain itu juga masalah menyusu pada waktu masih bayi.
Jadi kita harus ajarkan cara menete yang bagus, artinya posisinya bagaimana, perekatan yang bagus nah tentunya tenaga yang didaerah Bidan misalnya harus tauh bagaimana kita KIE atau memberikan penyuluhan.
Mungkin kita pakai boneka, contohnya gini loh, menyusui yang bagus, perekatannya bagaimana, mulutnya bayi itu harus nempel dengan bagus di putingnya ibu, kemudian dagunya harus nempel di payudara ibu, bagian mulut bayi harus terbuka dan sehingga airola itu masuk ke dalam mulutnya bayi sehingga bayi menghisapnya dengan bagus.
Selain itu, posisi bayi harus bagus. Perutnya bayi harus nempel di perutnya ibu dan garis lurus dari telinga sampai kaki itu garis lurus. Itu memang perlu diajarkan, kadang-kadang ibu-ibu tidak tauh walaupun anaknya sudah dua atau tiga. Nah itu tugasnya kita, tenaga kesehatan baik bidan yang mungkin pertama menemukan bayinya atau dokter anak atau dokter umum dan perawat.
Host: Bagaimana dengan ibu yang setelah melahirkan, air susunya tidak keluar. Itu kan pasti berdampak ke anaknya, bayinya. Penyebabnya kenapa sampai air susu tidak keluar dokter?
Ketua IDAI NTT: Sebenarnya semua ibu yang mengandung dan melahirkan itu sudah diberikan anugerah ya, air susu ibu. Yang disebut gak keluar, mungkin memang baru sedikit.
Diawal 1-3 hari itu, kolostrum itu jumlahnya tidak banyak dan itu sebenarnya cukup buat bayinya karena lambung bayi di hari 1-3 itu hanya sebesar kelereng. Nanti setelah hari 3-10 itu baru membesar, jadi sebenarnya dengan ASI yang sedikit kolostrum tersebut itu cukup untuk bayinya.
Hanya orang tua khawatir, terutama yang ribet itu Omanya, dokter ini gimana ASI kok gak keluar, dokter bagaimana kita kasih susu tambahan saja, bagaimana kalau kita kasih Madu.
Prinsipnya adalah ASI, susu tambahan sebenarnya tidak perlu. Tapi itu dari hati, karena ASI itu bisa keluar karena dipengaruhi oleh hormonal, kalau hormonalnya bagus, artinya kita sukacita, kita bahagia dengan bayi kita, kita mau menete bayi kita dengan baik dengan ASI kita hingga enam bulan, itu otomatis akan keluar.
Jadi rahasia agar ASI bisa keluar adalah dengan isapan. Sering diisap, produksi ASI makin bertambah, jadi tidak perlu susu tambahan yang lain.
Jadi kerja sama untuk mengatasi stunting ini harus dari semua sektor, termasuk kerja sama dengan ibunya juga. Karena memberikan asi eksklusif juga bisa mencegah stunting. Kalau dengan ASI yang bagus sebenarnya stunting tidak bisa terjadi pada masa yang akan datang. Dan edukasi harus terus dilakukan.
Tribuners: Bagaimana dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi anak-anak yang masih terbilang rendah sehingga masih ada saja kasus stunting yang terjadi di NTT?
Ketua IDAI NTT: Itu semua KIE, edukasi kepada masyarakat. Bagaimana tadi yang pertama, pada waktu bayi kecil kan harus ASI.
Enam bulan itu diharapkan ASI eksklusif baru kita kasih MPASI. Kesadarannya ini kan harus diingatkan terus, Bu ini jangan lupa bahwa yang terpenting adalah bayinya. Kadang-kadang untuk anak yang sudah agak besar, misalnya di keluarga beli daging, pasti berpikir daging buat bapaknya, kuahnya buat anaknya. Kesadaran dari ibu-ibu seperti ini dianggap tidak penting, jadi tetap dan bagaimana kita bikin sadarnya, edukasi lagi, edukasi lagi dan edukasi lagi.
Host: Apakah ada pengalaman dokter di Kota Kupang, yang pernah menangani anak stunting yang seingat dokter itu membekas ?
Ketua IDAI NTT: Jadi banyak bayi prematur itu kan tumbuh kembang agak sulit. Saya senabgt sekali dengan ibu yang konsen sekali dengan bayinya. Dia lahir waktu itu sekilo (1,4) tapi dia mau. Tetap kan dari orang tua, kita sebagai dokter memberi penjelasannya.
Jadi bayi prematur itu kita ada grafiknya, naik atau turun, nah itu saya lihat ada dua ibu bagus sekali, nah kita kasih arahan coba tete terus, memang ada yang kita tambahkan seperti suvord untuk mendukung berat bayi.
