Berita Manggarai Barat

Tangisan Ibu-ibu Golo Mori Manggarai Barat, Bersimpuh Minta Bebaskan Suami Dari Sel Tahanan

isak tangis Melania membuat sejumlah massa aksi lainnya tak tahan dan menitikkan air mata. 

Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
pk/gecio viana
Melania Kamu saat bersimpuh dan memberikan pernyataan sikap di hadapan Wakapolres Mabar, Kompol Eliana Papote dalam aksi massa warga Desa Golo Mori di Mapolres Mabar, Rabu 29 September 2021. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana

POS-KUPANG.COM, LABUAN BAJO - Sekelompok Ibu-ibu asal Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menggelar aksi massa menuntut suami dan anak-anak mereka dibebaskan, Rabu 29 September 2021.

Aksi yang menyita perhatian warga Labuan Bajo itu dilakukan di beberapa tempat, di antaranya di Mapolres Mabar, Kantor Kejari Mabar, Kantor Bupati Mabar dan Kantor DPRD Mabar

Mengenakan baju hitam dan songke Manggarai, ibu-ibu beserta sejumlah warga lainnya menuntut agar 21 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menganggu ketertiban umum di Desa Golo Mori segera dibebaskan. 

Puluhan tersangka yang merupakan suami dan anak-anak dari beberapa massa aksi itu telah ditahan sejak 2 Juli 2021 lalu. 

Mereka juga membentangkan kain putih bertuliskan "Bebaskan ke-21 tersangka", "Tangkap Mafia Tanah", "Apa Salah Hae Kilo Dami", Copot Kapolres Mabar Copot Copot", "Salam Keadilan" dan "Copot Kapolres Mabar".

Melania Mamu (52), seorang warga Golo Mori membacakan pernyataan sikap dengan lantang, meminta Kapolres Mabar segera membebaskan suami dan anaknya, serta 18 tersangka lainnya. 

Baca juga: Tangkap Pelaku Bom Ikan, Pemkab Manggarai Barat Memberi Apresiasi Polisi

Melania Mamu saat memberikan pernyataan sikap kepada Wakapolres Mabar, Kompol Eliana Papote menangis terisak dan histeris, ia bahkan bersimpuh di hadapan wakapolres. 

"Nia rona dami ta Ibu, toe ma salah rona dami ta Ibu. Rona dami ta Ibu Waka, toe ma salah rona dami ta ibu. Telu wulang lau ta Ibu. Co tara toe kole rona dami. Eme matas ibu nia boak?. Ami kawe boa dise ibu kut sembayang lami agu anak dami, tegi dami ibu nias rona dami (di mana suami kami ibu, suami kami tidak bersalah ibu, suami kami di mana ibu Waka, suami kami tidak bersalah. Tiga bulan mereka berada di sana, kenapa suami kami tak kunjung pulang. Jika mereka telah meninggal, di mana kuburnya). Kami akan mencari kubur mereka ibu, supaya kami dan anak-anak kami bisa berdoa, kami minta beritahu di mana suami kami ibu)," kata Melania Mamu. 

Pernyataan sikap dibaca dan diberikan, sembari lilin berasa di samping Melania. 

Isak tangis Melania membuat sejumlah massa aksi lainnya tak tahan dan menitikkan air mata. 

Terlihat air mata Wakapolres Mabar, Kompol Eliana Papote tertahan, sembari memeluk Melania Mamu. 

Saat membacakan pernyataan sikat, Melania Mamu mengatakan, aksi yang dilakukan untuk menegakkan keadilan, sebab suaminya dan para tersangka lainnya dinilai tidak bersalah. 

Baca juga: Update Covid-19 Manggarai Barat: 49 Pasien Positif Jalani Isolasi

"Sayang sekali bapak kapolres, kamu datang atas nama tipu muslihat hukum. Hukum seolah-olah mengajarkanmu untuk menuduh dan menghancurkan peradaban kami, atas nama hukum, kamu bilang kami adalah masa bayaran, atas nama hukum kamu bilang, kami adalah kelompok yang berniat membunuh dan bentrok berbau SARA, atas nama hukum kamu bilang kami perkerja di tanah sengketa!. Dengar baik-baik bapak Kapolres. Semua tuduhan itu palsu dan fitnah belaka. Bapak menuduh suami-suami kami berdasarkan asumsi dan prasangka semata. Hukum yang bapak bawa justru sangat menindas dan menyengsarakan kami, dengan gampang hukummu itu ‘menjerat dan menjebloskan orang tak bersalah ke penjara," katanya menggunakan pengeras suara. 

Menurutnya, akibat penangkapan tersebut, pihak keluarga sangat dirugikan secara ekonomi dan sosial. 

"Sampai berapa lama suami dan anak-anak kami harus ‘menanggung tuduhan hukum’ yang tidak pernah mereka buat. Sudah tiga bulan mereka mendekam di bilik jeruji. Apa salah mereka bapak Kapolres? Mereka hanya petani jelata yang hendak mengais rupiah sebagai ‘buruh harian’ di tanah Mori. Mereka bukan pembunuh, bukan masa bayaran, bukan teroris, bukan pengacau berbau SARA. Mereka datang ke tanah Mori karena hendak mengisi perut istri dan anak-anak. Mereka memeras keringat dan harus banting tulang agar asap dapur tetap mengepul," katanya. 

"Bapak Kapolres yang kami cintai! Sejak suami kami ‘masuk tahanan’, hidup kami sangat menderita. Kami harus menaggung beban batin sebab dicap sebagai istri teroris dan pembunuh. Banyak orang menjauh dan tidak mau bergaul dengan kami. Belum lagi, kantong ekonomi kami semakin menipis. Tidak ada lagi figur yang bisa menafkai kami. Hidup kami sangat morat-marit akibat ‘jeratan hukum’ yang dipaksakan kepada suami-suami kami. Padahal, suami-suami kami tidak pernah melakukan kesalahan seperti yang penegak hukum tuduhkan," jelasnya. 

Melania menyesalkan ‘hukum’ yang dinilai justru menindas rakyat kecil dan miskin.

Baca juga: 2.704 Hektare Lahan Budidaya Porang di Kabupaten Manggarai Barat

"Kami sudah tidak punya apa-apa, tetapi aparat masih tega ‘menyiksa kami’ dengan mencebloskan suami-suami kami ke penjara. Tolonglah kami bapak Kapolres. Hentikan bentuk penindasan yang keji ini. Suami-suami kami tidak bersalah. Bebaskan mereka dari ‘siksaan penjara’yang pengap dan kotor. Mereka tidak semestinya ada di ruangan jorok itu. Pulihkan nama baik mereka. Beri hukuman berat bagi ‘aparat’ yang dengan ceroboh ‘menangkap dan memenjarakan’ suami-suami kami. Bukan mereka yang seharusnya berada di jeruji tengik itu, tetapi para aparat yang bertindak sewenang-wenang atas nama hukum," katanya. 

Wakapolres Mabar Kompol Eliana Papote mengatakan, pihaknya akan meneruskan pernyataan sikap massa aksi kepada Kapolres Mabar, AKBP Bambang Hari Wibowo. 

"Apa yang menjadi aspirasi dari ibu-ibu, dari warga yang demo, sudah kami terima dan akan kami sampaikan ke pimpinan dalam hal ini bapak kapolres," katanya. 

Dijelaskan, Kapolres Bambang saat ini sedang mengikuti kegiatan, namun ia tidak secara rinci menjelaskan kegiatan apa yang diikuti Kapolres Bambang. 

Sementara itu, untuk kasus yang menjerat 21 tersangka, lanjut dia, diserahkan sepenuhnya kepada penyidik Satreskrim Polres Mabar

Di kesempatan yang sama, Kasat Reskrim Polres Mabar, Iptu Yoga Darma Susanto mengatakan, kasus tersebut dalam tahap penyidikan.

Baca juga: TP PKK Manggarai Barat Lakukan Kunjungan di Tiga Kecamatan 

Pihaknya pun telah melimpahkan berkas perkara tahap satu ke Kejari Mabar. 

"Kami masih menunggu petunjuk dari jaksa," katanya. 

Sebelumnya, sebanyak 21 orang diamankan personil Kepolisian Resor Manggarai Barat (Mabar) di Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) pada Jumat 2 Juli 2021 lalu. 

21 orang tersebut sudah ditetapkan jadi tersangka, terdiri dari 3 orang aktor intelektual barasal Desa Golo Mori, 13 orang 'massa bayaran' berasal dari Kampung Popo, Desa Popo, Kecamatan Satar Mese Utara dan 5 orang massa bayaran lainnya berasal dari Kampung Dimpong, Desa Dimpong, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai.

Kapolres Manggarai Barat AKBP Bambang Hari Wibowo, S.I.K., M.Si, yang memimpin langsung kegiatan tersebut mengatakan, 21 orang diamankan berdasarkan laporan polisi nomor : LP / B /128 / VII / 2021 / SPKT / RES MABAR / POLDA NTT tanggal 03 Juli 2021 dari saudara FP (58) warga Dusun Nggoer, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Mabar. 

