Laut China Selatan

Ketegangan China dengan Indonesia di Laut Natuna Utara

Tanggapan Indonesia terhadap serangan China relatif tidak terdengar, yang menurut beberapa analis disebabkan oleh hubungan ekonomi yang semakin dalam

Editor: Agustinus Sape
investvine.com
Peta Laut Natuna Utara milik Indonesia yang diklaim oleh China. 

Ketegangan China dengan Indonesia di Laut Natuna Utara

Tanggapan Indonesia terhadap serangan China relatif tidak terdengar, yang menurut beberapa analis disebabkan oleh hubungan ekonomi yang semakin dalam antara negara tersebut dan Beijing.

Oleh Shankari Sundararaman*

POS-KUPANG.COM - Pada akhir Desember 2021, perselisihan antara Indonesia dan China soal klaim masing-masing atas perairan di sekitar wilayah Natuna semakin kentara.

Ini adalah area klaim yang diperebutkan dari pihak China yang melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS); Beijing mengklaim sekitar 80% dari ruang maritim di Laut China Selatan.

Bagi Jakarta, wilayah yang terbentang di utara pulau Natuna berada di bawah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diakui oleh UNCLOS sebagai perairan Indonesia, tempat negara dapat melakukan eksplorasi sumber daya.

Selama beberapa bulan terakhir, ketegangan antara Indonesia dan China di wilayah perairan wilayah ini jelas, karena Jakarta telah bekerja sama dengan perusahaan internasional untuk mengeksplorasi ZEE-nya untuk sumber daya.

Tanggapan Indonesia menjadi kompleks karena berusaha menyeimbangkan hak berdaulat dan hubungan ekonominya dengan tetangganya yang lebih besar.

Ketegangan di wilayah laut Natuna terlihat hampir satu dekade lalu, setelah China mulai menegaskan klaimnya atas sembilan garis putus-putus.

Saat China mulai secara resmi menyatakan klaimnya atas Laut China Selatan, Kementerian Luar Negeri RI pada November 2015 meminta klarifikasi atas perairan Laut Natuna.

Baca juga: Kapal Survey China Ada di Laut Natuna Utara, Diduga Incar Cadangan Migas, Pemerintah Diminta Tegas

Juru bicara kementerian luar negeri China menyatakan bahwa Beijing tidak memiliki klaim atas pulau Natuna, meninggalkan wilayah ZEE Indonesia yang membentang dari pulau itu dalam keadaan ketidakpastian dan ambiguitas diplomatik.

Namun, Indonesia telah berkali-kali berfokus pada pentingnya UNCLOS dan relevansi kepatuhan terhadap hukum internasional sebagai sarana penyelesaian sengketa maritim di kawasan.

Pada tahun 2015, sebagai bagian dari tanggapannya, Indonesia juga dengan jelas menegaskan kembali bahwa mereka tidak mengakui garis sembilan putus-putus dan bahkan tidak menganggap dirinya sebagai penuntut dalam sengketa Laut China Selatan karena tidak memiliki klaim atas kelompok Spratly dan Paracel, pulau-pulau yang merupakan wilayah inti kontestasi.

Dalam sikap menantang, Indonesia pada 2017 mulai mengidentifikasi wilayah di sekitar pulau Natuna sebagai Laut Natuna utara.

Ketegangan baru-baru ini semakin memburuk ketika proposal untuk konsorsium bersama antara dua perusahaan minyak internasional diajukan setelah ditemukannya gas alam dalam jumlah sedang hingga 600 miliar kaki kubik, di mana 45% di antaranya dalam bentuk kondensat yang dapat dipasarkan, seperti yang dinyatakan oleh sebuah artikel di Asia Times.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved