Berita Nasional
Jokowi: RI Resmi Ambil Alih Kendali Udara di Riau dan Natuna yang Sebelumnya Dikuasai Singapura
Selama penandatanganan FIR (ruang kendali udara) maka ruang lingkup FIR Jakarta akan melingkupi seluruh teritorial Indonesia terutama Natuna dan Riau
Pengambilalihan FIR, kata Novie, merupakan capaian signifikan yang diraih RI setelah berbagai upaya negosiasi sejak tahun 1990-an.
Ia mengatakan, hal itu merupakan aktualisasi langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan mandat nasional dan internasional.
Mandat nasional tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Sementara mandat internasional tertuang dalam Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) Anexx 11 Konvensi Chicago Tahun 1944 dan Keputusan ICAO pada Pertemuan Ketiga Navigasi Penerbangan Kawasan Asia/Pasifik Tahun 1993.
"Untuk mempercepat implementasi persetujuan ini pemerintah secara intensif akan melakukan proses lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan ICAO," kata Novie.
RI harus waspada
Pengamat hukum internasional mengingatkan agar Indonesia waspada terhadap taktik Singapura di balik perjanjian ruang kendali udara (FIR) dan ekstradisi yang disepakati Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong, Selasa 25 Januari 2022.
"Indonesia perlu waspada dengan strategi Singapura," ujar pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com.
Hikmahanto membaca langkah Singapura ini melalui tiga perjanjian yang disepakati dengan Indonesia, yaitu FIR, ekstradisi, dan Defence Cooperation Agreement (DCA) atau Kesepakatan Kerja Sama Pertahanan.
Indonesia dan Singapura sebenarnya sudah pernah meneken perjanjian ekstradisi dan DCA pada 2007 lalu. Namun, perjanjian itu harus melalui proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dulu sebelum diresmikan.
Pembahasan di DPR ini terganjal karena saat itu, perjanjian ekstradisi dan DCA harus disepakati dalam satu paket. Sementara itu, Indonesia banyak dirugikan dalam perjanjian DCA.
Baca juga: Disebut Calon Kepala IKN Pilihan Jokowi, Ini Tanggapan Risma, Ridwan Kamil, Ahok dan Bambang
Melihat rekam jejak kebuntuan pembahasan di DPR itu, Hikmahanto menduga Singapura kini juga menawarkan kesepakatan FIR dengan sistem paket seperti dulu.
"Singapura berstrategi bila perjanjian pertahanan bisa berlaku efektif, maka Singapura bersedia untuk menyerahkan kendali atas FIR Kepulauan Riau ke Indonesia, padahal Singapura telah berhitung secara cermat bahwa perjanjian pertahanan akan ditentang oleh publik, bahkan oleh DPR," katanya.
Ia kemudian berkata, "Bila memang perjanjian pertahanan ditentang untuk disahkan nantinya, maka Singapura akan tetap memegang kendali atas FIR di atas Kepulauan Riau. Artinya, perjanjian pengendalian FIR ke Indonesia tidak akan pernah efektif."
Jika perkiraan ini benar, Hikmahanto menganggap perjanjian ekstradisi yang tinggal menunggu ratifikasi menjadi tidak penting dari sisi pencapaian.
"Perjanjian ekstradisi itu diduga muncul dalam pembahasan karena diminta oleh pemerintah Indonesia karena Singapura memunculkan perjanjian pertahanan yang dikaitkan dengan perjanjian penyerahan kendali FIR," tutur Hikmahanto.
Menutup pertanyaannya, Hikmahanto berkata, "Dalam konteks demikian, perjanjian ekstradisi yang ditandatangani ulang bukanlah suatu pencapaian (achievement)."
Sumber: cnnindonesia.com/kompas.com