Berita Ende
Direktur Utama BPOLBF Tertarik Berkunjung ke Desa Wolotopo Timur Ende
Warga di pesisir selatan ini, yang hidup sederhana dalam tradisi leluhur tidak menyangka mereka tembus 300 besar.
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
Warga Desa Wolotopo Timur sebagian besar bermatapencaharian petani, pedagang dan serabutan.
Kendati hidup dekat pantai, hampir tidak ada warga kampung Wolotopo yang menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan derasnya arus pantai selatan.
Desa Wolotopo Timur punya tradisi tenun ikat. Namun, saat ini yang piawai menenun, hanya ibu - ibu tua. Tradisi tenun ikat Kampung Adat Wolotopo,m dikwatirkan punah.
Baca juga: Bupati Ende Djafar Achmad Tidak Bisa Beri Komentar Soal Sosok Domi Mere
Paulina salah satu ibu, sudah puluhan tahun menekuni Tenun Ikat. Jerih payahnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak - anak.
Lebih dalam dari itu, bagi Paulina dan ibu - ibu di kampung Adat Wolotopo, piawai menenun menunjukan kematangan seorang wanita.
"Jaman dulu kalau ana nona belum tau tenun, dia belum bisa untuk menikah. Kami bangga kalau sudah bisa tenun," ujar Ine usia kepala enam ini.
Lantas mengapa piawai menenun ikat menjadi ukuran kematangan seorang wanita? Ine - ine Wolotopo, punya pandangan, seorang wanita apalagi seorang ibu, mesti lembut, anggun, rajin, ulet, teliti dan sabar.
"Orangtua kami dulu, kami masih nona - nona, ajar kami tenun, memang kalau masih pertama itu susah, tapi latih terus. Mama tenun kami lihat, ikut, sampai kami bisa. Kami bangga sekali kalau sudah bisa tenun karena sudah bisa menikah" ujarnya sembari tersenyum disambut tawa ibu - ibu lain yang sedang asyik menenun di kolong rumah adat.
Hal senada disampaikan Ine Maria Bepha. Menurutnya, saat masih remaja mereka sudah dilatih menenun. "Yah saat kami umur 14 atau 15 mama mulai katih kami tenun, pulang sekolah selain bantu masak, kami latih tenun," ungkapnya.
Baca juga: Ini Orang Pertama Dihubungi Erik Rede Usai Menang Pemilihan Wakil Bupati Ende
Ine Maria sedih, saat ini anak - anak remaja di Wolotopo jarang mau sungguh - sungguh belajar menenun. Ia kwatir lima atau sepuluh tahun lagi tidak lagi orang Wolotopo yang bisa menenun.
"Yah mungkin karena sekolah. Tapi ada juga anak - anak kami yang pergi merantau ke Malaysia, untuk cari uang," ungkapnya.
Menenun Zaman Dulu Lebih Susah
Kepala Suku Kampung Adat Wolotopo, Bernadus Dei mengatakan, menenun zaman dulu lebih sulit. Pasalnya, bahan - bahan untuk tenun diproduksi sendiri, mulai dari menanam napas, panen hingga pintal jadi benang.
"Kalau sekarang benang sudah bisa pakai beli di toko. Yah betul zaman dulu kalau mau menikah ana gadis harus sudah bisa Tenun," ujarnya.
Dia juga mengakui saat ini sudah jarang ada anak perempuan muda yang suka piawai menenun. Menurutnya, mereka di tengah keterbatasan tetap berusaha mempertahankan tradisi - tradisi kampung Adat Wolotopo.