Berita Internasional

Jangan Terlena, Kini Kasus Covid Menurun, WHO Ungkap Skenario Terburuk Covid di Tahun 2022, Ada Apa?

Namun, seorang kepala WHO memberi peringatan, membuat kita harus tetap waspada dan jangan sampai terkecoh, apalagi bersantai. Ada apa?

Editor: maria anitoda
Capture Video.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. 

POS-KUPANG,.COM - Hampir 2 tahun lamanya masyarakat dunia menghadapi pandemi Covid-19, berusaha menyesuaikan diri sambil berharap situasi seperti ini segera berakhir.

Harapan terpupuk dengan terus dilakukannya vaksinasi terhadap warga di negara-negara seluruh dunia.

Namun, seorang kepala WHO memberi peringatan, membuat kita harus tetap waspada dan jangan sampai terkecoh, apalagi bersantai. Ada apa?

Melansir express.co.uk (21/10/21), Dr Bruce Aylward, pemimpin senior di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperingatkan bahwa pandemi virus corona dapat "dengan mudah berlanjut hingga 2022" karena tingkat vaksinasi yang rendah di negara-negara miskin.

Baca juga: Kecamatan Kota Lama di Kota Kupang Bebas Kasus Aktif Covid-19

Ia mengatakan bahwa pandemi akan "berlangsung selama satu tahun lebih lama dari yang seharusnya" karena negara-negara miskin tidak dapat mengakses vaksin yang mereka butuhkan.

Saat ini, kurang dari delapan persen populasi Afrika telah menerima dosis pertama vaksin Covid-19, dibandingkan dengan 58 persen di Eropa dan 67 di AS dan Kanada.

Sementara itum, di Inggris hampir 74 persen populasi telah menerima dosis tunggal, dengan 67,6 persen divaksinasi penuh.

Inggris, sebagai salah satu negara yang memprakarsai skema Covax untuk menyumbangkan vaksin ke negara-negara miskin, telah mengirimkan lebih dari 10 juta.

Baca juga: Pemerintah Sudah Tepat Tangani Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemerintah telah berjanji untuk menyumbangkan 100 juta dosis, dan telah menyumbangkan £548 juta untuk skema Covax.

Tetapi, kelompok amal, yang mencakup Oxfam dan UNAids, mengkritik Kanada dan Inggris karena pengadaan vaksin untuk populasi mereka sendiri melalui Covax, program global yang didukung PBB untuk mendistribusikan vaksin secara adil.

Statistik resmi menunjukkan bahwa, awal tahun ini, Inggris menggunakan 539.370 dosis Pfizer sementara Kanada mengambil hanya di bawah satu juta dosis AstraZeneca.

Rohit Malpani, Penasihat Kesehatan Global Oxfam, menuduh kedua negara maju melakukan 'double dipping', menggunakan dua sumber yang berbeda ke dalam pasokan vaksin, setelah kedua negara mencapai kesepakatan mereka sendiri dengan perusahaan farmasi.

Baca juga: Kenali Gejala Long Covid-19 yang Patut Diwaspadai, Biasa Dialami 50% Pasien

Menurutnya, itu berarti bahwa negara-negara miskin yang sudah berada di belakang antrian akan berakhir menunggu lebih lama.

Meski mengakui bahwa Kanada dan Inggris secara teknis berhak atas vaksin melalui Covax setelah membayarnya, tetapi dia menggambarkannya sebagai “tidak dapat dipertahankan secara moral”.

Menteri Kesehatan Inggris Edward Argar mengatakan kepada Sky News (21/10), bahwa ada "ketegangan" antara memastikan Inggris memiliki dosis yang cukup dan pemahaman bahwa "kita tidak dilindungi sampai semua orang dilindungi".

Halaman
12
Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved