GSMB Nasional dan Tantangan Kompetensi Menulis Guru
Dengan berliterasi, setiap person yang memiliki sense literasi dapat berinisiatif menjadi penggerak atau sosialisator
Dengan kata lain, mengembangkan kompetensi merupakan cara seorang guru mengevaluasi kemampuannya agar hidup selaras zaman atau selalu memperbarui diri sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman.
Dalam konteks terkini, ketika guru tidak membuka diri mengembangkan kompetensinya, maka akan ada semacam stagnasi kompetensi dalam diri guru.
Buktinya, ketika berhadapan dengan tuntutan menulis, banyak guru nampaknya tidak siap untuk memulai mengembangkan kompetens menulisnya.
Fakta lapangan di satu sisi menunjukkan bahwa guru cenderung membiarkan dirinya berada di zona nyaman.
Di lain sisi, guru tidak memaksakan dirinya untuk belajar dari rekan sejawat, sebagai sesama pembelajar yang dituntut belajar sepanjang hayat.
Selain kompetensi inti, seorang guru dituntut memiliki beberapa kompetensi penunjang, yang dalam kesehariannya diyakini sangat membantu menopang keempat kompetensi yang disyaratkan oleh pemerintah.
Kompetensi-kompetensi itu tidak sekedar pelengkap atau tambahan, tetapi sesuai dengan kemajuan zaman, seorang guru dituntut untuk mengemban kompetensi-kompetensi tersebut.
Kompetensi-kempetensi penunjang yang mesti dimiliki oleh seorang guru dan diharapkan terintegrasi dalam tugas kesehariannya sebagai seorang guru profesional meliputi keahlian dalam menulis, keahlian dalam meneliti, keahlian berbahasa asing dan mendorong siswa memiliki keinginan membaca (Suyanto dan Asep Jihad, 2013:73-75).
Dalam kacamata penulis sebagai guru dan sosialisator program literasi nasional (SPL Nasional), keempat kompetensi penunjang ini tidak serta merta diseragamkan untuk semua guru, oleh karena tidak semua daerah di Indonesia, dimana para guru mengabdikan diri, memiliki sarana prasarana dan fasilitas penunjang yang memadai.
Akan tetapi, dengan alasan sebaran wilayah juga sarana dan fasilitas penunjang yang belum merata, bukan berarti guru tidak tertantang untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi penunjang yang ada.
Saat ini, seiring dengan perkembangan zaman, seorang guru bahkan sangat dituntut untuk menulis. Dengan menulis, kadar intelektualitas seorang guru dapat diukur, karena dari representasi alur berpikir seorang guru, tercermin dari setiap karya yang dihasilkannya melalui menulis.
Dengan demikian, guru dituntut untuk banyak membaca dan mengikuti kegiatan-kegiatan bertajuk ilmiah seperti FGD, seminar, workhshop atau sarasehan untuk menambah wawasan keilmuannya.
Selain itu, guru juga dituntut menjadi peneliti. Peneliti yang dimaksud di sini, bukan seperti seorang pakar atau ilmuwan yang mengkaji dan meneliti bidang ilmu tertentu secara spesifik dan detail mendalam.
Menjadi peneliti yang dimaksud adalah menemukan kelemahan dalam penerapan pembelajaran, meneliti kemajuan belajar peserta didik, agar bisa memperbaiki dengan menerapkan metode dan model pembelajaran yang kontekstual demi meningkatkan mutu pembelajaran yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa dan mutu pendidikan.
Guru diminta mengamati setiap perjumpaannya dengan siswa, mengkorelasikannya dengan materi yang dibaca, selanjutnya menulisnya dalam karya-karya sederhana.
Selain itu, guru juga bisa mengamati hal-hal di luar ilmu yang digelutinya untuk menulis. Kemampuan berbahasa asing pun sangat membantu mengembangkan komunikasi dan literasi digital seorang guru.
Selain itu, yang tak kalah pentingnya, jika seorang guru telah terbiasa membaca dan menulis, meneliti dan memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, maka akan mudah baginya memotivasi para siswanya untuk membaca, bahkan merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya tanpa membaca.*