Cerita Anak Muda yang Coba Berkompromi dengan Belis
Belis dan Bayang Kekhawatiran Anak Muda, Cerita Anak Muda yang Coba Berkompromi dengan Belis.
Di area Gelora Samador, ada pemandangan yang tak biasa terlihat. Ada mural yang bergambar sepasang laki-laki dan perempuan yang berkepala kuda dan babi dengan bertuliskan ‘nona belis mahal’. Orang-orang yang melewati area samador pasti sering melihat pemandangan mural ini. Keresahan dan kritik terhadap belis dituangkan lewat mural.
Selain melalui mural, anak muda juga menumpahkan ekspresinya terhadap belis melalui audiovisual, salah satunya melalui chanel yuotube, Ngakak Sembarang. Dalam salah satu edisi tentang belis, ada cuplikan percakapan antara Lena dan Kobus terhadap belis, seperti berikut ini:
“Maksud apa kau datang ke saya punya rumah, hasut-hasut saya punya istri untuk ikut KB dan kau mengatakan bahwa dua anak lebih baik. Sedangkan kau tidak tau bahwa istriku itu belisnya sangat mahal.”
“Sebenarnya video edisi belis ini bukan hanya dibuat untuk hiburan tetapi sedang mengangkat fenomena yang terjadi sekarang. Biasa kita lihat, kalau ada anak perempuan yang mau dipinang pasti permintaan dari pihak keluarga itu sangat besar walaupun ada persetujuan di meja adat juga sih. Tapi kan akan menyusahkan anak perempuan mereka di kemudian hari juga kan,” ungkap Zindy selaku salah satu sutradara di Ngakak Sembarang.

Zindy yang sekaligus berperan sebagai Lena mengharapkan ada kesadaran dari keluarga agar nilai belis tidak bisa menyusahkan untuk kedua mempelai dikemudian hari. Kekhawatiran Zindy lebih condong ke perempuan yang kemudian hari akan menikah karena biasanya rentan mendapatkan permasalahan dari pelaksanaan belis dewasa ini.
Untuk mengetahui suara anak muda mengenai pelaksanaan belisselama ini, saya pun bertemu dan berbincang bersama mereka. Anak-anak muda ini masih mengenyam pendidikan di perguruan tinggi yang berada di wilayah Maumere dan Jawa.
Saya bertemu dan mengobrol dengan Kornel Wully, mahasiswa STFK Ledalero sekaligus anggota PMKRI ST. Thomas Morus, Maumere. Obrolan saya dengan pemuda 23 tahun ini begitu mengalir dengan pandangannya sebagai seorang laki-laki yang lahir dan tumbuh dalam suku yang masih menjalankan budaya belis sampai sekarang ini.
“Menurut saya, belis sebagai simbol penghormatan dan penghargaan dari laki-laki dan perempuan begitu pun sebaliknya. Dalam belis, terjadi pertukaran barang. Pihak laki-laki memberikan gading, kuda, dan uang dan pihak perempuan memberikan balasan berupa babi, beras dan utan patan,” ujar Kornel.
Bagi Kornel, ketika proses pelaksanaan belis itu sudah dilaksanakan, maka disitu terjadi komunikasi sosial antara dua rumpun keluarga. Pihak laki-laki merasa sudah menjadi bagian dari keluarga perempuan. Begitu pun sebaliknya, pihak keluarga perempuan merasa sudah menjadi bagian dari keluarga laki-laki.
Pelaksanaan belis dewasa ini masih senada dengan titik awal proses pelaksanaan belis akan tetapi ada berbagai kejadian-kejadian yang tentu saja memberikan pandangan yang berbeda tentang belis ini.

“Saya ambil satu contoh, terjadi pembatalan nikah secara sepihak oleh pihak perempuan dengan alasan pihak laki-laki belum membayar belis sesuai dengan permintaan. Disitu ada aspek ekonomi yang mulai masuk,” ujar Kornel.
Hal yang membuat Kornel sedikit keberatan dengan pelaksanaan belis manakala belis itu sudah melampaui kemampuan saya untuk memberikan kepada pihak perempuan. Saya menerima belis, tetapi kalau melampui maka saya menolak. Belis tidak boleh memberatkan pihak laki-laki maupun perempuan.
Cerita Kornel tentang belis, mengingatkan curhatan teman-teman laki-laki saya yang merasa keberatan dengan pelaksanaan belis. Curhatan ini biasa saya dengar di kantin kampus, di tempat organisasi maupun di tongkorongan.
Bagi saya ini bukan sekedar curhatan tetapi suara dari teman-teman laki-laki yang merasa terdiskriminasi dan memberatkan mereka dari pelaksanaan belis dewasa ini. Obrolan saya bersama Kornel mewakili suara teman-teman laki-laki yang belum muncul ke permukaan.
Selain Kornel, saya juga mengobrol dengan Yoli, alumni Universitas Nusa Nipa Maumere. Pemuda ini sudah saya kenal sejak lama karena menjadi kaka tingkat pada program studi yang sama. Sekarang Yoli sedang melanjutkan kuliah pascasarjana di salah satu universitas yang ada di Jawa.