"Berdasarkan laporan tersebut, Kami langsung bergerak ke TKP untuk mengamankan 3 orang aktor intelektual bersama 18 orang massa bayaran ini bertujuan untuk mencegah terjadinya aksi bentrok antara para pihak yang dapat berujung pada banyak peristiwa bentrok di lahan sengketa selama ini. Selain itu, agar tidak membuat resah masyarakat dan mengganggu kenyamanan masyarakat Desa Golo Mori khususnya Kampung Nggoer serta bisa mengancam Kamtibmas di wilayah Kabupaten Manggarai Barat," ungkapnya.

AKBP Bambang Hari Wibowo, S.I.K., M.Si. juga mengungkapkan kronologis kejadian tersebut, pada hari Kamis, 1 Juli 2021 lalu, sebanyak 18 orang tersangka dari Kampung Popo, Desa Popo, Kecamatan Satar Mese Utara dan dari Kampung Dimpong, Desa Dimpong, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai dibawah pimpinan tersangka YT (68) datang ke Desa Golo Mori dengan masing–masing tersangka membawa parang.

"Para tersangka tersebut dijemput di Kampung Dalong, Desa Watu Nggelek, Kecamatan Komodo dengan menggunakan 2 unit kendaraan roda empat yang disewa oleh tersangka HA (57) dan 18 orang massa bayaran menginap di rumah saudari MB (43) dan tersangka HA (57) di Desa Golo Mori, kedatangan para massa bayaran itu tidak pernah dilaporkan oleh HA (57) maupun MB (43) kepada aparat Desa setempat maupun pihak keamanan di Desa tersebut," jelas Kapolres Manggarai Barat

Selanjutnya, pada hari Jumat, 2 Juli 2021 sekitar pukul 09.00 Wita, tersangka ATM (46), HBKH (31) dan 18 orang tersangka yang berasal dari Kampung Popo dan Kampung Dimpong berjalan secara bergerombol dengan masing–masing membawa parang yang notabenenya adalah membawa senjata tajam dalam wilayah Kampung dan Desa orang lain yang mana mereka pergi ke lokasi tanah Lingko Rase Koe, Desa Golo Mori dalam rangka menduduki lahan sengketa tersebut untuk mendukung tersangka HA (57).

"Para tersangka melakukan aktivitas pembersihan lahan sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keresahan bagi warga Desa Golo Mori terlebih khusus Kampung Nggoer terutama bagi saudara FP (58) sebagai salah satu pihak yang mengaku sebagai pemilik Tanah di Lingko Rase Koe tersebut. Berdasarkan keterangan saksi, tindakan HA (57) ini sudah dilakukan berulang kali ketika sedang bersengketa tanah," katanya. 

"Atas kejadian tersebut saudara FP (58) melaporkan kepada pihak Kepolisian dan para pelaku tertangkap tangan oleh Tim Jatanras Komodo saat memegang senjata tajam yang langsung diamankan oleh personil Polres Manggarai Barat untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut," tambahnya. 
  
Kemudian, Perwira dengan dua melati dipundaknya itu juga menjelaskan modusnya, para tersangka yang bukan warga asli Desa Golo Mori di fasilitasi dan di bayar Rp 70.000,- per hari oleh tersangka HA (57) datang ke wilayah Desa Golo Mori dengan membawa senjata tajam berupa parang, kemudian masuk ke lokasi Tanah milik warga Desa Golo Mori yakni di Lingko Rase Koe dan melakukan pembersihan serta manduduki lahan yang masih disengketakan.

"Tersangka HA (57) sengaja mendatangkan 17 orang dari Kampung Popo dan Kampung Dimpong dibawah pimpinan YT (68) dengan membawa serta senjata tajam untuk tujuan menduduki lokasi Tanah Lingko Rase Koe, Desa Golo Mori yang adalah objek sengketa Tanah antara saudara FP (58) dan Kawan–Kawan dengan Saudara HA (57) dan saudari MB (43). Untuk kita ketahui bersama bahwa Tersangka YT (68) bersama 17 tersangka lainnya sengaja didatangkan untuk membantu tersangka HA (57) untuk menduduki lahan yang disengketakan," ujarnya. 

"Para tersangka didatangkan dengan telah disiapkan sarana fasilitas mulai dari penjemputan dan bayaran untuk menduduki Tanah sengketa tersebut dengan alasan pembersihan lahan yang mana lahan tersebut masih sengketa dan membuat serta telah menimbulkan ketakutan yakni menakut–nakuti lawan atau pihak yang bersengketa dan ketakutan bagi warga Desa Golo Mori, juga telah mengganggu kenyamanan dan ketertiban umum di Desa Golo Mori," lanjut alumnus Akpol angkatan 2000 itu.

Bersarkan keterangan saksi pelapor dan Masyarakat serta Barang Bukti berupa 15 bilah parang, para pelaku dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Undang–Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman Pidana 10 tahun penjara.(*)

Berita Manggarai Barat Terkini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved