Berita NTT
Hingga September 2021 KPK Terima 392 Aduan Masyarakat NTT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pada periode 2018 hingga September 2021 sebanyak 392 aduan dari masyarakat NTT diterima KPK. Aduan
Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pada periode 2018 hingga September 2021 sebanyak 392 aduan dari masyarakat NTT diterima KPK. Aduan itu terbagi dalam delapan uraian.
Hal ini dikatakan, Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Kupang, Senin 25 Oktober 2021 dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi wilayah NTT.
Kabupaten Kupang menjadi daerah dengan aduan paling banyak yakni 46 aduan. Sementara Manggarai Timur hanya melakukan satu kali aduan.
Berdasarkan delapan kategori, disebutkan, aduan itu berdasarkan benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi, Non TPK, Pemerasan, penyuapan, perbuatan curang, perbuatan melawan hukum/menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi.
Baca juga: KPK Utamakan Pencegahan, Utamakan 8 Area
Dalam identifikasi titik rawan korupsi, Lili Pintauli Siregar menyebut ada delapan bagian yang menjadi fokus KPK.
Dia merincikan, bagian pertama ada di perencanaan dan penganggaran APBD. Sering ditemui dalam bagian ini terjadi Mark up anggaran, alokasi pokir yang tidak sah, keterlambatan pengesahan APBD, dan praktik suap/pemerasan/ gratifikasi dalam pengesahaan.
Berikutanya, pada pengadaan barang dan jasa. Selain itu titik rawan lain ada dibagian perizinan. Lemahnya pengawasan APIP, menjadi titik rawan dalam kasus korupsi di daerah.
Selanjutnya, manajemen ASN, Optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah. Pada bagian akhir, disoroti soal tata kelola keuangan desa. Dijelaskan, indikasi korupsi terjadi didesa akibat SDM desa yang masih belum memahami tata kelola keuangan sampai pertanggungjawaban.
Potensi lain penyalahgunaan ini terdapat ditingginya penggunaan keuangan oleh pihak tertentu dan pemanfaatan belum sesuai dengan tujuan alokasinya.
Sementara Monitoring Centre for Prevention (MCP) di provinsi NTT, KPK mencatat baru 46 persen di triwulan 3 tahun 2021. Pembagiannya, 60 persen MCP pengadaan barang dan jasa, 29,4 persen di perizinan, 58,2 di pengawasan APIP, manajemen ASN 55,9 persen, Optimalisasi pajak daerah 22 persen dan tata kelola keuangan desa 0 persen.
KPK mengingatkan, Pemda agar tahapan dan jadwal proses perencanaan dan pengangaran APBD dilaksanakan tepat waktu sesuai ketentuan.
Usulan dalam proses perencanaan yang berasal dari masyarakat melalui Musrenbang, perangkat daerah dan anggota DPR berupa pokir hasil reses, disampaikan sebelum RKPD ditetapkan dengan mengacu pada RPJMD.
Proses perencanaan terintegrasi dengan proses penganggaran APBD, setiap proses itu beserta hasilnya berupa dokumen perencanaan dan dokumen pengangaran terdokumentasi dalam sistem penganggaran.
Atensi ini sesuai dengan SE KPK nomor 8 tahun 2021 tentang pencegahan korupsi dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD tahun 2022 dan APBD perubahan tahun 2021.