Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Rabu 13 Oktober 2021: Hipokrisi

Tuhan mengecam kaum Farisi dan ahli Taurat karena kata-kata dalam ajaran suci sangat terasing dari praktik hidup.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Rabu 13 Oktober 2021: Hipokrisi (Luk 11: 42-46)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Kaum Hipokrisi adalah orang yang secara terbuka menyatakan memiliki sikap atau bertingkah laku tertentu, tetapi kemudian bertindak dengan cara yang tidak konsisten dengan sikap atau tingkah laku tersebut.

Kata hipokrisi berasal dari kata Yunani ὑπόκρισις (hypokrisis), yang artinya "cemburu", "berpura-pura", atau "pengecut" (Wikipedia).  

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) menyebut hipokrisi sebagai "kemunafikan".

Tuhan dalam Injil hari ini kembali melancarkan kritik tajam kepada kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat.

Tuhan mengecam kaum Farisi dan ahli Taurat karena kata-kata dalam ajaran suci sangat terasing dari praktik hidup.

Mereka ajarkan agar orang lain ikut sementara mereka sendiri justru melawan apa yang mereka ajarkan sendiri.

Hipokrisi kaum agamawan Yahudi ini ketika dipandang secara moral sangat membahayakan hidup rohani.

Tuhan kecam hipokrisi kaum Farisi dan ahli Taurat: suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadah, suka terima penghormatan, meletakkan beban berat di pundak umat kecil.

Intinya: melakukan kewajiban agama di depan orang agar “makan puji”. Ajaran yang mereka wartakan tanpa belas kasihan dan kasih.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 12 Oktober 2021: Merawat Hati

Bagaimana dengan kita? Sabda Tuhan meski melalui jalan kritik dan kecaman tetap menjadi undangan bagi kita untuk terus membenahi diri setiap saat.

Pembenahan bangunan kesejatian diri ini merupakan investasi bagi hidup baru setelah ziarah fana kita di dunia ini berakhir.

Kita tidak pernah akan tahu kapan itu terjadi. Hanya Tuhan yang tahu. Semua kritik dan kecaman keras dari Tuhan menjadi awasan agar kita menjalani hidup dalam sikap “terjaga.”

Mochtar Lubis adalah wartawan dan pengarang Indonesia terkemuka. Ia sempat menjadi bagian dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan juga anggota International Press Institute.

Dirinya juga salah satu pendiri kantor berita Antara.

Sejumlah novel karyanya juga pernah diterbitkan dan memperoleh penghargaan.

Salah satu novelnya yang terkenal adalah Senja di Djakarta.

Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki pada 6 April 1977 silam memaparkan enam ciri manusia Indonesia.

Ciri pertama adalah hipokrit atau munafik yang cukup menonjol di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 11 Oktober 2021: Tak Melulu Tanda

Menurutnya, sistem feodal di masa lalu yang menekan rakyat Indonesia menjadi sumber dari hipokrisi yang dahsyat, baik datang dari urusan keagamaan, sosial, hingga masalah korupsi.

Agama datang untuk memperkaya kehidupan jiwa manusia Indonesia, namun tak sepenuhnya mampu dirasakan karena melalui skema kekerasan, paksaan, hingga persekutuan dengan kekuasaan lain.

Begitu pula orang-orang yang menentang korupsi namun turut juga melakukan korupsi.

Banyak orang Indonesia yang mengatakan bahwa hukum yang diterapkan dalam negeri ini telah bersikap adil, namun pada kenyataannya pencuri kecil masuk penjara, tapi koruptor bebas keluar masuk penjara.

Di depan umum kita mengecam korupsi tapi kemudian malah masuk penjara karena makan uang rakyat.

Banyak orang mengecam pelacuran tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi.

Kalau ditawari sesuatu akan bilang tidak, namun dalam hati berharap agar tawaran tadi bisa diterima.

Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan bisa survive.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 10 Oktober 2021, Minggu Biasa XVIII: Menjadi Bijaksana

Semoga kita terus berjuang tanpa lelah menjadi orang biasa, sederhana dan peka menolong orang lain melalui tindakan kasih.

Jalan ini akan mendekatkan kita pada kebenaran Tuhan.*

Teks Lengkap Bacaan Renungan Katolik 13 Oktober 2021:

Ilustrasi bacaan renungan harian Katolik dari Alkitab.
Ilustrasi bacaan renungan harian Katolik dari Alkitab. (POS-KUPANG.COM/AGUSTINUS SAPE)

Bacaan 1: Roma 2:1-11

Allah membalas setiap orang menurut perbuatannya

Hai manusia, siapapun juga engkau, kalau menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari kesalahan.

Sebab dalam menghakimi orang lain, engkau pun menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.

Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian.

Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?

Ataukah kauanggap sepi kemurahan-Nya yang berlimpah?

Kauanggap sepikah kesabaran dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?

Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri untuk hari penghakiman.

Saat murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.

Hidup kekal akan diberikan kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, yang mencari kemuliaan, kehormatan dan kebakaan.

Tetapi murka dan geram akan diberikan kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.

Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani.

Sebaliknya kemuliaan, kehormatan, dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. Sebab Allah tidak memandang bulu.

Demikianlah Sabda Tuhan

Syukur kepada Allah

Mazmur Tanggapan: 62:2-3.6-7.9

Refr.: Tuhan, Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya

  • Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batu dan keselamatanku; hanya Dialah kota bentengku, aku tidak akan goyah.
  • Hanya pada Allah saja aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Hanya Dialah gunung batu dan keselamatanku; hanya Dialah kota bentengku, aku tidak akan goyah.
  • Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita.

Bacaan Inji: Lukas 11:42-46

Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi! Celakalah kamu, hai ahli-ahli kitab

Sekali peristiwa Yesus bersabda, “Celakalah kalian, hai orang-orang Farisi!

Sebab kalian membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kalian mengabaikan keadilan dan kasih Allah.

Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.

Celakalah kalian, hai orang-orang Farisi, sebab kalian suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar.

Celakalah kalian, sebab kalian seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya.

Seorang ahli Taurat menjawab, “Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga.”

Tetapi Yesus berkata lagi, “Celakalah kalian juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kalian meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kalian sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun.”

Demikianlah Injil Tuhan

Terpujilah Kristus

Renungan harian katolik lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved