Frans Lebu Raya Meninggal
In-Memoriam Frans Lebu Raya (Bagian 1) Tanpa Tangan Tuhan Menjamah, Semuanya Tak Mungkin Terlaksana
sekira di atas pukul 14.00 Wita lokus Minahasa Utara, datang kabar duka berpulangnya Drs. Frans Lebu Raya, Gube

Pos Kupang.com - In-Memoriam Frans Lebu Raya (Bagian 1)
“Tanpa Tangan Tuhan Menjamah, Semuanya Tidak Mungkin Terlaksana”
(Oleh: Viktus Murin)
Prolog Penulis:
Minggu siang, 19 Desember 2021, sekira di atas pukul 14.00 Wita lokus Minahasa Utara, datang kabar duka berpulangnya Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) dua periode; 2008-2013/2013-2018. Saat itu saya sedang bertelponan dengan Bung Fransiskus Roi Lewar mendiskusikan isu sensitif terkini yang ‘berseliweran’ di seputar partai kami, Partai Golkar.
Tiba-tiba Bung Roi meminta agar telpon disenyapkan sekelebatan waktu, karena ada telpon yang masuk ke ponselnya. Begitu tersambung kembali komunikasi kami, berita duka yang tak diinginkan itu datang. Kabar duka berpulangnya Pak “Frans” Lebu terdengar melalui Bung “Frans” Roi. Frans mengabarkan Frans. Ini bukanlah kebetulan.
Pada kira-kira dua pekan sebelum kabar lelayu ini, puji Tuhan, saya sempat menghubungi Ibu Lusia Adinda Lebu Raya; isteri Pak Frans, melalui saluran pesan WhatsApp, untuk menyampaikan doa bagi pengobatan dan pemulihan kesehatan Pak Frans.
Halmana setelah beberapa jam sebelumnya terbetik kabar dari sumber terbatas bahwa kondisi kesehatan Pak Frans ‘drop’ dan sedang dirawat di rumah sakit di Bali. Kaka Nona Uci (demikianlah kami menyapa Ibu Lusia) pun membalas WA saya, dan memastikan bahwa pesan mengenai topangan doa pasti disampaikan kepada Pak Frans, suaminya.
Kaka Nona Uci menginfokan, setiap kali ia pribadi selesai berdoa, ia langsung membisikkan ke telinga Pak Frans inti pesan dari para sahabat. Tetapi, seiring waktu berjalan, untung tak dapat diraih, malang tak kuasa ditolak.
Di luar tumpukan harapan atas kesembuhan Pak Frans, kehendak Tuhan sajalah yang jadi. Maka, rancangan Tuhan mesti ikhlas kita terima, sebab rancangan itulah yang terbaik! Seperti nabi Ayub bertutur dengan iman yang teguh-kokoh:
“Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Sebagai rasa hormat, dan demi mengenangkan mendiang Pak Frans, saya tuliskan catatan “in-memoriam” mengenai beliau dalam tiga seri tulisan. Semoga bermakna bagi Sidang Pembaca di hari-hari perkabungan ini.*
Judul tulisan in-memoriam seri pertama di atas, saya kutip dari “kalimat berkadar hikmat iman” yang dulunya sering diucapkan oleh senior saya di organisasi, Frans Lebu Raya pada masa-masa kami bergelut di dunia aktivis pergerakan mahasiswa, yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kupang.
Dalam interaksi kami, termasuk setelah kami menjadi alumni GMNI, setiap kali bersua wajah atau bertelpon, saya selalu menyapanya dengan sebutan “Senior”. Ini adalah sapaan akrab saya kepada beliau, sejak sebelum beliau menjadi pejabat publik di NTT, hingga beliau telah menjadi Gubernur NTT selama dua periode.
Seperti diketahui, sebelum menjadi gubernur, beliau menjabat Wakil Gubernur NTT satu periode (2003-2008) pada masa kepemimpinan mendiang Gubernur Piet Alexander Tallo. Sebelum menjabat Wagub, beliau adalah Pimpinan DPRD Propinsi NTT.
Kebersamaan saya bersama Senior Frans, bermula saat saya resmi diterima sebagai Aggota GMNI Cabang Kupang untuk Tahun Angkatan 1990, setelah lolos pada fase seleksi calon anggota pada Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB).
ingat, lokasi favorit yang acapkali dipakai GMNI Kupang untuk melaksanakan kegiatan PPAB, adalah gedung sederhana di dalam area Stadion Merdeka Kupang. Apa mungkin nama stadion yang menggunakan kata “merdeka” ini, secara natur memiliki resonansi dengan “semangat merdeka” yang menyala-nyala pada kami aktivis GMNI? Walauhallambisawab. Entahlah.
Bagaimana sampai organisasi GMNI yang pada masa di mana kekuasaan rezim Orde Baru sedang kuat-kuatnya, bisa sampai berdiri di Kupang, jantungnya provinsi kepulauan ini?