Memang ada susu khusus yang kalorinya lebih tinggi sehingga mencukupi kebutuhan bayi sehingga tinggi dan berat badan bayi bisa naik. Sekarang dia lakukan imunisasi booster atau ulanngan itu kondisinya bagus sekali. Tapi semua itu komitmen dan kerja sama dari kita sebagai dokter anak dan orang tuanya.
Host: Komitmen dari IDAI untuk melatih tenaga kesehatan, seperti apa komitmennya?
Ketua IDAI NTT: Jadi itu tadi, semua ini tetap perlu dana. Perlu dana untuk melatih apakah dia Ponet, apakah dia Gadar. Nah itu semua perlu dana, tetapi kita semua sebagai dokter anak berkomitmen, kami siap dengan menyiapkan waktu untuk melatih. Itu memang disela-sela kerjaan kita. Karena memang kita sudah berkomitmen untuk membantu mereka untuk mendapat tambahan ilmu bagiamana upaya masalah bayi dan anak itu bisa teratasi.
Jadi kita ada pelatihan macam-macam ya, Ponek, Ponet, Gadar, dulu itu ada pelatihan Afia untuk bidan, pelatihan BBLM, dan ada juga pendidikan kedokteran kelanjutan untuk semuanya. Kita semua berkomitmen untuk membantu, mengajarkan dan melatih mereka.
Host: dalam kaitan penanggulangan covid-19 di NTT, upaya seperti apa dari IDAI NTT:
Ketua IDAI NTT: Sebenarnya covid ini kan udah masalah dunia ya, masalah Indonesia dan NTT. Kami pada kasus covid untuk penderita ibu dan anak, bayi kita tangani dengan bagus. Banyak teman-teman sudah menangani. Kalau saya pribadi sudah berumur diatas 60 diharapkan tidak terlalu banyak berintens dengan pasien covid.
Sehingga dokter yang masih muda mereka yang menangani. Kami memang sudah banyak menangani pasien rujukan covid. Selain itu kita juga mensosialisasikan untuk melakukan vaksin karena memang vaksin baru dari 6-18 tahun, dan dibawa 6 tahun belum. Jadi memang kita gencar, imunisasi, jangan takut.
Sering kali mereka datang ke rumah sakit, ke tempat praktek dan bertanya, dok bolehkah anak saya melakukan vaksin? Mungkin ada ketakutan atau ada penyakit bawaan. Sebenarnya boleh, nggak ada masalah. Seperti epilepsi, atau kencing manis, dia bisa diimunisasi selama semua terkontrol itu boleh.
Host: IDAI membentuk himpunan Talasia di NTT, apa itu dokter?
Ketua IDAI NTT: Jadi kan untuk penyakit talasemi kan, itu penyakit genetik karena air trosit yang mudah pecah dan rusak. Sehingga hampir tiap dua bulan atau tiap dua Minggu sekali harus di transfusi karena HB tadi mungkin 9, 10 turun menjadi 6, itu kan harus dilakukan transfusi berkepanjangan terus menerus.
Dan diberikan obat kelasi untuk mengurangi atau menurunkan kadar besi yang ada pada pasien talasemi akibat transfusi yang berulang. Disini termasuk cukup banyak sehingga kita semua mendukung terbentuknya POTI, jadi itu perhimpunan orang tua penderita talasemia di NTT.
Diharapkan, mungkin bisa lebih mudah ya pasien untuk lebih mudah mendapat transfusi darah, trapelasi, karena memang pada waktu awal-awal itu trapelasi di NTT itu masih susah, tapi sekarang sudah mulai bagus, BPJS menyediakan layanan. Jadi POTI ini sangat penting juga karena kita juga membantu ibu-ibu untuk membesarkan hati.
Jadi rencananya mereka akan audiens kepada bapak gubernur dan ibu gubernur padq Februari ini. Dengan harapan pemerintah bisa memperhatikan mereka. Kami hanya mendampingi mereka dan mendukung untuk supaya anak-anak bisa berbesar hati.
Untuk mencegah stunting, dibutuhkan peran serta dari kita semua. Pemerintah juga, untuk membeli makanan anak-anak itu orang tuanya harus membeli, bisa nggak orang tuanya membeli?, Kalau punya uang ada nggak barang yang bisa dibeli, semuanya satu kesatuan yang harus terpenuhi semua sehingga bayi-bayi atau anak-anak tidak terjadi stunting.
Host: harapan dokter selaku ketua IDAI NTT untuk kesejahteraan anak di NTT?
Ketua IDAI NTT: Kami sebagai dokter anak tentu mengharapkan semua bayi dan anak-anak kita dari kandungan ibunya sampai 18 tahun, bayi dan anak bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal sehingga akan menjadi sumber daya yang handal pada saat yang akan datang. Sebagai dokter anak, itu hanya sebagai alat untuk membantu mereka. (*)
Berita NTT lainnya:
