Berita Nasional

Janji Manis Tim Kampanye Jokowi Terabaikan, Bukan Berkurang, Utang Pemerintah Justru Makin Ngelonjak

Tim Kampanye Jokowi sempat lontarkan wacana untuk mengurangi utang pemerintah. Tapi kini hanya tinggal janji manis saja. Utang terus melonjak.

Editor: Yeni Rahmawati
Youtube/Sekretariat Presiden
Besaran utang pemerintah di era Presiden Jokowi 

Kondisi tersebut bertolak belakang dengan yang terjadi pada rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama kepemimpinannya di rentang 2004-2014.

Rasio utang pemerintah era SBY

Presiden SBY melanjutkan tren penurunan rasio utang pemerintah sebelumnya, yang sempat naik tajam pada akhir Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Betapa tidak, rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 58 persen pada tahun 1998.

Angka tersebut naik 20 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 38 persen pada 1997.

Pada 1999, grafik lonjakan rasio utang pemerintah masih terjadi yang menunjukkan titik 85 persen terhadap PDB.

Baca juga: Mahfud MD Jamin Pembukaan PON XX Papua oleh Presiden Jokowi Akan Lancar, Diantisipasi Berlapis

Puncak rasio utang pemerintah terhadap PDB paling tinggi sepanjang sejarah tercatat pada 2000, dengan angka 89 persen. 

Bagi Presiden SBY dan Wapres Boediono upacara kemerdekaan ini adalah yang terakhir dalam masa jabatannya.

Meski begitu, sejak titik puncak rasio utang tertinggi itu, tahun-tahun berikutnya rasio utang pemerintah Indonesia terus mengalami penurunan yang juga dilanjutkan pada era Presiden SBY.

Pada tahun 2004, rasio utang terhadap PDB tercatat sebesar 57 persen, yang kemudian turun 10 poin ke angka 47 persen di tahun 2005.

rasio utang era SBY kembali turun menjadi 39 persen per DDB dan terus terpangkas ke angka 33 persen di tahun 2007.

Baca juga: Jeritan Peternak Ayam Hantar Suroto Ke Istana : Saya Minta Maaf Pak, Reaksi Jokowi Diluar Dugaan

Rasio utang pemerintah terhadap PDB memasuki level psikologis baru di tahun 2008 ketika mencatatkan angka 28,3 persen.

Pun demikian tahun berikutnya, pada 2009 rasio utang pemerintah tercatat sebesar 26,1 persen.

Rasio utang era SBY di periode kedua sejak tahun 2010 hingga 2014 juga masih terjaga tren penurunannya, kecuali terjadi sekali kenaikan yang tidak signifikan dan masih bertahan di bawah 25 persen.

Pada 2010 misalnya, rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26,1 persen.

Tahun berikutnya, pada 2011 angkanya turun menjadi 24,4 persen dan mencapai titik terendah pada 2012 yakni sebesar 23 persen.

Baca juga: Jokowi Perintahkan Mahfud MD Segera Tetapkan Simulasi Tanggal Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

Kenaikan rasio utang era SBY baru terjadi pada tahun 2013 yakni menjadi 24,9 persen dan kembali turun di angka 24,74 persen pada tahun 2014.

Rasio utang pemerintah era Jokowi Adapun rasio utang pemerintah terhadap PDB di era Presiden Jokowi relative konsisten mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2015, rasio utang pemerintah naik menjadi 27,43 persen, dan naik lagi ke angka 28,33 persen di tahun 2016.

Berikutnya, kenaikan rasio utang era Jokowi kembali terjadi pada tahun 2017 yakni 29,4 per PDB.

Kemudian, di tahun 2018 dan 2019, rasio utang pemerintah terhadap PDB masing-masing 29,98 persen dan 29,8 persen.

Baca juga: Aksi Tangkap Warga Saat Kunjungan Presiden Jokowi Kembali Terjadi di Cilacap

Pada tahun 2020, rasio utang terhadap PDB menembus level psikologis baru ketika mencapai angka 38,68 persen.

Angka tersebut menjadi rasio utang tertinggi sepanjang kepemimpinan Jokowi.

Kini di Agustus 2021, rasio utang pemerintah terbaru adalah 40,85 persen.

Atau kembali mencatatkan rekor kenaikan.

Janji kampanye Jokowi

Baca juga: Cerita Suroto:Dari Bentang Poster, Diundang ke Istana Hingga Dapat Kiriman 20 Ton Jagung dari Jokowi

Saat masih menjadi calon Presiden dari PDI Perjuangan tahun 2014, Jokowi mempunyai visi misi untuk mengurangi utang negara.

Salah satu caranya, Jokowi ingin merubah Indonesia sebagai negara produsen dan mengurangi konsumsi terutama dari barang impor.

"Dilarikan ke produksi, Indonesia jadi negeri produsen," ujar Jokowi dikutip dari pemberitaan Tribunnews, 5 Juni 2014.

Untuk meningkatkan produksi, Jokowi berharap produk dalam negeri bisa banyak di ekspor.

Karena Jokowi sudah berpengalaman sebagai pengusaha kayu selama 24 tahun.

Baca juga: Ternyata Mantan Menteri Kabinet Jokowi Ini Pernah Dapat Surat Ancaman Bercap Kedutaan Besar China

"Harus dibarengi dengan peningkatan produksi, dan produksi arahkan ke pasar ekpsor, kebetulan saya eksportir bagaimana memasarkan," jelas Jokowi.

Mantan walikota Solo itu menjelaskan semakin tinggi angka ekspor cadangan devisa semakin besar.

Otomatis neraca perdagangan negara menjadi lebih baik.

"Kuncinya hanya disitu, cadangan devisa meningkat jika bisa ditingkatkan.

Mengurangi hal-hal dengan impor, neraca kita semakin baik. Jangan jadi negara konsumen," papar Jokowi.

Hal yang sama juga diutarakan Ketum Tim Ekonomi Pasangan Jokowi-JK saat itu, Arif Budimanta. Kata Arief, jika terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi akan secara bertahap mengurangi utang pemerintah. Lihat Foto Capres nomor urut 2, Joko Widodo disambut ribuan warga di Pasar Induk Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014).

Dalam orasinya Jokowi mengatakan kegembiraannya karena disambut ribuan warga di lokasi itu.

"Utang harus dikurangi perlahan, agar menciptakan keseimbangan primer di APBN," jelas Ketua Tim Ekonomi pasangan Jokowi-JK, Arif Budimanta dikutip dari Kontan, 8 Juni 2014.

Pasangan ini juga akan mengalihkan utang baru hanya untuk pembiayaan produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan utang yang berbasis program bakal dihentikan.

Sebagai ganti sumber pendanaan APBN, mereka menjanjikan peningkatan penerimaan pajak dengan optimalisasi penerimaan pajak, serta pencegahan pengemplangan pajak.

Berita Jowoki lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved