Opini
Lembata dan Konflik ‘Bawah Sadar’
Ada yang malah berpendapat, dana Rp 2,5 miliar tentu lebih baik kalau digunakan untuk pembangunan jalan atau infrstruktur lainnya.
Perilaku seperti marah, penuh prasangka, perilaku kompulsif, interaksi sosial yang sulit, dan masalah dalam hubungan merupakan perwujudan dari alam bawah sadar.
Ia tidak hadir sebagai konflik terbuka, tetapi dimulai dari hal-hal kecil sebagai ekspresinya.
Terhadap fenomena di atas, Freud mengatakan bahwa banyak dari perasaan, keinginan, dan emosi kita ditekan atau ditahan karena kesadaran mereka terlalu mengancam. Bahkan keinginan-keinginan yang tersembunyi dan ditekan ini bisa muncul melalui mimpi.
Merujuk pada hal ini maka harus kita akui, ekspresi alam bawah sadar menjadi hal yang sangat nyata dan terjadi. Ia bahkan menjadi ‘makanan harian’.
Lihat saja perilaku marah yang tidak saja terjadi pada level masyarakat yang mengungkapkan kemarahannya dengan ‘berteriak’ di medsos tetapi bahkan orang yang berpendidikan.
Baca juga: Alasan Petrus Bala Wukak Tolak Eksplor Budaya Lembata : Siapa yang Legitimasi Seremonial Adat
Belum beberapa saat lalu, seorang sekretaris dinas menguar-uarkan kekesalannya (dan kemudian ia minta maaf) karena tidak terpilih menjadi Kadis.
Prasangka pun menjadi begitu kuat. Ia bukan saja terjadi pada tataran masyarakat bawah tetapi juga kaum intelektual.
Mereka yang harus terbuka dalam perang opini yang mencerahkan, malah menarik rendah ‘intelektualitasnya’ (yang katanya ada) dengan ikut dalam gosip rendahan.
Sikap marah itu akan mudah menjadi kompulsif melalui aneka kecemasan yang menambah parah kemarahan itu. Semuanya akhirnya bermuara pada renggangnya hubungan sosial.
Yang jadi pertanyaan: apakah konflik alam bawah sadar itu disadari? Ini pertanyaan konyol. Sudah pasti bahwa alam tak sadar tidak disadari. Jawaban itu memang benar.
Tetapi menyadari ketaksadaran adalah langkah bijak. Minimal menyadarkan orang akan efek yang ditimbulkan oleh alam bawah sadar yang tidak dikelola.
Mulai dari Pendidikan
Bagaimana menempa dan mengelola alam bawah sadar sehingga efeknya bersifat positif-konstruktif?
Pertama, alam bawah sadar yang ada pada setiap diri tidak ada seketika. Ia telah melewati proses yang lama. Karena itu upaya mengelolanya tentu bukan sebuah kegiatan seketika.
Dalam arti ini, "sare dame" (atau Explorasi budaya) kalau dilaksanakan ia tidak menjadi ‘sim sala bim’ untuk menyelesaikan konflik alam bawah sadar. Ia hanya merupakan titik tonggak.