Berita Nasional
Heboh, Warga Padang Gugat Presiden Jokowi dan Menkeu Karena Tak Bayar Utang Rp 60 Miliar
Seorang warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik menggugat Presiden Joko Widodo terkait utang Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1950.
"Jika diuangkan sekarang mencapai Rp 60 miliar," ucapnya.
Belum diambil
Setelah proses peminjaman dilakukan, Lim belum sempat mengambil bunga maupun pinjaman pokoknya.
"Awalnya Lim belum mengambil bunga atau pinjaman pokoknya karena peduli dengan kondisi pemerintah yang kesulitan keuangan," tuturnya.
Sejak tahun 1975, Lim mulai sakit-sakitan. Ia meninggal dunia pada 2011.
Lim melimpahkan warisannya kepada anaknya, sehingga Hardjanto Tutik baru mengetahui tentang keberadaan surat utang negara itu.
Baca juga: Jokowi Teken Perjanjian Ekstradisi, Singapura Sudah Tak Aman Bagi Koruptor Sembunyi
Mendrofa menerangkan, kliennya sempat meminta uang itu ke negara, tetapi ditolak dengan alasan sudah kedaluwarsa.
"Hingga akhirnya beliau bertemu saya dan meminta untuk mengurusnya melalui gugatan pengadilan," jelasnya.
Mediasi gagal
Mediasi antara Hardjanto Tutik dengan tergugat diadakan di Pengadilan Negeri Padang, Rabu 26 Januari 2022.
Dalam mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan Pratama, penggugat dengan tergugat tidak menemui kesepakatan.
Tergugat tidak bersedia membayar utang itu.
Adapun pihak tergugat yaitu Presiden Jokowi sebagai Tergugat I, lalu Menteri Keuangan dan DPR RI sebagai Tergugat II dan III.
Pihaknya mengaku kecewa atas hal tersebut.
"Ini jawaban Presiden dan Menteri Keuangan tidak mau membayar. Saya sangat kecewa. Harusnya, klien saya mendapat penghargaan karena berjasa membantu negara, sekarang uangnya belum dikembalikan," ungkapnya, Rabu 26 Januari 2022.
Padahal, sebut Mendrofa, kliennya sudah membantu pemerintah saat negara mengalami kesulitan.
"Tapi sekarang klien saya yang dipersulit untuk meminta uangnya kembali," terangnya.
Dalam jawaban tertulis tergugat Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara, disebutkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978 diatur surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan tanggal 28 November 1978.
Namun, jika tidak diuangkan, maka akan kedaluwarsa.
"Berdasarkan hal tersebut di atas, oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagaimana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi kedaluwarsa, sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi," ungkap Didik Hariyanto dan kawan-kawan di jawaban tertulisnya.
Menurut Mendrofa, alasan itu terasa aneh.
Ia mengatakan, KMK mengangkangi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2002 tentang surat utang negara (obligasi) tahun 1950, yang menyebutkan program rekapitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang, pembiayaan kredit program, yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.
"Dalam undang-undang sudah dinyatakan sah, kenapa di KMK bisa disebut kedaluwarsa. Aneh, utang kok bisa kedaluwarsa," tandasnya.
Mendrofa menerangkan, UU tingkatannya lebih tinggi dari KMK yang belum terdaftar dalam lembaran negara Republik Indonesia.
Berlanjut ke persidangan
Karena mediasi gagal, Mendrofa menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan bukti dan saksi untuk menghadapi persidangan.
Ia menyampaikan, pihaknya saat ini masih menunggu jadwal persidangan dari Pengadilan Negeri (PN) Padang seusai gagalnya mediasi.
"Lanjut ke persidangan. Kita siapkan semua bukti dan saksi yang kita butuhkan. Jadwal sidang masih menunggu dari PN Padang," tandasnya.
Dia berharap, dalam persidangan mendatang, hakim dapat mengeluarkan putusan untuk memerintahkan pemerintah membayar utang kepada kliennya.
Sumber: Kompas.com